Industri Media Hadapi Tekanan Berat di Masa Pandemi
Pandemi Covid-19 sangat memukul industri media yang beberapa waktu sebelum pandemi sudah menyurut. Dewan Pers menyampaikan, pemerintah berjanji memberikan insentif agar media tidak tutup dan tidak mem-PHK pekerjanya.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI DAN FX LAKSANA AS
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Industri media massa mengalami tekanan yang berat di masa pandemi Covid-19. Oleh karena itu, pemerintah berjanji segera mengucurkan sejumlah insentif untuk mengatasi ancaman penutupan perusahaan pers dan PHK akibat pandemi ini.
Direktur Eksekutif Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers Ade Wahyudin saat dihubungi dari Jakarta, Minggu (26/7/2020), mengatakan, sejak akhir Maret, pihaknya menerima 93 pengaduan terkait dampak krisis di media. Beberapa kasus yang ditemui LBH Pers adakah kebijakan PHK, merumahkan karyawan dan jurnalis, pemotongan gaji, hingga penundaan pembayaran THR. Dari laporan yang diterima LBH Pers tersebut, kasus paling banyak terjadi di Jakarta.
Menurut Ade, dari sejumlah kasus yang diadvokasi oleh LBH Pers, sebenarnya media telah mengalami kondisi surut sebelum masa pandemi Covid-19. Penghematan yang dilakukan sejumlah pihak berdampak pada berkurangnya belanja iklan di media massa. Kondisi keuangan media banyak yang tertekan sehingga berakibat pada kebijakan ketenagakerjaan.
Terkadang perusahaan media kurang dapat mengomunikasikan hal tersebut dengan baik sehingga muncul kesan pandemi ini dijadikan alasan memutuskan kebijakan ketenagakerjaan secara sepihak.
Namun, terkadang perusahaan media kurang dapat mengomunikasikan hal tersebut dengan baik sehingga muncul kesan pandemi ini dijadikan alasan memutuskan kebijakan ketenagakerjaan secara sepihak. Salah satu kasus yang diadvokasi LBH Pers, misalnya, perusahaan media mengaku kesulitan keuangan karena dampak pandemi sehingga sejumlah karyawan terpaksa di-PHK untuk efisiensi keuangan. Namun, setelah melakukan PHK, perusahaan media itu kembali merekrut tenaga kerja baru.
”Perusahaan media juga harus lebih proaktif dalam mengomunikasikan kondisi perusahaan kepada karyawan. Apabila harus ada PHK, sampaikan secara transparan kepada karyawan melalui kesepakatan,” kata Ade.
Badai susulan
Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Abdul Manan menambahkan, kondisi pandemi Covid-19 ini memperparah kondisi keuangan perusahaan media. Sebelum terjadi pandemi, gugus tugas media suistainability Dewan Pers sebenarnya sudah membuat kajian tentang krisis yang mengancam media.
Kemudian, pada awal Maret terjadi temuan kasus pertama pasien Covid-19 di Indonesia. Selama empat bulan terakhir, karena seluruh industri terkena dampak ekonomi akibat Covid-19, perusahaan media ikut merasakan dampaknya. Sebab, penghasilan media masih banyak ditopang dari pendapatan iklan. Di masa sulit ini, seluruh perusahaan melakukan penghematan, terutama belanja iklan dan publikasi.
”Kalau industri lain belum pulih dari krisis, media pun kemungkinan masih akan mengalami guncangan cukup lama. Sebab, media ini terkena ekor krisisnya dari industri lain,” kata Abdul Manan.
Menurut Abdul Manan, negara berkewajiban memberikan perlidungan terhadap kesejahteraan warganya. Salah satunya adalah memberikan insentif dan perlakuan yang sama antara industri media dan industri yang lainnya. Sejumlah insentif itu diberikan untuk membantu arus kas perusahaan media.
Kalau industri lain belum pulih dari krisis, media pun kemungkinan masih akan mengalami guncangan cukup lama. Sebab, media ini terkena ekor krisisnya dari industri lain.
