Ada Potensi Konflik Kepentingan Kartu Prakerja
Kajian KPK menemukan adanya potensi konflik kepentingan dan kerugian negara dalam program Kartu Prakerja. Temuan itu menjadi bagian dari bahan evaluasi Komite Cipta Kerja.
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi menyebutkan, terdapat potensi konflik kepentingan dalam kerja sama kemitraan program Kartu Prakerja. KPK juga menyebutkan, ada potensi kerugian negara dalam program tersebut.
Hasil kajian KPK itu telah ditampung dan menjadi bahan evaluasi Komite Cipta Kerja yang dikoordinasikan oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
Deputi Bidang Pencegahan KPK Pahala Nainggolan, di Jakarta, Kamis (18/6/2020), menyatakan, sedikitnya ada tiga hal yang membuat program Kartu Prakerja berpotensi merugikan keuangan negara.
Baca juga: Segera Urai Benang Kusut Kartu Prakerja
Pertama, soal konflik kepentingan antara mitra platform Kartu Prakerja dan penyedia pelatihan. Kedua, soal apakah pelatihan tersedia gratis atau berbayar. Ketiga, soal layak tidaknya pelatihan yang ditawarkan dalam program itu.
Menurut Pahala, dalam diskusi di internal KPK, ada dua hal di mana potensi pelanggaran terlihat telak. ”Waktu diskusi di dalam, yang paling telak, ini barang tersedia gratis, tapi disuruh bayar. Bukan orang milih, tapi disediakan LPP (lembaga penyedia pelatihan). Kalau dia tahu ini barang gratis, tetapi ditaruh di etalase, di daftar pelatihan, panjang itu urusannya. Sekarang tinggal ditanya, tahu enggak ini barang gratis di luar. Itu, kan, platform dan LPP. Yang menentukan platform, yang menawarkan LPP. Kalau ternyata dalam prosesnya ada conflict of interest, itu paling telak,” kata Pahala.
Baca juga: Prakerja untuk Kelas Menengah Terdampak Covid-19
Potensi konflik kepentingan yang ditemukan dalam kajian KPK terkait hubungan lima dari delapan platform digital mitra Kartu Prakerja dengan lembaga pelatihan. ”Ada potensi konflik kepentingan pada lima dari delapan platform digital dengan lembaga penyedia pelatihan,” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata.
Ia menjelaskan, 250 pelatihan dari 1.895 pelatihan yang tersedia adalah milik lembaga penyedia pelatihan yang memiliki konflik kepentingan dengan platform digital. Kelima platform digital tersebut adalah Skill Academy (177 pelatihan), Pintaria (69), Sekolah.mu (25), Maubelajarapa (28), dan Pijarmahir (11).
Mereka memiliki kesamaan, mulai dari pemilik hingga badan usaha, dan berada dalam perusahaan yang sama.
Sudah ada di internet
Selain diduga memiliki peran sebagai lembaga pelatihan, sebagian platform digital mitra Kartu Prakerja ditengarai juga berperan dalam melakukan kurasi. Akibatnya, kurasi materi pelatihan tak dilakukan dengan kompetensi yang memadai. Hasil kajian KPK, dari 1.895 pelatihan, hanya 13 persen yang memenuhi syarat dari materi ataupun penyampaiannya secara daring. Lebih buruknya lagi, 89 persen materi pelatihan yang ada sudah tersedia melalui jejaring internet dan tidak berbayar. Persentase ini diambil dari 327 sampel pelatihan.
”Metode pelaksanaan program pelatihan secara daring berpotensi fiktif, tak efektif, dan merugikan keuangan negara. Sebab, metode pelatihan hanya searah dan tanpa mekanisme kontrol,” kata Marwata.
Baca juga: Kartu Prakerja Terkatung-katung
Hal tersebut terlihat dari penerbitan sertifikat oleh lembaga pelatihan meski peserta belum menyelesaikan keseluruhan paket pelatihan yang telah dipilih. Selain itu, peserta sudah mendapatkan insentif meski belum menyelesaikan semua pelatihan yang sudah dibeli. Alhasil, negara tetap membayar pelatihan yang tidak diikuti oleh peserta.
Direktur Kemitraan dan Komunikasi Manajemen Pelaksana Kartu Prakerja Panji W Ruky mengatakan, temuan dan masukan KPK serta sejumlah lembaga pengawas lain sudah ditampung Komite Cipta Kerja.
