Dugaan permufakatan jahat yang dilakukan jaksa Pinangki Sirna Malasari, Anita Kolopaking, dan Joko Tjandra terkait pengurusan fatwa MA diharapkan dapat terungkap di persidangan yang akan mulai digelar Rabu (23/9/2020)
Oleh
Dian Dewi Purnamasari dan Norbertur Arya Dwiangga Martiar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta akan mulai menyidangkan perkara dugaan korupsi dan pencucian uang dengan terdakwa jaksa Pinangki Sirna Malasari pada Rabu (23/9/2020). Persidangan tersebut diharapkan mampu menguak dugaan adanya kesepakatan 10 juta dollar AS yang akan diberikan kepada pejabat Kejaksaan Agung dan Mahkamah Agung terkait pengurusan fatwa dalam perkara Joko S Tjandra.
Pejabat Humas PN Jakarta Pusat Bambang Nurcahyono, Senin (21/9), mengatakan, sidang perdana perkara Pinangki akan digelar pada Rabu (23/9). Perkara tersebut akan diperiksa majelis hakim yang diketuai Eko Purwanto dengan hakim anggota Moch Agus Salim dan Sunarso. Sidang akan digelar dengan memperhatikan protokol kesehatan.
Sebelumnya, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Hari Setiyono mengatakan, kasus ini bermula dari pertemuan Pinangki, Anita Kolopaking, dan Andi Irfan Jaya dengan Joko S Tjandra (terpidana kasus cessie Bank Bali) di Malaysia, November 2019. Joko setuju meminta bantuan Pinangki dan Anita mengurus permohonan fatwa ke MA melalui Kejagung dengan imbalan 1 juta dollar AS atau sekitar Rp 14 miliar.
Selain itu, Pinangki, Andi, dan Joko S Tjandra juga sepakat memberikan uang 10 juta dollar AS atau sekitar Rp 140 miliar kepada pejabat di Kejagung dan MA untuk memuluskan pengurusan fatwa.
Kemarin, Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman meminta Komisi Pemberantasan Korupsi menyelidiki keterlibatan pihak lain dalam dugaan permufakatan jahat yang melibatkan Pinangki, Joko Tjandra, dan Anita. Keterlibatan pihak lain itu terungkap dalam percakapan antara Anita dan Pinangki saat membahas permohonan fatwa dengan menyebut ”bapakku”, ”bapakmu”, dan ”king maker”.
Keterlibatan pihak lain itu terungkap dalam percakapan antara Anita dan Pinangki saat membahas permohonan fatwa dengan menyebut ”bapakku”, ”bapakmu”, dan ”king maker”.
Secara terpisah, mantan Ketua MA Hatta Ali membantah kenal dengan Pinangki ataupun Andi Irfan Jaya. Namun, Hatta mengaku kenal dengan Anita karena sama-sama mengikuti program doktor di Universitas Padjadjaran. Selain itu, Anita juga merupakan salah satu anggota ASEAN Law Association (ALA) dan menjadi salah satu delegasi dalam konferensi ALA di Phuket, Thailand.
”Saya bertemu dengan Anita Kolopaking di Phuket, Thailand, dalam rangka konferensi ALA. Di situ tidak ada pembicaraan mengenai kasus Joko Tjandra,” ujar Hatta.
Terkait fatwa yang dijanjikan Pinangki, menurut Hatta Ali, hal itu sangat mustahil. MA selama ini tak pernah sekali pun mengeluarkan fatwa yang bersifat teknis untuk membatalkan atau mengoreksi putusan PK. Permohonan fatwa itu sendiri tak pernah diterima di MA. Selain itu, kasus itu mencuat setelah dirinya pensiun.
Penyidikan insiden kebakaran
Sementara itu, Bareskrim Polri masih melanjutkan penyidikan kebakaran gedung utama Kejagung dengan memeriksa 12 saksi. Ke-12 saksi ini merupakan bagian dari 131 saksi yang telah diperiksa sebelumnya. Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Awi Setiyono mengatakan, pemeriksaan itu adalah upaya pendalaman oleh penyidik.
”Saksi yang potensial inilah yang betul-betul didalami karena sebagaimana kami sampaikan, ada 2 pasal yang disangkakan, yaitu Pasal 187 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang mengatur mengenai Kesengajaan Melakukan Pembakaran dan Pasal 188 KUHP tentang Kesalahan atau Kealpaannya. Namun, kalau secara materi kami tidak bisa sampaikan,” kata Awi.
Menurut Awi, para saksi yang diperiksa adalah mereka yang pada detik-detik munculnya api terbuka itu ada di sekitar ruang rapat biro kepegawaian. Sebab, dari pemeriksaan sebelumnya, ada saksi yang mengaku berusaha memadamkan api tersebut.