Di Mata Milenial, Polisi Lebih Mengayomi Kerabat ketimbang Masyarakat
Harapan generasi milenial muda Indonesia kepada anggota kepolisian semakin tinggi. Mereka ingin agar polisi tidak hanya mengayomi kerabatnya, tetapi juga masyarakat yang lebih luas.
Oleh
FAJAR RAMADHAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Seiring dengan HUT Ke-74 Bhayangkara Polri, harapan generasi milenial Indonesia kepada anggota kepolisian semakin tinggi. Mereka ingin agar polisi tidak hanya mengayomi kerabatnya, tetapi juga masyarakat yang lebih luas.
Wiraswasta asal Semarang, Jawa Tengah, Fildas Raditya (29) menaruh harapan yang tinggi terhadap pembenahan pada institusi kepolisian. Pasalnya, masih banyak petugas kepolisian yang pandang bulu dalam memberikan pelayanan.
”Berdasarkan pengalamanku, kalau kita kenal sama polisi, pasti dimudahkan. Tapi, kalau tidak kenal, ya, jangan harap,” katanya saat dihubungi dari Jakarta, Rabu (1/7/2020).
Ia mencontohkan proses pembuatan surat izin mengemudi atau SIM. Masyarakat yang tidak memiliki kenalan polisi harus melewati serangkaian tes sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan. Namun, masyarakat yang memiliki kerabat polisi sudah pasti dimudahkan.
”Kebetulan tetangga-tetangga saya banyak yang berprofesi sebagai polisi. Mau enggak mau saya minta bantuan kepada mereka agar dipercepat kalau ada urusan,” katanya.
Berdasarkan jajak pendapat Litbang Kompas pada Juni 2020, generasi milenial muda (di bawah 30 tahun) menjadi kelompok responden yang paling skeptis terhadap polisi. Lebih banyak dari mereka yang setuju dengan pernyataan ”polisi mudah disuap” ketimbang kelompok milenial dewasa (31-40), generasi X (41-52) dan baby boomers (53 tahun ke atas).
Sebanyak 48,8 persen generasi milenial setuju dengan pernyataan tersebut. Sebagai perbandingan, kaum milenial dewasa yang setuju dengan pernyataan tersebut sebanyak 36,6 persen, generasi X sebanyak 34,5 persen, dan baby boomers sebanyak 25 persen.
Kebetulan tetangga-tetangga saya banyak yang berprofesi sebagai polisi. Mau enggak mau saya minta bantuan kepada mereka agar dipercepat kalau ada urusan.
Fildas mengaku sependapat dengan hal tersebut. Namun, menurut dia, yang mudah disuap tersebut adalah oknum-oknum kepolisian. Hanya saja, oknum tersebut jumlahnya masih relatif banyak.
Pekerjaan rumah lainnya yang mesti diselesaikan oleh Polri adalah memberantas anggota kepolisian yang kerap menarik pungutan liar (pungli). Hal ini secara pribadi pernah ia alami saat sedang mengirimkan barang mebel menuju DI Yogyakarta.
”Saat itu saya melaju dengan truk yang melebihi kapasitas. Kami dihentikan oleh petugas Patroli Jalan Raya dan dibebaskan setelah membayar sejumlah uang,” katanya.
Sementara itu, karyawan swasta asal Jakarta Pusat, Zena Mahatma (27), menilai, tugas polisi untuk memberikan jaminan keamanan kepada masyarakat hanya isapan jempol semata. Masih banyak oknum yang bekerja berdasarkan imbalan yang mereka terima.
”Sebagian besar tidak lagi bekerja dengan seharusnya jika tidak ada imbalan yang diterima,” katanya.
Hal ini didasarkan pada pengalamannya saat mengantarkan tetangganya yang menjadi korban pencurian. Saat itu, polisi hanya akan memproses laporan pencurian tersebut apabila ada uang yang ia terima.
”Beberapa oknum polisi juga masih sering menyalahgunakan wewenangnya,” kata Zena.
Kendati demikian, para milenial ini yakin institusi Polri dapat berbenah menjadi lebih baik. Sebab, hal itu berpengaruh pada persepsi publik kepada mereka. HUT Ke-74 Bhayangkara ini dinilai sebagai momentum yang tepat.
Seperti yang diutarakan oleh Bastiansyah (29), karyawan swasta asal Jepara Jawa Tengah. Ia percaya citra Polri akan membaik seiring dengan berjalannya waktu sebab tidak sedikit anggota kepolisian yang menginspirasi banyak orang.
”Di media sosial, kan, banyak kisah-kisah polisi yang bertaruh nyawa untuk kepentingan negara,” katanya.