Metode pelaksanaan program pelatihan secara daring berpotensi fiktif, tak efektif, dan merugikan keuangan negara.
”Ada banyak masukan yang kami terima, termasuk poin-poin yang menjadi temuan dari KPK, sedang kami evaluasi. Ke depan, peraturan presiden dan peraturan menko perekonomian juga kemungkinan direvisi dari hasil evaluasi selama dua bulan program ini berjalan,” katanya.
Soal kajian KPK yang menyebut adanya konflik kepentingan dalam Kartu Prakerja, Panji beralasan, yang menetapkan dan mengurasi lembaga pelatihan adalah manajemen pelaksana Kartu Prakerja, bukan perusahaan platform digital.
”Jadi, tidak serta-merta platform digital bisa seenaknya memasukkan lembaga pelatihan yang dia inginkan. Lagi pula, di perpres dan permenko, tidak ada larangan platform tidak bisa menjalankan kedua fungsi itu (marketplace dan penyelenggara pelatihan),” katanya.
Dibahas
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Manajemen Pelaksana Kartu Prakerja Denni Puspa Purbasari, dalam wawancara khusus dengan Kompas terkait platform yang merangkap sebagai lembaga penyedia pelatihan, mengatakan, pernah membahasnya dengan sejumlah ahli. ”Hasil pembahasannya, boleh dengan aturan produk mereka sendiri tidak lebih banyak dari lembaga pelatihan lainnya yang dijual di platform mereka. Ini sama seperti Indomaret atau Hypermart yang menjual produk mereka sendiri. Apakah KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) enggak tahu? Ya, tahu. KPPU tahu, dong. Kalau bisnis offline yang supermarket saja boleh menjual private label mereka, ya, kenapa kemudian ini enggak boleh?” kata Denni.
Manajemen pelaksana akan menetapkan kriteria dan proses kurasi lembaga pelatihan yang lebih ketat untuk menutup potensi konflik kepentingan. ”Kami wajibkan mayoritas pelatihan yang dijual di platform harus produk lembaga lain, bukan produknya sendiri. Ini sudah sejak awal kami terapkan, seperti Skill Academy hanya 29 persen dari mitra pelatihan Ruangguru, sisanya lembaga lain,” kata Panji.
Mengenai potensi kerugian negara, Panji mengatakan, perlu ditelaah kembali dengan lebih detail. Manajemen Pelaksana Kartu Prakerja akan menindak jika ada lembaga pelatihan fiktif. Ia menambahkan, pelatihan di Kartu Prakerja juga tidak bisa disamakan dengan konten pelatihan sejenis lain yang diberikan secara gratis.
”Ada pelatihan yang judulnya sama, tetapi di Youtube durasinya hanya 4 menit, itu tidak bisa disamakan dengan pelatihan 8 jam di Kartu Prakerja. Jadi, harus ditelaah kembali. Kalau memang benar-benar sama, kami akan kurasi ulang,” katanya.
Baca juga: Bermanfaat untuk Peserta, Belum untuk Dunia Usaha
Saat ini sejumlah platform pelatihan daring tak berbiaya alias gratis muncul seiring dengan adanya program Kartu Prakerja. Salah satu inisiatif pelatihan daring gratis adalah Gratisinbelajar.com. Inisiator Gratisin Belajar, Faiz M Ghifari, menyampaikan, kemunculan kanal pelatihan daring gratis karena program Kartu Prakerja seakan tidak tepat guna. Menurut Faiz, alokasi dana Rp 5,6 triliun untuk Kartu Prakerja terlalu mahal untuk bermacam konten yang ditawarkan.
”Secara rasio antara harga dan kualitas, konten pelatihan di program Kartu Prakerja belum cukup pantas. Berbeda dengan kualitas konten edukasi serupa di luar negeri, seperti Coursera atau Udemy, yang justru bekerja sama langsung dengan institusi perguruan tinggi ternama,” ujar Faiz.
Sementara itu, menanggapi penundaan program Kartu Prakerja, Denni mengatakan, program ini sebenarnya adalah jalan untuk menyentuh kelas menengah yang terdampak Covid-19. Menurut dia, sekarang kelompok ini tidak memiliki jaring pengaman sosial. Berbeda dengan masyarakat di bawahnya yang tercatat dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial.
”Kalau, misalnya, Kartu Prakerja tidak dilahirkan dan ditunda hingga 2021, artinya tidak ada yang menolong (kelas menengah ini),” kata Denni.(PDS/AGE/SPW/DIV/BIL)