Pembekuan hingga penyitaan aset buronan dapat menjadi bagian dari langkah mengejar buronan. Upaya itu diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.
Oleh
TIM KOMPAS
·4 menit baca
Pembekuan hingga penyitaan aset buronan dapat menjadi bagian dari langkah mengejar buronan. Upaya itu diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.
JAKARTA, KOMPAS —Pembekuan rekening hingga penyitaan aset bisa menjadi solusi untuk menangkap buronan koruptor. Pasalnya, langkah itu akan membatasi ruang gerak buronan. Bahkan, tidak tertutup kemungkinan akan membuat buronan menyerahkan diri karena ketiadaan dana untuk menopang pelarian mereka.
Ketua Komisi III DPR dari Fraksi PDI-P Herman Herry, Jumat (10/7/2020), saat dihubungi dari Jakarta mengatakan, apresiasi pantas diberikan pada upaya terpadu lintas instansi pemerintah dan penegak hukum serta komitmen yang ditunjukkan pemerintah dalam mengekstradisi Maria Pauline Lumowa, tersangka pembobol Bank BNI senilai Rp 1,2 triliun yang menjadi buronan sejak 17 tahun lalu.
Semangat serupa, lanjut Herman, mesti dilanjutkan dalam mengejar buronan lainnya. Namun, langkah lain juga mesti dipertimbangkan dan dilakukan saat memburu buronan. Langkah lain itu misalnya menyita aset atau membekukan rekening milik para buronan.
Hal senada disampaikan anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Nasdem, Taufik Basari. Menurut dia, yang menjadi masalah selama ini, buronan sering kali masih dapat menjalankan bisnisnya sekalipun dalam pelarian.
”Oleh karena itu, pembekuan aset menjadi penting supaya ruang gerak buronan ini menjadi terbatas. Kalau, misalnya, buronan ini berada di luar, sementara bisnisnya tidak berjalan, mereka akan sulit untuk bergerak ke mana-mana,” kata Taufik.
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia Indriyanto Seno Adji juga mengatakan, pembekuan dan penyitaan aset dapat menjadi salah satu upaya paksa untuk membatasi ruang gerak para buronan.
Pembekuan dan penyitaan aset itu tidak melanggar undang-undang karena telah diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Mantan unsur pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Busyro Muqoddas, mengingatkan, penyitaan atau pembekuan aset buronan harus dilakukan secepatnya. Tindakan itu menjadi satu sistem dengan gerakan penindakan yang harus dilakukan dengan cepat dan tepat.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kejagung) Hari Setiyono pun sepakat penyitaan atau pembekuan aset bisa menjadi solusi untuk menangkap buronan. Hal itu akan dilakukan dalam upaya memburu Joko S Tjandra, terpidana kasus pengalihan hak tagih utang atau cessie PT Bank Bali yang buron sejak 2009.
Selain untuk membatasi ruang gerak Joko, rencana penyitaan aset ini juga untuk mengembalikan kerugian negara yang ditimbulkan akibat tindak pidana korupsi yang dilakukannya. Saat ini Kejagung masih dalam proses mencari aset-aset Joko.
Adapun menurut Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri, skema pembekuan atau penyitaan tak bisa diterapkan kepada semua buronan. Misalnya, buronan KPK, Harun Masiku, tersangka penyuap bekas anggota Komisi Pemilihan Umum, Wahyu Setiawan, Januari lalu.
”Dalam kasus suap, yang diblokir itu hanya rekening milik penerima. Kalau pemberi tidak, kan sudah selesai pada barang bukti uang yang sudah diserahkan ke penerima,” ujarnya.
Pencucian uang
Sementara itu, setelah Maria Pauline Lumowa diserahkan kepada Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri, Kepala Bareskrim Polri Komisaris Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengatakan, pihaknya akan menjerat Maria dengan pasal tindak pidana korupsi dan pencucian uang. Untuk itu, Bareskrim telah memeriksa 11 saksi yang merupakan terpidana dalam kasus yang sama yang melibatkan Maria.
”Kami akan melanjutkan pemeriksaan saksi lain. Kami juga akan melacak aset terhadap aliran dana yang masuk ke MPL (Maria Pauline Lumowa), yang tentunya nanti akan laksanakan penyitaan,” ujar Listyo.
Penyitaan aset Maria yang terkait dengan kasus pembobolan kas Bank BNI, menurut Listyo, telah dilakukan sejak Maria ditetapkan sebagai tersangka tahun 2003. Total aset yang disita sebesar Rp 132 miliar.
”Tentu ini jadi bagian yang kami dalami terkait sisa dari pencairan pembobolan Bank BNI,” katanya.
Adapun untuk memenuhi hak Maria sebagai tersangka, Listyo telah berkirim surat kepada Kedutaan Besar Belanda di Indonesia agar memberikan pendampingan hukum bagi Maria. Ini karena Maria telah menjadi warga negara Belanda sejak 1979.
Buronan Joko Tjandra
Terkait buronan Joko Tjandra, Kepala Badan Kepegawaian Daerah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Chaidir membenarkan penonaktifan Asep Subahan sebagai Lurah Grogol Selatan. Penonaktifan karena Asep harus diperiksa atas dugaan pelanggaran disiplin pegawai negeri sipil dalam terbitnya dokumen kartu tanda penduduk elektronik (KTP-el) Joko Tjandra, 8 Juni lalu.
Pada 8 Juni lalu, Joko mengurus KTP-el di Kelurahan Grogol Selatan, Jakarta Selatan (Kompas, 6/7/2020). KTP-el tersebut dipakai untuk mendaftarkan peninjauan kembali perkaranya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada hari yang sama.
Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia Boyamin Saiman mengatakan, seharusnya pemeriksaan tidak hanya terhadap Lurah Grogol Selatan, tetapi juga kepada pejabat lain yang lebih tinggi di Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia serta pejabat Interpol Indonesia. ”Kesalahan lurah itu kesalahan paling kecil,” katanya.
Menurut Boyamin, kesalahan dilakukan pihak Imigrasi karena tidak tahu Joko bebas keluar masuk Indonesia, bahkan menerbitkan paspornya. Adapun pihak Interpol karena mencabut Joko dari daftar pencarian orang Interpol pada 2014, sedangkan status Joko masih buronan. Pejabat yang bertanggung jawab penting untuk diperiksa, termasuk untuk menelusuri kemungkinan mereka terlibat dalam membantu pelarian Joko. (BOW/PDS/HLN)