Ingin Beli 15 Eurofighter Typhoon Austria, Menhan Prabowo Diingatkan Soal Komitmen Tidak Beli Pesawat Bekas
Menhan Prabowo Subianto disebut menjajaki pembelian 15 jet tempur Typhoon yang dibeli Austria sejak 2002. Kemenhan tidak membenarkan, juga tak membantahnya.
Oleh
Edna C Pattisina
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Menteri Pertahanan Prabowo Subianto berkirim surat kepada Menteri Pertahanan Austria Klaudia Tanner untuk mengajukan penawaran pembelian 15 pesawat tempur Eurofighter Typhoon milik Angkatan Udara Austria. Terkait hal itu, pemerintah diingatkan pada komitmen untuk tidak lagi membeli pesawat tempur bekas.
Informasi mengenai surat penawaran itu diungkap media Austria, Kronen Zeitung, dalam laporannya, Sabtu (18/7/2020). Di laman daringnya, laporan itu memuat utuh surat dari Menhan Prabowo. Artikel yang ditulis Klaus Knittelfelder itu menyebutkan, setelah kontroversi 20 tahun karena dugaan korupsi dan masalah dengan pabrikan, sepertinya surat Menhan Indonesia menjadi solusi.
Pesawat itu disebut mahal dari sisi operasionalisasi, yaitu 80.000 euro atau Rp 1,3 miliar per jam. Kronen Zeitung menyatakan mendapat konfirmasi dari Kementerian Pertahanan Austria bahwa kementerian telah menerima surat tersebut dari Menteri Pertahanan Indonesia.
Dalam surat berkop Kementerian Pertahanan RI tertanggal 10 Juli 2020 dan ditandatangani Menhan Prabowo Subianto itu disebutkan Indonesia ingin memenuhi kebutuhan organisasi angkatan bersenjatanya. Prabowo mengatakan mendapat informasi Austria memiliki pesawat tempur Typhoon yang dibeli tahun 2002. Saat ini, Austria memiliki 15 pesawat itu.
”Saya ingin menawarkan membeli 15 pesawat tersebut untuk TNI AU dan semoga proposal saya ini menjadi pertimbangan resmi,” tulis Prabowo di surat tersebut.
Dikonfirmasi terkait surat itu, Kepala Biro Humas Kementerian Pertahanan Djoko Purwanto dan juru bicara Prabowo Subianto, Dahnil Simanjuntak, Senin (20/7/2020), menolak berkomentar. Namun, keduanya tidak membantah surat tersebut. ”Saya tidak berkomentar,” kata Djoko.
Kepala Dinas Penerangan TNI AU Marsekal Pertama Fajar Adriyanto juga tidak berkomentar terkait rencana ini. Akan tetapi, menurut informasi yang diperoleh Kompas, TNI AU telah diminta Kementerian Pertahanan untuk membuat kajian tentang untung-rugi membeli Eurofighter sebagai alternatif. Kajian tersebut di antaranya termasuk soal pemeliharaan dan operasional.
Menurut informasi yang diperoleh Kompas, TNI AU telah diminta Kementerian Pertahanan untuk membuat kajian tentang untung-rugi membeli Eurofighter sebagai alternatif. Kajian tersebut di antaranya termasuk soal pemeliharaan dan operasional.
Saat ini, TNI AU sangat membutuhkan pengadaan pesawat tempur karena F5 sudah beberapa tahun pensiun, tetapi pesawat penggantinya tidak kunjung dibeli. Hal ini terkait dengan pemenuhan kebutuhan pokok minimum TNI AU yang tahun 2019 hanya mencapai sekitar 40 persen, sedangkan kesiapan operasionalnya juga sangat minim. Padahal, kebutuhan pokok minimum untuk TNI AU sesuai rencana harus terpenuhi pada tahun 2024.
Terkait rencana pembelian alat utama sistem persenjataan, menurut catatan Kompas, awal Juli 2020, Badan Kerja Sama Pertahanan Keamanan (DSCA) Amerika Serikat menyatakan Kementerian Luar Negeri AS menyetujui rencana penjualan delapan pesawat tiltrotor MV-22 Osprey Block C ke Indonesia.
Disebutkan, DSCA telah mengirim notifikasi kemungkinan penjualan Osprey, dan Pemerintah Indonesia telah mengajukan pembelian pesawat senilai 2 miliar dollar AS atau sekitar Rp 28,9 triliun. Namun, Sekjen Kemenhan membantah hal tersebut dan menyatakan Indonesia belum ada rencana untuk membeli Osprey.
Anggota Komisi I DPR, Tubagus Hasanuddin, mengatakan, jika informasi tentang surat Menhan itu benar, Kemenhan harus menghentikan rencana pembelian pesawat bekas itu. Tubagus mengacu pada UU Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan.
Dalam UU tersebut disebutkan tentang perlunya ada klausul tentang transfer teknologi, offset dan imbal dagang. Hal-hal ini sulit dimungkinkan kalau Indonesia membeli persenjataan bekas.
”DPR dan pemerintah sudah komitmen kita tidak lagi akan beli pesawat bekas,” kata Hasanuddin.
Pertimbangan lainnya apabila membeli pesawat bekas adalah masalah tahun hidup, suku cadang, dan pemeliharaannya. Dia mengatakan, sampai saat ini program pengadaan pesawat tempur yang telah disetujui DPR RI adalah pengadaan Sukhoi-35 dan kerja sama dengan Korea Selatan membuat pesawat tempur generasi keempat KFX.
Di Austria, rencana memensiunkan Typhoon ini masih tarik ulur. Tahun 2017, situs flightglobal.com mencatat, Menteri Pertahanan Austria Hans Peter Doskozil mengatakan akan memensiunkan 15 Tranche 1 Eurofighter Typhoons pada tahun 2020. Hal ini terkait biaya dan kemampuan pesawat ini.
Sempat ada tuntutan dari Pemerintah Austria terhadap Airbus Defence and Spece dan Eurofighter karena dianggap melakukan penipuan terkait kemampuan pesawat ini. Namun, janes.com menuliskan bahwa pada 6 Juli 2020, Menteri Pertahanan Austria Klaudia Tanner mengatakan akan mempertahankan pesawat Typhoon ini karena adanya kontrak dengan Airbus yang kalau diputuskan akan memakan biaya penalti.