Kejagung: Soal Penyebab Kebakaran, Tunggu Saja Hasil Penyelidikan Polri
Kapuspenkum Kejagung Hari Setiyono meminta masyarakat menunggu hasil penyelidikan Polri terkait penyebab kebakaran Gedung Utama Kejagung. Besok, Jaksa Agung akan berkantor di Badan Diklat Kejagung di Ragunan, Jaksel.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Kejaksaan Agung menjamin kebakaran di gedung utama Kejaksaan Agung tidak akan memengaruhi penanganan perkara terutama untuk kasus tindak pidana korupsi. Kejagung meminta masyarakat menunggu hasil penyelidikan dari Kepolisian Negara RI, sehingga tidak berspekulasi mengenai penyebab kebakaran tersebut.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kejagung) Hari Setiyono, di Jakarta, Minggu (23/8/2020), memastikan, berkas perkara tindak pidana korupsi yang ditangani Kejagung dalam kondisi aman 100 persen. Kepolisian telah memasang garis polisi untuk menyelidiki penyebab kebakaran tersebut.
“Di gedung ini tidak ada berkas yang terkait dengan penanganan perkara (terkait terpidana "cessie" Bank Bali Joko Tjandra). Penyebab kebakaran sampai dengan saat ini masih dalam proses penyelidikan Polri. Mohon bersabar dan tidak membuat spekulasi atau asumsi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan,” kata Hari.
Terkait arsip yang terbakar, kata Hari, Kejaksaan Agung telah memiliki pusat arsip atau data (record center) serta prosedur operasi standar berupa langkah antisipatif jika terjadi bencana. Pusat arsip itu diharapkan akan mendukung data yang terbakar. Selain itu, data kepegawaian juga dimiliki masing-masing kejaksaan negeri dan kejaksaan tinggi.
Sebagaimana diketahui, api telah melahap gedung utama Kejagung yang terdiri dari enam lantai. Area kantor yang terbakar antara lain lantai 5 dan 6 yang merupakan kantor Jaksa Agung Muda Bidang Pembinaan (Jambin). Api juga melahap lantai 3 dan 4 yang merupakan kantor Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen (Jamintel).
Pada lantai 1 dan 2 terdapat aula dan kantor Jaksa Agung beserta Wakil Jaksa Agung. Selain itu di gedung tersebut ada sejumlah biro, yaitu Biro Kepegawaian, Biro Keuangan dan Perencanaan, juga Biro Umum.
Berkantor di Badan Diklat
Terkait dengan aktivitas Jaksa Agung, Wakil Jaksa Agung, beserta pegawai yang kantornya terbakar, menurut Hari, Kejaksaan Agung masih memiliki gedung-gedung lain di wilayah Jakarta. Menurut rencana, mulai besok Jaksa Agung, Wakil Jaksa Agung, Jamintel beserta staf dan Jambin beserta staf akan berkantor di Badan Diklat Kejaksaan RI Kampus A di Ragunan, Jakarta Selatan.
Sementara, untuk Jamintel beserta staf utuk sementara akan berkantor di Badan Diklat Kejaksaan RI Kampus B di Ceger, Jakarta Timur. Lokasinya berdekatan dengan Rumah Sakit Umum Adhyaksa.
“Kami punya beberapa gedung dan kinerja tidak masalah. Jaksa Agung dapat berkantor di manapun sehingga secara institusi tidak masalah,” ujar Hari.
Sementara itu, Sabtu (22/8) malam, 25 tahanan di Rutan Salemba cabang Kejagung dievakuasi ke Rutan Salemba cabang Kejari Jaksel. Menurut rencana, Minggu (23/8) sore ini mereka akan dipindahkan kembali ke Rutan Salemba cabang Kejagung.
Peneliti Indonesia Corruption Watch Kurnia Ramadhana mengatakan, penyebab terbakarnya gedung utama Kejagung mesti diusut transparan, apakah semata karena kelalaian atau ada unsur kesengajaan. Dugaan kesengajaan, kata dia, beralasan karena saat ini Kejagung sedang menangani beberapa perkara besar, salah satunya dugaan tindak pidana suap terkait terpidana "cessie" Bank Bali Joko Tjandra yang diduga melibatkan jaksa Pinangki Sirna Malasari.
“Bukan tidak mungkin ada pihak-pihak yang berencana untuk menghilangkan barang bukti yang tersimpan di gedung tersebut,” kata Kurnia.
Terkait dengan perkara yang melibatkan jaksa Pinangki, lanjut Kurnia, hingga saat ini tim penyidik dari Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) belum menetapkan tersangka untuk terduga penyuap. Padahal mustahil sebuah tindak pidana korupsi hanya dilakukan oleh satu orang saja.
Menurut Kurnia, ICW meragukan komitmen Kejagung menuntaskan perkara yang melibatkan Jaksa Pinangki. Sebab terdapat beberapa kejadian yang menimbulkan skeptisisme publik, yakni mulai dari dikeluarkannya pedoman pemeriksaan Jaksa yang kemudian langsung dibatalkan, pemberian bantuan hukum kepada Jaksa Pinangki, dan terakhir terbakarnya gedung Kejagung.