Berbagai kriteria dituntut dari Kapolri mendatang; kecakapan dan pengalaman, mampu mengonsolidasikan internal kepolisian, berintegritas, dan jujur. Hal ini mengingatkan kepada sosok mantan Kapolri Hoegeng.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·5 menit baca
Sosok pengganti Kepala Polri telah mengerucut menjadi lima calon, semuanya jenderal bintang tiga. Di tengah proses ”penapisan” calon pemimpin Korps Bhayangkara itu, tak ada salahnya pemangku kepentingan mengenang lagi teladan mantan Kapolri Hoegeng.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan yang juga Ketua Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Mahfud MD, melalui akun Twitter-nya @mohmahfudmd, menyampaikan, lima perwira tinggi Polri telah diusulkan Kompolnas kepada Presiden Joko Widodo untuk menjadi calon Kepala Polri.
Mereka adalah Wakil Kapolri Komjen Gatot Eddy Pramono, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Komjen Boy Rafli Amar, Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komjen Listyo Sigit Prabowo, Kepala Badan Pemelihara Keamanan Polri Komjen Agus Andrianto, serta Kepala Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Polri Komjen Arief Sulistyanto.
”Kelima orang itu dianggap memenuhi syarat profesionalitas, loyalitas, dan jam terbang,” kata Mahfud dalam cuitan Twitter pada 8 Januari 2021.
Pengumuman kelima nama itu bisa jadi memperkuat analisis atau spekulasi yang beredar tentang nama calon pengganti Jenderal (Pol) Idham Azis. Bisa jadi pula hal itu mengejutkan karena ada nama yang selama ini tidak disebut, tetapi menjadi salah satu kandidat Kapolri.
Berbagai kriteria dituntut dari Kapolri mendatang. Mulai dari kecakapan dan pengalaman, mampu mengonsolidasikan internal kepolisian, berintegritas, jujur, hingga memiliki sikap antikorupsi. Itu semua mengarah pada sosok polisi ideal, polisi ”super”.
Hal itu mengingatkan pada sosok Kapolri yang kerap muncul dalam ingatan publik saat mereka merindu sosok polisi ideal, yakni almarhum Hoegeng. Ia dikenang sebagai sosok anggota Polri yang jujur dan berintegritas.
Sekian tahun silam, sehari sebelum Hoegeng dilantik menjadi Kepala Jawatan Imigrasi, dia meminta sang istri, Ibu Merry, untuk menutup toko kembangnya. Toko kembang yang terletak di Jalan Cikini, Jakarta, adalah usaha Ibu Merry untuk menambah pendapatan sehari-hari.
Ketika Ibu Merry menanyakan hubungan antara jabatan Dirjen Imigrasi dan toko kembangnya, Pak Hoegeng menjawab, ”Nanti semua yang berurusan dengan imigrasi akan memesan kembang pada toko kembang Ibu Merry dan ini tidak adil untuk toko-toko kembang lainnya.” Ibu Merry memahami dan menutup toko kembangnya.
Itulah salah satu wujud kejujuran dari Jenderal (Pol) Hoegeng Iman Santoso sebagaimana dituturkan Chris Siner Key Timu dari Kelompok Kerja Petisi 50, dalam tulisannya di Kompas, 15 Juli 2004. Hoegeng adalah Kapolri yang diangkat Presiden Soeharto pada 1968.
Jauh sebelum menjadi Kapolri, pada 1952, Hoegeng ditugaskan ke Surabaya sebagai Wakil Kepala Direktorat Dinas Pengawasan Keamanan Negara (DPKN). Di sana, hanya tersisa sebuah rumah dinas mungil yang disebut hanya pantas bagi polisi berpangkat inspektur.
”Ya, sudah, peduli amat. Saya, kan, belum punya rumah,” kata Hoegeng kepada bawahannya, sebagaimana dikutip Kompas.com dari buku Hoegeng: Polisi Idaman dan Kenyataan karya Abrar Yusra dan Ramadhan KH. Hoegeng tetap antusias meski sang atasan mencibir dengan mengatakan rumah itu tidak cocok bagi seorang perwira.
Wartawan senior Rosihan Anwar, dalam tulisannya di Kompas, 15 Juli 2004, mengenang Hoegeng sebagai polisi yang jujur, lurus; an honest and straight cop. Tahun 1956, Hoegeng diangkat sebagai Kepala Reserse dan Kriminal Sumatera Utara di Medan yang tersohor sebagai tempat pedagang yang memiliki ”hobi” menyuap pejabat. Namun, Hoegeng tidak bisa disuap.
Tentang hal itu, dalam tulisannya di Kompas, 1 Juli 2004, sejarawan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Asvi Warman Adam, menuturkan, Hoegeng disambut secara unik di Medan. Di sana, rumah pribadi dan mobil telah disediakan beberapa cukong judi. Hoegeng menolak dan memilih tinggal di hotel sebelum dapat rumah dinas.
Masih ngotot, rumah dinas Hoegeng kemudian dipenuhi dengan perabot oleh tukang suap. Kesal, Hoegeng mengultimatum agar barang-barang itu diambil kembali oleh pemberi. Karena tidak dipenuhi, perabot itu dikeluarkan oleh Hoegeng dari rumahnya dan ditaruh di pinggir jalan. Gemparlah Kota Medan karena ada seorang kepala polisi tak mempan disogok.
Dimulai dari diri
Menurut Asvi, ketika dihubungi, Sabtu (9/1/2021), kejujuran Hoegeng tidak berubah setelah dia tidak lagi menjabat sebagai Kapolri. Hoegeng bukan mantan pejabat yang kaya. Anaknya pernah bercerita, sang ayah tidak pernah memberi katebelece untuk kepentingan anaknya.
”Hoegeng itu memperlihatkan bahwa sikap jujur dan lurus itu dia mulai dari dirinya sendiri dan keluarganya. Dan, kemudian hal itu dia terapkan di dalam aktivitas dia ketika masih menjabat,” kata Asvi.
Menurut Asvi, situasi saat ini telah menempatkan Polri bukan lagi sebagai ujung tombak pemberantasan korupsi karena sudah ada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun, sosok Kapolri justru penting untuk mendukung KPK, terutama ketika ada aparat kepolisian yang terjerat kasus korupsi.
Di sisi lain, masyarakat saat ini berharap sosok Kapolri yang tegas terhadap terorisme dan radikalisme, selain kejahatan lainnya. Hal ini berbeda dengan masa Orde Baru di mana sebuah organisasi massa justru dibentuk untuk membantu tugas aparat keamanan, seperti melakukan razia.
Pengajar Hukum Pidana Universitas Trisakti, Jakarta, Abdul Fickar Hadjar, berpandangan, meskipun sistem penting dalam sebuah lembaga, keteladanan dari pimpinan tetap diperlukan. Dalam situasi masyarakat yang masih cenderung feodal, keteladanan pimpinan akan dicontoh oleh bawahan.
Bentuk keteladanan itu, menurut Fickar, semisal kepatuhan pimpinan Polri melaporkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Dengan kemajuan teknologi informasi, mestinya hal itu semakin dimudahkan.
”Meski tidak bicara, kalau Kapolri melakukannya, bawahannya akan melihat dan mengikuti,” ujar Fickar.
Pemilihan Kapolri masih berproses. Sudah ada contoh nilai-nilai yang dicontohkan oleh Hoegeng. Adakah sosok yang memiliki sebagian besar nilai tersebut? Semoga....