Kejaksaan telah melimpahkan berkas perkara Pinangki Sirna Malasari ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Pinangki dijerat dengan pasal korupsi terkait pengurusan fatwa ke MA dan pencucian uang.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Jaksa penuntut umum telah melimpahkan berkas perkara tersangka Pinangki Sirna Malasari ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Pinangki didakwa pasal dugaan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Hari Setiyono, Kamis (17/9/2020), mengatakan, tim jaksa gabungan dari Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus dan Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat telah melimpahkan berkas perkara Pinangki ke Pengadilan Tipikor.
”Pinangki Sirna Malasari diajukan sebagai terdakwa ke Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat dengan dakwaan kumulatif, yaitu tipikor dan tindak pidana pencucian uang,” kata Hari.
Pinangki Sirna Malasari diajukan sebagai terdakwa ke Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat dengan dakwaan komulatif, yaitu tipikor dan tindak pidana pencucian uang. (Hari Setiyono)
Menurut Hari, duduk perkara dari dakwaan tersebut adalah sekitar bulan November 2019, Pinangki bersama Anita Kolopaking dan Andi Irfan Jaya bertemu Joko Soegiarto Tjandra di kantornya di The Exchange 106 Lingkaran TrX, Kuala Lumpur, Malaysia. Saat itu, Joko S Tjandra setuju meminta Pinangki dan Anita untuk membantu pengurusan fatwa ke Mahkamah Agung melalui Kejaksaan Agung.
Atas permintaan tersebut, Pinangki dan Anita bersedia memberikan bantuan dan Joko S Tjandra akan menyediakan imbalan berupa uang sebesar 1 juta dollar AS atau sekitar Rp 14 miliar untuk Pinangki. Namun, uang itu akan diserahkan melalui Andi selaku rekan Pinangki.
Hal itu sesuai dengan proposal ”action plan” yang dibuat Pinangki dan diserahkan Andi kepada Joko S Tjandra. Selain itu, Pinangki, Andi, dan Joko S Tjandra juga sepakat untuk memberikan uang sebesar 10 juta dollar AS atau sekitar Rp 140 miliar kepada pejabat di Kejagung dan MA guna mengurus permohonan fatwa MA melalui Kejagung.
Pinangki, Andi, dan Joko S Tjandra juga sepakat untuk memberikan uang sebesar 10 juta dollar AS atau sekitar Rp 140 miliar kepada pejabat di Kejaksaan Agung dan Mahkamah Agung guna mengurus permohonan fatwa Mahkamah Agung melalui Kejaksaan Agung.
Kemudian, Joko S Tjandra memerintahkan adik iparnya, yakni Herriyadi Angga Kusuma (almarhum), untuk memberikan uang kepada Pinangki melalui Andi sebesar 500.000 dollar AS (sekitar Rp 7 miliar) di Jakarta. Uang itu adalah uang muka 50 persen dari 1 juta dollar AS yang dijanjikan.
Selanjutnya Andi memberikan uang itu kepada Pinangki. Dari uang tersebut, sebanyak 50.000 dollar AS diberikan Pinangki kepada Anita sebagai pembayaran awal jasa penasihat hukum, sedangkan sisanya masih dalam penguasaan Pinangki.
”Namun, dalam perjalanannya, ternyata rencana yang tertuang dalam action plan itu tidak ada satu pun yang terlaksana. Padahal, Joko S Tjandra telah memberikan uang muka 500.000 dollar AS,” ujar Hari.
Kemudian, Joko S Tjandra pada Desember 2019 membatalkan action plan dengan cara memberikan catatan pada kolom notes dari action plan tersebut dengan tulisan tangan ”NO”. Kemudian, sisa uang sebesar 450.000 dollar AS yang berada dalam penguasaan Pinangki ditukarkan melalui penukaran valuta asing yang dilakukan oleh sopir Pinangki, yakni Sugiarto dan Beni Sastrawan.
Ternyata, rencana yang tertuang dalam ”action plan” itu tidak ada satu pun yang terlaksana. Padahal, Joko S Tjandra telah memberikan uang muka 500.000 dollar AS.
Uang tersebut digunakan Pinangki untuk membeli mobil BMW X-5, membayar dokter kecantikan di Amerika Serikat, dan membayar akomodasi ketika di Amerika Serikat. Uang itu juga untuk membayar dokter, kartu kredit, serta sewa apartemen Essence Darmawangsa dan Pakubowono Signature secara tunai.
Berdasarkan itu, lanjut Hari, perbuatan Pinangki termasuk perbuatan tindak pidana korupsi yang menerima hadiah atau janji terkait pengurusan fatwa ke Mahkamah Agung melalui Kejaksaan Agung. Selain itu, penggunaan uang tersebut patut diduga sebagai perbuatan pencucian uang dari tindak pidana korupsi.
Menurut Hari, Pinangki didakwa pasal berlapis, yakni Pasal 5 Ayat (2) jo Pasal 5 Ayat (1) Huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Pasal 11 UU yang sama. Kedua, Pinangki didakwa Pasal 3 UU No 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Ketiga, Pinangki juga didakwa Pasal 15 jo Pasal 5 Ayat (1) Huruf a UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 88 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dan Pasal 15 jo Pasal 13 UU No 31/1999 jo Pasal 88 KUHP.
Secara terpisah, kuasa hukum Pinangki, Jefri Moses Kam, ketika dikonfirmasi Kompas mengatakan, pelimpahan berkas perkara kliennya ke Pengadilan Tipikor PN Jakarta Pusat telah diterima. ”Kami siap menghadapi sidang nantinya. Begitu juga Mbak Angki (Pinangki),” kata Jefri.