Meski wilayahnya tergolong zona hijau dan zona kuning, pemerintah daerah tak boleh gegabah memutuskan pembukaan kegiatan belajar-mengajar tatap muka. Untuk mencegah Covid-19, sejumlah syarat dan proses harus dilakukan.
Oleh
ANITA YOSSIHARA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah daerah tidak boleh gegabah memutuskan pembukaan kegiatan belajar-mengajar secara tatap muka meski wilayahnya tergolong zona hijau dan zona kuning. Sejumlah persyaratan dan tahapan harus dipenuhi, selain koordinasi dengan pemerintah pusat.
Juru bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito, dalam jumpa wartawan virtual dari Kantor Presiden, Jakarta, Kamis (20/8/2020), menegaskan, pembuatan kebijakan pembelajaran tatap muka, khususnya di zona hijau dan zona kuning, harus melalui serangkaian proses untuk menghindari penularan Covid-19. ”Itu (pembukaan sekolah) harus melalui proses di mana ada prakondisi, timing, prioritas, dan harus dilakukan simulasi,” ujarnya.
Baca juga : Kebijakan Pendidikan Formal Anak pada Masa Pandemi Covid-19
Sama seperti pembukaan aktivitas di sektor lain, pembukaan sekolah tatap muka juga harus melalui serangkaian tahapan dan simulasi. Langkah awal yang harus dilakukan adalah menetapkan waktu serta prioritas yang tepat untuk pembukaan pembelajaran tatap muka. Tak hanya itu, pemerintah daerah (pemda) juga harus menjalankan tahapan prakondisi dan simulasi.
Itu (pembukaan sekolah) harus melalui proses di mana ada prakondisi, timing, prioritas, dan harus dilakukan simulasi.
Sejumlah persyaratan juga harus dipenuhi, terutama persetujuan dari sekolah, komite sekolah, dan orangtua murid. Infrastruktur pendukung untuk penerapan protokol kesehatan ketat di sekolah juga harus dipenuhi. Sekolah juga perlu melakukan simulasi sebelum pembelajaran tatap muka benar-benar dilaksanakan.
Hal yang tak kalah penting adalah koordinasi dengan pemerintah pusat sebelum pemda memutuskan pembukaan pembelajaran tatap muka. Sebab, pembukaan sekolah di zona hijau dan zona kuning berkaitan dengan kebijakan pemerintah pusat.
Pelaksanaan pembelajaran tatap muka juga harus terus diawasi dan dievaluasi setiap saat. Pemda harus menghentikan sementara pembelajaran tatap muka jika ternyata kebijakan itu tidak aman karena meningkatkan risiko penularan Covid-19.
”Jika dirasa aman dan sudah disimulasikan, seharusnya (sekolah) bisa berjalan dengan aman. Jika tidak berjalan dengan aman, bisa dilakukan penghentian sementara,” kata Wiku.
Pemda, lanjutnya, harus bertanggung jawab atas kebijakannya membuka pembelajaran tatap muka. Tak hanya menyiapkan fasilitas pendukung penerapan protokol kesehatan, pemda juga dituntut untuk terus berkoordinasi dan melaporkan perkembangan pelaksanaan pembelajaran tatap muka.
Proses belajar-mengajar ditunda
Berdasarkan pantauan, sejumlah daerah dengan risiko penularan rendah atau zona kuning sudah mulai membuka sekolah tatap muka. Kota Serang, Banten, mulai membuka pembelajaran tatap muka pada Selasa (18/8/2020) lalu.
Surat keputusan bersama (SKB) empat menteri dan penetapan zona risiko penularan menjadi landasan Wali Kota Serang Syafrudin memutuskan membuka pembelajaran tatap muka. Namun, pada hari yang sama, satuan tugas penanganan Covid-19 menetapkan peningkatan status Kota Serang dari zona kuning menjadi zona oranye karena ada peningkatan kasus.
Selama 17 hari pada bulan Agustus, jumlah kasus terkonfirmasi positif di kota berpenduduk 600.000 jiwa itu mencapai 23 kasus. Padahal, selama bulan Juli, baru ditemukan 12 kasus positif Covid-19.
Perubahan status itu pun membuat Pemerintah Kota Serang memutuskan penundaan meski baru dua hari pembelajaran tatap muka berjalan. ”Betul, Bapak Wali Kota memutuskan penundaan pembelajaran tatap muka,” kata Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Serang Hari W Pamungkas. Pembelajaran tatap muka akan kembali dibuka jika risiko penularan Covid-19 sudah turun menjadi rendah atau bahkan tidak ada sama sekali.
Betul, Bapak Wali Kota memutuskan penundaan pembelajaran tatap muka.
Secara terpisah, Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Bambang Soesatyo meminta pemerintah mempertimbangkan kembali kebijakan penerapan pembelajaran tatap muka di zona kuning. Seharusnya pembelajaran tatap muka dilakukan setelah kondisi benar-benar aman untuk mencegah munculnya kluster penyebabaran Covid-19 di sekolah.
Sementara itu, Satuan Tugas Penanganan Covid-19 mengklaim penanganan pandemi di Indonesia sudah lebih baik. Hal itu setidaknya terlihat dari kasus aktif sebesar 27,2 persen, lebih rendah dari rata-rata dunia yang masih 28,7 persen. Persentase pasien sembuh juga relatif lebih tinggi dari rata-rata dunia, yakni 68,3 persen.
Namun, angka kematian pasien Covid-19 masih lebih tinggi dari rata-rata dunia. Jika angka kematian akibat Covid-19 di dunia sebesar 3,5 persen, di Indonesia angkanya masih 4,35 persen.