Mahfud MD: Kuasa Hukum Rizieq Ajukan Syarat Terlalu Tinggi
Menko Polhukam Mahfud MD sempat bertemu dengan kuasa hukum pemimpin FPI Rizieq Shihab. Namun, dalam silaturahmi itu, kata Mahfud, kuasa hukum Rizieq sudah mengajukan syarat rekonsiliasi yang terlalu tinggi.
Oleh
Dian Dewi Purnamasari
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menegaskan, pemerintah tidak berencana melakukan rekonsiliasi dengan pemimpin Front Pembela Islam Muhammad Rizieq Shihab. Pemerintah menilai syarat yang diajukan oleh pihak kuasa hukum Rizieq terlalu tinggi.
Mahfud MD dalam keterangan tertulis, Sabtu (12/12/2020), mengatakan, pihaknya sebenarnya sudah bertemu dengan tim kuasa hukum Rizieq sebelum yang bersangkutan mendarat di Indonesia dari Arab Saudi (9/11/2020). Mahfud bertemu dengan tim kuasa hukum Rizieq, yaitu Sujito dan Ari, di sebuah tempat yang netral. Pertemuan itu dilakukan untuk menjaga negara dan umat serta demi kebaikan rakyat dan umat.
Namun, pertemuan tersebut tidak menghasilkan kesepakatan apa pun. Mahfud mengatakan, dalam silaturahmi itu, pihak kuasa hukum Rizieq sudah mengajukan syarat rekonsiliasi yang terlalu tinggi. Sejumlah syarat itu, di antaranya, adalah membebaskan terpidana teroris serta membebaskan terpidana dengan nama tertentu.
”Belum silaturahmi sudah minta syarat tinggi. Maka, saya tegaskan, pemerintah tak berencana rekonsiliasi dengan MRS (Muhammad Rizieq Shihab),” kata Mahfud.
Dihubungi terpisah, Minggu (13/12/2020), kuasa hukum Rizieq, Sujito, membenarkan perihal pertemuan itu. Pihaknya mengapresiasi inisiatif yang dilakukan oleh Menko Polhukam. Sosok Mahfud dianggap sebagai akademisi yang bersifat netral dan mengupayakan perdamaian demi kepentingan umat. Namun, menurut Sujito, dalam pertemuan itu memang tidak terjadi kesepakatan. Sebab, syarat rekonsiliasi yang diajukan pihak Rizieq dianggap terlalu berat.
Sujito menuturkan, syarat yang diajukan Rizieq adalah meminta sejumlah ulama dibebaskan dari tahanan. Mereka, di antaranya, adalah terpidana kasus terorisme Abu Bakar Baasyir dan pemimpin Majelis Pembela Rasulullah Bahar bin Smith. Alasan permintaan pembebasan Abu Bakar Baasyir, katanya, adalah yang bersangkutan telah menjalani masa pidana, sedangkan kondisinya sekarang sudah tua dan kondisi kesehatannya rentan.
Selain itu, pihaknya juga meminta kasus yang melibatkan aktivis Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI), Jumhur Hidayat dan Syahganda Nainggolan, tidak dilanjutkan. Keduanya diharapkan dapat dibebaskan dari kasus dugaan penyebaran ujaran kebencian atau hoaks dalam demonstrasi penolakan Undang-Undang Cipta Kerja.
”Untuk kasus Jumhur Hidayat dan Syahganda Nainggolan ini, kan, ada implikasi politiknya karena mereka kritis terhadap kekuasaan. Kami berharap mereka bisa dibebaskan dan kasusnya tidak dilanjutkan di kepolisian,” ujarnya.
Sugito membenarkan bahwa permintaan Rizieq tersebut dianggap terlalu berat oleh pemerintah. Jadi, setelah itu, tidak ada komunikasi lagi antara pemerintah dan pihak kuasa hukum Rizieq.
Membentuk tim independen
Saat ini, Rizieq Shihab sudah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan dalam perkara pelanggaran protokol kesehatan pada masa pembatasan sosial berskala besar (PSBB) transisi oleh Polda Metro Jaya.
Tim kuasa hukum berpendapat, di luar kasus Rizieq yang berproses di Polda Metro Jaya, pihaknya berharap ada penyelidikan yang bersifat independen terhadap insiden enam anggota laskar FPI yang tewas tertembak polisi di Tol Cikampek, Senin (7/12/2020) dini hari. Pihaknya berharap Presiden membuat tim independen yang bisa mengusut secara netral kejadian tersebut.
”Kami mendesak supaya Presiden membentuk tim independen pencari fakta untuk mengusut tuntas penembakan enam anggota laskar FPI di Tol Cikampek,” kata Sugito.
FPI juga mengapresiasi langkah Komnas HAM yang telah melakukan penyelidikan terhadap insiden tersebut. Hasil investigasi dari Komnas HAM diharapkan membuka celah kebenaran kasus tersebut.
Polri juga sedang menyelidiki kasus itu. Seperti diberitakan Kompas.id (9/12/2020), Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri membentuk tim khusus untuk mengawasi penyidikan insiden yang menyebabkan enam anggota FPI meninggal saat bentrok dengan polisi.
Perihal pengawasan dan pembentukan tim khusus oleh Propam Polri ini disampaikan Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Raden Prabowo Argo Yuwono, Selasa (8/12/2020). ”Semua tindakan yang dilakukan anggota dalam sidik dilakukan pengawasan dan pengamanan oleh Divisi Propam. Semua itu agar pengusutan kasus ini transparan,” kata Argo.
Menurut dia, kasus ini telah diambil alih Polri dari sebelumnya ditangani Polda Metro Jaya.
Insiden antara anggota FPI dan polisi ini terjadi di Jalan Tol Jakarta-Cikampek Kilometer 50, Senin (7/12/2020). Sejumlah penjelasan muncul terkait peristiwa yang disebut terjadi sekitar pukul 00.30 tersebut.
Kepala Polda Metro Jaya Irjen Fadil Imran menyatakan, anggotanya diserang ketika hendak menyelidiki kebenaran informasi terkait adanya pengerahan massa saat pemimpin FPI Rizieq Shihab akan diperiksa di Polda Metro Jaya, Senin siang. Namun, kuasa hukum Rizieq Shihab, Aziz Yanuar, menuturkan, rombongan Rizieq dihadang dan ditembak.