Eks KSAD Jenderal TNI (Purn) Wismoyo Arismunandar berpulang, Rabu (28/1/2021). Ia dikenang sebagai sosok yang merakyat baik ke dalam maupun ke luar institusi TNI, juga peduli pada pengembangan pendidikan prajurit TNI.
Oleh
Edna C Pattisina
·4 menit baca
Jenderal TNI (Purn) Wismoyo Arismunandar, Kepala Staf TNI AD tahun 1993-1995, meninggal karena sakit pada pukul 04.29 WIB, Rabu (28/1/2021). Lulusan Akademi Militer Nasional Tahun 1963 ini adalah salah satu perwira tinggi yang menginginkan prajurit TNI memiliki pendidikan yang tinggi secara akademis.
Wismoyo yang lahir di Bondowoso, Jawa Timur, 10 Februari 1940, ini meninggalkan seorang istri, Siti Hardjanti, dan dua anak, Krisnawati Purwaningrum dan Tegar Arsono Yudho. Upacara pelepasan jenazah di kediaman di Cipayung, Jakarta Timur, dipimpin oleh Kepala Staf TNI AD Jenderal Andika Perkasa. Wismoyo kemudian dimakamkan di Kompleks Pemakaman Astana Giribangun, Solo, yang merupakan kompleks pemakaman keluarga Presiden kedua RI, Soeharto. Istri Wismoyo merupakan adik kandung Tien Soeharto.
Dua kakak Wismoyo menempuh karier akademis. Kakak pertamanya, Artono Arismunandar, adalah guru besar di Fakultas Teknik Universitas Indonesia dan pernah menjadi Dirjen Listrik dan Energi Baru di Departemen Pertambangan dan Energi. Kakak yang lain adalah guru besar di Institut Teknologi Bandung, bahkan pernah menjadi rektor ITB dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Wiranto Arismunandar.
Sebelum mencapai puncak karier sebagai KSAD, Wismoyo berkiprah di pasukan komando baret merah, yang saat itu disebut Komando Pasukan Sandi Yudha (Kopassandha). Lulus dari akademi, ia mengawali kariernya sebagai komandan peleton, lalu komandan pengawal presiden, komandan kompi di Kopassus, lalu sebagai perwira menengah ia menjadi wakil asisten pengamanan danjen kopassus, dan menjadi komandan Grup I Kopassandha yang merupakan grup paling elit secara profesional di TNI.
Karier Wismoyo selanjutnya ada di teritorial, yaitu Kasdam IX Udayana (1985-1987), Pangdam VIII Trikora (1987-1988), dan Pangdam IV Diponegoro (1988-1990). Ia lalu menjadi Panglima Kostrad (1990-1992) serta Wakasad (1992-1993). Pensiun sebagai KSAD, Wismoyo digantikan seniornya, Jenderal Hartono.
Merakyat
Pengamat militer yang dekat dengan keluarga Wismoyo, Susaningtyas Kertopati, mengatakan, hal yang khas adalah kepemimpinan Wismoyo yang senantiasa ingin memajukan SDM TNI AD saat itu baik dalam pendidikan maupun pelatihan.
Wismoyo adalah KSAD yang pertama kali menyampaikan bahwa perwira TNI harus sekolah tinggi secara akademik, termasuk pendidikan keilmuwan di luar TNI. ”Pendekatannya juga merakyat, baik ke dalam maupun ke luar institusi,” katanya.
Hal serupa dicatat Jun Honna, akademisi dari Jepang yang menulis buku Military Politics and Democratization in Indonesia. Hartono kemudian mengubah kebijakan Wismoyo yang mensyaratkan sarjana bagi calon siswa Seskoad. Jun juga mencatat, walau dekat dengan Suharto, Wismoyo tetap menjaga profesionalisme dan kepentingan institusi TNI.
Harian Kompas edisi 25 Mei 1993 mencatat, Wismoyo memberikan garis bawah dalam peluncuran buku berjudul Tantangan Pembangunan, Dinamika Pemikiran Seskoad 1992-1993.
”Penerbitan buku ini merupakan kebanggaan dari segenap sivitas akademika Seskoad. Inilah bukti curahan tenaga serta pemikiran, khususnya di dalam mengamati dan mengkaji berbagai masalah aktual yang tengah dihadapi oleh TNI-AD maupun lingkungan eksternalnya,” kata Wismoyo saat itu.
Susaningtyas mengatakan, walau setelah pensiun Wismoyo tidak aktif di politik praktis, Wismoyo sangat memahami politik. Ia selalu mengikuti perkembangan politik dengan obyektif.
”Saat Soeharto berkuasa pun, beliau tidak enggan menjalin hubungan baik dengan Ibu Megawati Soekarnoputri. Malah Pak Wis selalu ingatkan disiplin, salah satunya pakai jam di tangan kanan seperti Bung Karno,” kata Susaningtyas.
Menteri Pertahanan Prabowo Subianto juga sosok yang dekat dengan Wismoyo. Lewat juru bicaranya, Dahnil Simanjuntak, Prabowo bercerita ia sebagai letnan dua pertama kali mengenal Letkol Wismoyo yang Wakil Asisten Pengaman (Waaspam) Danjen Kopassandha.
Bagi Prabowo, Wismoyo gurunya di TNI. Wismoyo juga selalu mengingatkan agar tidak menjelekkan orang lain. ”Nilai-nilainya, disiplin adalah nafasku, kesetiaan adalah jiwaku, kehormatan adalah segala-segalanya,” cerita Prabowo.
Ada peristiwa lain yang membuat Prabowo terkesan saat ia akan berangkat dalam operasi pertama sebagai Komandan Kompi.
Pukul 20.00 WIB di Halim, sebelum berangkat, Wismoyo memanggilnya untuk bertanya tentang persiapan. Prabowo melaporkan semua alat sudah dibawa. Akan tetapi, Wismoyo terus bertanya. Karena melihat Prabowo bingung, Wismoyo lalu menjelaskan.
”Beliau menjelaskan bahwa saya masih muda, bertanggung jawab atas 100 nyawa pasukan, dan akan menghadapi bahaya maut, karena itu beliau mengingatkan saya untuk dekat kepada Tuhan, Allah SWT. Kemudian beliau masuk kamar dan saat keluar beliau membawa bungkusan dan diberikan kepada saya. Dan, isi bungkusan tersebut adalah sajadah, beliau meminta saya menaruh sajadah itu dalam ransel saya selama bertugas,” kenang Prabowo.