Pimpinan Pusat Muhammadiyah telah menetapkan hari raya Idul Fitri jatuh pada 24 Mei 2020. Umat diimbau untuk melaksanakan shalat Idul Fitri di rumah.
Oleh
ANITA YOSSIHARA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pimpinan Pusat Muhammadiyah telah menetapkan hari raya Idul Fitri 1441 Hijriah jatuh pada Minggu (24/5/2020). Untuk mencegah penyebaran wabah Covid-19, organisasi kemasyarakatan Islam terbesar kedua di Indonesia itu mengimbau masyarakat, khususnya warga Muhammadiyah, meniadakan shalat Idul Fitri di lapangan ataupun masjid dan menggantinya dengan shalat di rumah saja.
Imbauan untuk menjalankan shalat Idul Fitri di rumah itu tertuang dalam Surat Edaran PP Muhammadiyah Nomor 4 Tahun 2020 yang ditandatangani Ketua Umum Haedar Nashir.
”Setelah mencermati perkembangan Covid-19 yang belum melandai, bahkan trennya masih terus naik, PP Muhammadiyah mengeluarkan Edaran Nomor 4 Tahun 2020 tentang tuntunan shalat Idul Fitri pada masa darurat Covid-19,” kata Sekretaris PP Muhammadiyah Agung Danarto, dalam jumpa wartawan virtual, Jumat (15/5/2020).
Setelah mencermati perkembangan Covid-19 yang belum melandai, bahkan trennya masih terus naik, PP Muhammadiyah mengeluarkan Edaran Nomor 4 Tahun 2020 tentang tuntunan shalat Idul Fitri pada masa darurat Covid-19.
Surat edaran itu ditetapkan setelah para ulama dari Majelis Tarjih dan Tajdid melakukan pembahasan. Dalam edaran itu disebut, apabila masih belum bebas pandemi Covid-19 dan belum aman untuk berkumpul, maka shalat Idul Fitri di lapangan ataupun di masjid sebaiknya ditiadakan.
Jika tetap menghendaki menjalankan shalat Idul Fitri, maka umat Islam bisa melakukan ibadah sunah tersebut di rumah masing-masing bersama keluarga. Agung menjelaskan, tata cara shalat Idul Fitri di rumah sama dengan di lapangan.
”Di situ ada imamnya, jemaahnya, ada makmumnya, ada khotibnya, dan waktunya juga sama dengan ketika dilakukan di lapangan,” ujarnya menjelaskan.
Meniadakan shalat Idul Fitri di lapangan ataupun di masjid karena ancaman Covid-19 tidaklah berarti mengurang-ngurangi agama. Semua itu dalam rangka perwujudan kemaslahatan manusia berupa perlindungan diri, agama, akal, keluarga, dan harta benda menjaga agar tidak menimbulkan kemudaratan bagi diri sendiri dan orang lain.
Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Syamsul Anwar menjelaskan, pelaksanaan shalat Idul Fitri di rumah tidak masuk kategori membuat suatu jenis ibadah baru. Shalat Idul Fitri yang dikerjakan di rumah adalah seperti shalat yang ditetapkan dalam sunah Nabi Muhammad SAW. Hanya tempatnya saja yang dialihkan ke rumah karena pelaksanaan di tempat yang semestinya, yaitu di lapangan yang melibatkan konsentrasi orang banyak, tidak dapat dilakukan. Begitu pula di masjid, tidak bisa dilakukan karena berpotensi menimbulkan kerumuman orang banyak yang dapat memudahkan penyebaran Covid-19.
”Meniadakan shalat Idul Fitri di lapangan ataupun di masjid karena ancaman Covid-19 tidaklah berarti mengurang-ngurangi agama. Semua itu dalam rangka perwujudan kemaslahatan manusia berupa perlindungan diri, agama, akal, keluarga, dan harta benda menjaga agar tidak menimbulkan kemudaratan bagi diri sendiri dan orang lain,” ujar Syamsul.
Fatwa tersebut juga menegaskan bahwa tidak ada ancaman agama bagi orang yang tidak melaksanakan shalat Idul Fitri karena merupakan ibadah sunah.
Agung menyampaikan harapan agar seluruh jajaran persyarikatan, pusat, wilayah, daerah, cabang ranting, ortom, aum (amal usaha Muhammadiyah), dan lainnya melaksanakan edaran PP Muhammadiyah. Tak hanya itu, pengurus Muhammadiyah juga diharapkan menyosialisasikan tuntunan shalat Idul Fitri di rumah, tak hanya kepada warga Muhammadiyah, tetapi juga umat Islam di Indonesia.
Lebih lanjut, Agung mengatakan, umat Islam perlu diberi pencerahan bahwa wabah pandemi Covid-19 ini adalah ancaman yang nyata terhadap kehidupan umat manusia. Umat Islam diperintahkan untuk menghindarkan kemudaratan, apalagi yang mengancam nyawa manusia.
Umat Islam perlu diberi pencerahan bahwa wabah pandemi Covid-19 ini adalah ancaman yang nyata terhadap kehidupan umat manusia. Umat Islam diperintahkan untuk menghindarkan kemudaratan, apalagi yang mengancam nyawa manusia.
Menurut dia, umat Islam juga perlu diajak untuk berempati kepada tenaga medis yang berjibaku mempertaruhkan nyawa guna menyelamatkan kehidupan. Usaha untuk memutus mata rantai penularan Covid-19 adalah bentuk empati tersebut, sekaligus upaya untuk menghilangkan kemudaratan.
”Kita tidak boleh menganggap daerah kita sebagai daerah yang tidak mungkin terjangkit wabah korona. Menjaga untuk tetap menjadi kawasan aman dari Covid-19 jauh lebih mulia daripada menunggu ada yang terpapar baru melakukan antisipasi,” kata Agung.
Tak hanya Muhammadiyah, Majelis Ulama Indonesia juga mengeluarkan Fatwa Nomor 28 Tahun 2020. Dalam fatwa itu disebutkan, shalat Idul Fitri boleh dilaksanakan di rumah untuk umat yang berada di kawasan dengan penyebaran Covid-19 yang belum terkendali. Sementara bagi umat Islam yang berada di wilayah dengan tingkat penularan Covid-19 yang sudah terkendali, maka shalat bisa dilaksanakan secara berjemaah di masjid, mushala, tanah lapang, dan lainnya.
Sementara itu, hingga Jumat, 77 Rumah Sakit Muhammadiyah dan Aisyiyah (RSMA) telah merawat 4.493 pasien dengan rincian kategori orang dalam pemantauan (ODP) 2.965 orang, pasien dalam pengawasan (PDP) 1.369 orang, dan terkonfirmasi positif 159 orang. ”Ada tren kenaikan jumlah pasien dari sebelumnya tanggal 12 Mei 2020 berjumlah total 4.403 pasien dengan 142 kasus terkonfirmasi,” kata Ketua Muhammadiyah Covid-19 Command Center (MCCC) Agus Samsudin.
Karena itu, MCCC mengajak masyarakat untuk selalu menerapkan physical distancing dan tetap berada di rumah. Sebab, tidak ada yang tahu kapan pandemi berakhir, mengingat hingga saat ini pun vaksin atau antivirus belum juga ditemukan.