Waktu Pendaftaran Singkat, KPU Ingatkan Pasangan Calon Cermat Siapkan Berkas
Karena waktu pendaftaran sangat singkat, pasangan calon diminta mempersiapkan dokumen syarat pendaftaran dengan cermat. Selain syarat dokumen, pasangan calon juga diwajibkan menjalani tes usap atau tes PCR Covid-19.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pendaftaran pasangan calon peserta pilkada serentak 2020 akan dimulai pada 4-6 September. Karena waktu pendaftaran sangat singkat, partai politik diminta mempersiapkan dokumen syarat pendaftaran dengan cermat. Selain syarat dokumen, pasangan calon juga diwajibkan menjalani tes usap atau tes PCR Covid-19.
Pilkada serentak 2020 berlangsung di sembilan provinsi dan 261 kabupaten/kota. Proses pendaftaran akan dilakukan di kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) setempat.
Anggota KPU, Hasyim Asy’ari, dalam acara Sosialisasi Pencalonan pada Pemilihan Serentak 2020 secara daring, Rabu (2/9/2020), mengingatkan bahwa pendaftaran pasangan calon yang diusung parpol dilakukan oleh pimpinan parpol sesuai dengan tingkatannya.
Dalam pemilihan gubernur, pendaftaran dilakukan oleh ketua dewan pimpinan daerah (DPD) parpol tingkat provinsi. Adapun untuk pemilihan bupati dan wali kota, pendaftaran dilakukan oleh ketua dewan pimpinan cabang (DPC) parpol pengusung. Setiap parpol hanya bisa mendukung atau mengusung satu pasangan calon. Pasangan calon yang dapat didaftarkan ke KPU adalah yang telah mendapatkan rekomendasi dari dewan pimpinan pusat (DPP).
Selain itu, untuk calon yang sudah pernah dipidana dengan ancaman hukuman lebih dari lima tahun, mereka harus sudah selesai menjalani hukumannya dengan jeda waktu lima tahun. Bekas terpidana bandar narkoba dan kejahatan seksual terhadap anak tak boleh mencalonkan diri di pilkada.
Hasyim juga mengingatkan, bekas terpidana yang hendak mencalonkan diri juga tidak sedang dicabut hak politiknya berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Menurut dia, aturan itu tertuang dalam Pasal 4 Peraturan KPU Nomor 1 Tahun 2020 dan Pasal 42 Ayat (1) PKPU Nomor 1 Tahun 2020 dengan konsideran putusan Mahkamah Konstitusi.
”Masa pendaftaran hanya tiga hari dan hari terakhir sampai pukul 24.00. Parpol ataupun calon perseorangan harus teliti terhadap dokumen calon yang diserahkan. Jika persyaratan dokumen tidak memenuhi, semua dokumen akan dikembalikan untuk nantinya dikembalikan lagi ke KPU setelah dilengkapi,” katanya.
Hasyim juga mengingatkan, setelah memperhatikan persyaratan administrasi baik terkait syarat calon maupun syarat pencalonan, pasangan calon juga harus memeriksakan kesehatan sebelum pendaftaran. Mereka harus dinyatakan negatif dari Covid-19 berdasarkan hasil tes real time polymerase chain reaction (RT-PCR) atau tes usap (swab).
Hasil pemeriksaan itu diserahkan pada saat pendaftaran. Apabila pasangan bakal calon dinyatakan positif Covid-19, mereka tidak diperkenankan hadir pada saat pendaftaran. Untuk pasangan calon yang terpapar Covid-19, apabila dinyatakan memenuhi syarat, pemeriksaan kesehatan di rumah sakit yang direkomendasikan oleh KPU akan dilanjutkan setelah hasil pemeriksaan Covid-19-nya negatif.
”Konsekuensinya, jika ada bakal pasangan calon yang positif Covid-19, tahapan penetapan calon akan mundur, pengundian nomor pasangan calon mundur. Demikian pula dengan masa kampanye yang akan terpotong,” ujar Hasyim.
Kerentanan sengketa
Titi Anggraini dari Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mengingatkan KPU tentang kerentanan konflik dan sengketa di tahapan pencalonan.
Menurut Titi, pada tahapan pencalonan kerap terjadi konflik yang melibatkan massa, misalnya ketidakpuasan salah satu calon terhadap rekomendasi DPP parpol. Ada pula konflik yang terjadi karena dualisme atau perpecahan pengurus parpol.
KPU dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), kata Titi, harus berhati-hati pada tahapan ini karena konflik yang terjadi pada saat pencalonan dapat berimplikasi hukum. Implikasi hukum itu bisa berupa pelanggaran administratif, sengketa pemilihan, sengketa tata usaha negara, tindak pidana pemilu, bahkan nantinya sampai pada perselisihan hasil pemilu.
Oleh karena itu, kepedulian dan partisipasi publik dalam mengawasi tahapan itu sangat diperlukan. Apalagi, pilkada diselenggarakan pada masa pandemi Covid-19. Dalam situasi seperti ini, partisipasi publik diprediksi tidak akan optimal karena sejumlah kebijakan pembatasan sosial. Selain itu, kepatuhan masyarakat ataupun pendukung pasangan calon dalam tahapan pilkada juga harus diawasi.
Selama ini, kepatuhan masyarakat terhadap protokol kesehatan masih rendah. Apabila KPU dapat ketat melaksanakan dan mengatur protokol kesehatan, diharapkan tahapan pilkada tidak akan membahayakan keselamatan warga, peserta, dan penyelenggara pemilihan.
Bekas terpidana
Terkait syarat calon di pilkada, anggota Bawaslu, Rahmat Bagja, mengatakan, Bawaslu sudah mengirimkan surat kepada Mahkamah Agung (MA) terkait pedoman penghitungan masa jeda setelah menjalani hukuman bagi bekas terpidana.
Menurut Bagja, Bawaslu masih ragu terkait patokan sejak kapan jeda lima tahun dihitung. MA telah memberikan pedoman mengenai hal tersebut. Pedoman itu segera disosialisasikan kepada Bawaslu tingkat kota, kabupaten, dan provinsi.
”MA juga memberikan penjelasan mengenai perbedaan definisi antara narapidana dan terpidana. Bekas narapidana adalah mereka yang sudah menjalani hukuman, tetapi mendapatkan hak bebas bersyarat. Sementara bekas terpidana adalah mereka yang sudah menjalani hukuman pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap,” ujarnya.
Terkait dengan potensi konflik dan sengketa yang rawan terjadi di tahapan pencalonan, Bagja mengatakan, wewenang pengurusan sengketa memang berada di tangan Bawaslu. Keputusan Bawaslu kemudian akan ditindaklanjuti oleh KPU. Apabila pihak terkait tidak puas, mereka dapat melanjutkan lagi sengketa ke Pengadilan Tata Usaha Negara.