Berdasarkan informasi yang dihimpun AJI, selama empat bulan terakhir, sudah banyak perusahaan yang melakukan kebijakan ketenagakerjaan yang merugikan karyawan, misalnya pemotongan gaji hingga 25 persen, mengurangi jumlah kontributor di daerah, hingga menutup perusahaan media.
Oleh karena itu, walaupun sifatnya tidak membantu secara signifikan, insentif dari pemerintah diharapkan dapat meringankan beban perusahaan media. AJI, sebagai asosiasi yang membawahi jurnalis, berharap insentif yang diberikan pemerintah dapat mencegah kasus-kasus PHK jurnalis. Sebab, peran media di masa pandemi ini sangatlah penting yaitu untuk mengurangi infodemik atau informasi palsu mengenai Covid-19.
”Meskipun ini sifatnya adalah insentif dari pemerintah, perusahaan media tetap tidak boleh kehilangan sifat kritisnya terhadap pemerintah. Karena, di masa krisis kesehatan masyarakat ini, tugas negara adalah memberikan jaring pengaman ekonomi, termasuk kepada perusahaan media,” kata Abdul.
Tujuh insentif dari pemerintah
Pemerintah memastikan industri media akan menerima sejumlah insentif untuk mengatasi ancaman penutupan perusahaan pers dan pemutusan hubungan kerja (PHK). Dalam rapat virtual yang digelar antara Dewan Pers, Menteri Keuangan, Menteri Komunikasi dan Informatika, serta perwakilan asosiasi media nasional, Jumat (24/7/2020), dibahas mengenai insentif tersebut.
Ketua Dewan Pers M Nuh melalui keterangan tertulisnya mengatakan, ada tujuh poin yang disampaikan pemerintah dalam rapat virtual tersebut. Pemerintah akan menghapuskan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) bagi kertas koran seperti janji Presiden Joko Widodo sejak Agustus 2019. Dalam peraturan Menteri Keuangan yang menjadi peraturan pelaksana Perpres Nomor 72 Tahun 2020 akan ditegaskan bahwa PPN terhadap bahan baku media cetak menjadi tanggungan pemerintah.
Pemerintah juga akan mengupayakan mekanisme penundaan penangguhan beban listrik bagi industri media melalui Kementerian Keuangan. Selain itu, juga akan ada skema penangguhan kontribusi BPJS Ketenagakerjaan selama 12 bulan untuk industri pers dan industri lainnya lewat keputusan presiden (keppres). Pemerintah juga akan mendiskusikan dengan BPJS Kesehatan terkait penundaan pembayaran premi BPJS Kesehatan bagi pekerja media.
Keringanan cicilan pajak korporasi di masa pandemi dari semula 30 persen akan diturunkan menjadi 50 persen. Pemerintah juga akan membebaskan Pajak Penghasilan (PPh) karyawan yang berpenghasilan hingga Rp 200 juta per tahun. Terakhir, pemerintah akan menginstruksikan kepada semua kementerian agar mengalihkan anggaran belanja iklan terutama Iklan Layanan Masyarakat kepada media lokal.
”Dewan Pers menyampaikan apresiasi kepada pemerintah atas perhatian yang tinggi terhadap nasib dan keberlangsungan pers sebagai pilar keempat demokrasi. Sebagai bagian dari komponen bangsa, pers nasional mendukung upaya pemerintah dalam menangani pandemi Covid-19,” kata M Nuh.
Demokrasi
Keberlanjutan industri media dibutuhkan karena perannya yang sangat penting dalam demokrasi dan pemberitaan.
”Presiden Joko Widodo mengingatkan bahwa ekosistem dan industri media harus berjalan dengan sehat dan terlindungi agar masyarakat dapat terus menerima kualitas informasi yang baik,” kata Juru Bicara Presiden Fadjroel Rachman melalui siaran pers, Minggu (26/7/2020).
Negara, menurut Fadjroel, membutuhkan kehadiran pers dengan perspektif jernihnya untuk berdiri di depan melawan kekacauan informasi, penyebaran hoaks, dan ujaran kebencian yang mengancam kehidupan demokrasi. Negara membutuhkan kehadiran pers untuk membangkitkan semangat positif yang mendorong produktivitas dan optimisme bangsa.