Rapat permusyawaratan hakim Mahkamah Konstitusi akan menentukan nasib uji materi Perppu No 1/2020. Setelah disetujui menjadi undang-undang oleh DPR dan disahkan menjadi UU No 2/2020, uji materi kehilangan obyek gugatan
Oleh
Dian Dewi Purnamasari
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Sidang pemeriksaan uji materi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang atau Perppu Nomor 1 Tahun 2020 harus berhenti di tengah jalan karena perppu sudah disahkan menjadi undang-undang, yaitu UU No 2/2020. Dengan demikian, perkara uji materi perppu otomatis kehilangan obyek gugatan.
Namun, secara resmi, penghentian pemeriksaan perkara itu masih akan diputuskan di forum rapat permusyawaratan hakim (RPH) Mahkamah Konstitusi.
Sidang pleno yang dipimpin oleh Ketua MK Anwar Usman, Rabu (20/5/2020), berlangsung singkat, hanya sekitar 20 menit. Agenda sidang pleno itu adalah mendengarkan keterangan dari pemerintah dan DPR. Pemerintah diwakili oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly, dan Jaksa Agung ST Burhanuddin. Adapun DPR tidak ada yang mewakili karena sedang masa reses.
Secara resmi, penghentian pemeriksaan perkara itu masih akan diputuskan di forum rapat permusyawaratan hakim (RPH) Mahkamah Konstitusi.
Anwar mengatakan, MK perlu mendengarkan keterangan dari pemerintah dan DPR untuk mengklarifikasi keberadaan perppu. Sebab, surat panggilan sidang yang dilayangkan kepada pemohon uji materi dan termohon (pemerintah dan DPR) dikirim sebelum ada persetujuan perppu. Dalam perkembangannya, sebelum sidang dilaksanakan, perppu sudah ditetapkan menjadi UU di DPR. UU Penetapan Perppu juga sudah disahkan, diberi nomor dan dicantumkan dalam lembaran negara.
Sri Mulyani menjelaskan, persetujuan Perppu No 1/2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Negara di tengah pandemi Covid-19 menjadi UU Penetapan Perppu 1/2020 dilaksanakan dalam rapat paripurna DPR ke-15 pada masa persidangan ketiga, Selaa (12/5) lalu.
Setelah itu, pemerintah melalui Kementerian Sekretariat Negara juga telah mengesahkannya menjadi UU Nomor 2/2020.
Anggota tim kuasa hukum pemohon Din Syamsuddin dkk, Ahmad Yani mengatakan, karena perppu sudah disahkan menjadi undang-undang, pihaknya akan mengajukan gugatan baru terhadap UU 2/2020 tentang Penetapan Perppu 1/2020. Dia juga menyoroti proses politik di DPR yang dianggap menabrak kaidah yang diatur dalam Pasal 22 UUD 1945.
Pasal itu mengatur perppu harus mendapatkan persetujuan DPR dalam masa persidangan berikutnya. Namun, Perppu No 1/2020 justru disahkan dalam masa persidangan yang sama dengan saat diserahkan surat presiden ke DPR.
Seharusnya, jika merujuk Pasal 21 dan Pasal 22 UUD 1945, perppu yang dibuat dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa tersebut dibahas dalam persidangan berikutnya. Namun, perppu justru disahkan sehari sebelum DPR memasuki masa reses.
Masa persidangan ketiga DPR RI adalah 29 Maret-12 Mei. Sedangkan draft perppu ditandatangani oleh presiden pada 31 Maret. Surat presiden kemudian diserahkan ke DPR pada 2 April. Seharusnya, jika merujuk Pasal 21 dan Pasal 22 UUD 1945, perppu yang dibuat dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa tersebut dibahas dalam persidangan berikutnya. Namun, perppu justru disahkan sehari sebelum DPR memasuki masa reses.
“Perppu ini disetujui di DPR sebelum waktunya, karena seharusnya itu disetujui atau ditolak pada masa sidang berikutnya. Hal ini akan menjadi obyek formal dan prosedural yang akan kami gugat ke MK selain dari substansi undang-undang itu sendiri,” kata Yani.
Zainal Arifin Hoesein, yang juga anggota tim kuasa hukum Din Syamsuddin menambahkan, cepatnya proses politik di DPR dan pengesahan perppu menjadi undang-undang adalah logika politik yang menciderai prinsip negara hukum. Pihaknya akan mengajukan gugatan baru. Terkait kelanjutan pemeriksaan perkara lama yaitu uji materi perppu, diserahkan kepada MK untuk memutuskan.
Dalam persidangan gugatan baru nanti, Yani menambahkan, pihaknya juga sudah menyiapkan sejumlah ahli dari berbagai macam kluster bidang keilmuan. Diantaranya, kluster hukum tata negara, ekonomi, hukum pidana, dan hukum islam.
“Kami serahkan kepada Yang Mulia apakah sidang pemeriksaan uji materi perppu ini akan dilanjutkan atau dialihputuskan,” ujar Yani.
Sementara itu, kuasa hukum Masyarakat Anti Korupsi Indonesia Kurniawan Adi Nugroho meminta pemerintah melengkapi keterangannya dengan bukti nyata seperti surat presiden kepada DPR dan dokumentasi surat menyurat lainnya. Hal itu akan menjadi bukti bahwa perppu memang sudah disahkan menjadi undang-undang. Menurutnya, apa yang didalilkan harus disertai bukti nyata.
Hakim konstitusi Arief Hidayat mengamini bahwa pemerintah perlu mengirim dokumen resmi terkait proses persetujuan perppu menjadi undang-undang di DPR.
Di sisi lain, pada hari ini, MAKI juga sudah mendaftarkan uji materi baru, yaitu pengujian UU No 2/2020. Materi pengujian hampir sama dengan pengujian perppu, yaitu terkait keberadaan Pasal 27 yang mengatur kekebalan hukum pejabat keuangan dalan menjalankan kewenangannya.
“Pengujian ini dilakukan sebagai bentuk konsistensi untuk membatalkan hak kekebalan pejabat keuangan sebagaimana tertuang dalam Pasal 27 UU Penetapan Perppu. Tujuan utama pengujian ini adalah untuk persamaan hukum yang berlaku untuk semua orang. Pejabat tetap harus berhati-hati dan cermat dalam mengambil keputusan untuk mengelola keuangan negara selama pandemi Covid-19,” ujar Koordinator MAKI Boyamin Saiman.
Anwar Usman mengatakan bahwa keputusan mengenai kelanjutan persidangan akan diambil dalam rapat permusyawaratan hakim MK.
“RPH akan menindaklanjuti dan menentukan sikap apa yang sudah dimintakan di sidang hari ini,” kata Anwar. Bagaimana kelanjutan permohonan perkara nomor 23 dan 24 ini tinggal menunggu surat pemberitahuan Mahkamah melalui kepaniteraan,” kata Anwar.