MKD Dinilai Lamban Tangani Laporan terhadap Azis Syamsuddin
Hampir sebulan sejak Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin dilaporkan karena dugaan pelanggaran kode etik, tetapi Mahkamah Kehormatan DPR belum juga memulai pemeriksaan. Lambannya proses bisa memunculkan kecurigaan publik.
Oleh
IQBAL BASYARI/PRAYOGI DWI SULISTYO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Hampir sebulan sejak Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin dilaporkan karena dugaan pelanggaran kode etik, tetapi Mahkamah Kehormatan DPR atau MKD belum juga memulai pemeriksaan. Lambannya proses bisa memunculkan kecurigaan publik terhadap proses pemeriksaan politikus Partai Golkar itu.
Nama Azis pertama kali disebut oleh Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri saat memberikan keterangan pers terkait dugaan suap penyidik KPK, Ajun Komisaris Stepanus Robin Pattuju, dari Wali Kota Tanjung Balai, Sumatera Utara, M Syahrial, Kamis (22/4/2021). Azis diduga ikut andil dalam pertemuan dua tersangka tersebut karena pertemuannya dilakukan di rumah dinas Azis di Jakarta Selatan.
Setelah itu, sejumlah kelompok masyarakat melaporkan Azis karena dugaan pelanggaran kode etik anggota DPR ke MKD. Setidaknya ada lima laporan pengaduan disampaikan. Beberapa di antaranya dari Lembaga Pengawasan dan Pengawalan Penegakan Hukum Indonesia (LP3HI), Komite Pemantau Legislatif (Kopel), Gerakan Pemuda Islam, dan Koalisi DPR Bersih.
Wakil Ketua MKD dari Partaai Demokrasi Indonesia Perjuangan Trimedya Pandjaitan di Jakarta, Kamis (20/5/2021), mengatakan, hingga saat ini, proses pemeriksaan belum dilakukan. Belum ada pula jadwal pemanggilan terhadap pelapor sebagai proses awal pemeriksaan. Padahal, saat rapat pleno MKD yang berlangsung Selasa (18/5/2021), salah satunya diputuskan untuk memanggil seluruh pelapor Azis. Pemanggilan itu untuk kepentingan klarifikasi terhadap laporan yang disampaikan ke MKD.
Terkait belum adanya pemanggilan itu terkonfirmasi dari beberapa pelapor. Ketua Bidang Hukum dan HAM Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Islam Fery Dermawan dan Egi Primayoga dari Koalisi DPR Bersih mengaku belum mendapat undangan untuk klarifikasi. ”Saya menantikan undangan klarifikasi agar kasus dugaan pelanggaran kode etik yang kami laporkan segera diselesaikan,” kata Fery.
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia, Lucius Karus, menilai, MKD lamban dalam memproses dugaan pelanggaran kode etik Azis. Apalagi, MKD tidak memiliki inisiatif untuk melakukan pemeriksaan dan cenderung menunggu laporan dari masyarakat. Padahal kasus ini sudah menjadi konsumsi publik sejak empat pekan lalu. Bahkan untuk memulai rapat pleno dengan agenda pemeriksaan pelapor pun memerlukan waktu cukup lama.
”Artinya sejak awal memang tidak ada kesungguhan dari MKD sendiri untuk memastikan proses penyelidikan terhadap kasus dugaan pelanggaran kode etik Azis dengan bekal informasi yang disampaikan oleh Ketua KPK,” ujarnya.
Lambannya pemeriksaan terhadap Azis dikhawatirkan memunculkan kecurigaan publik terhadap MKD. Publik bisa menganggap bahwa MKD mengulur-ulur waktu dan menyiapkan strategi untuk melepaskan Azis dari proses penyelidikan. Kekhawatiran ini pun dikuatkan karena MKD diisi oleh politisi di DPR.
”Kondisi ini pernah terjadi saat MKD melakukan penyelidikan dugaan pelanggaran kode etik terhadap Mantan Ketua DPR Setya Novanto. Di akhir saat akan membacakan putusan, Novanto mengundurkan diri sehingga putusan MKD tidak lagi relevan,” tutur Lucius.
Oleh karena itu, lanjutnya, salah satu yang bisa dilakukan MKD untuk mengembalikan kepercayaan publik dengan melakukan sidang terbuka terhadap Azis. Hal ini dimungkinkan karena MKD berwenang menentukan sidang secara terbuka atau memilih tetap melakukan sidang secara tertutup.
”Ini menjadi ujian bagi MKD untuk menunjukkan keseriusan menjaga kehormatan DPR, apakah memutuskan tetap tertutup dengan konsekuensi akan diragukan oleh publik atau sidang secara terbuka sehingga publik bisa menaruh kepercayaan kepada MKD,” ucap Lucius.
Egi pun berharap sidang MKD dilakukan secara terbuka agar prosesnya lebih transparan. Dengan demikian, publik bisa ikut mengawasi sehingga kepercayaan kepada MKD menguat. Pihaknya pun siap jika dipanggil untuk klarifikasi terhadap laporannya. ”Azis mesti kooperatif terhadap pemanggilan dari MKD, Dewan Pengawas KPK, ataupun penyidik KPK,” ucapnya.
Secara terpisah, Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia Boyamin Saiman menilai, polemik kepegawaian KPK membuat kinerja KPK menjadi sangat menurun. Menurut Boyamin, KPK seperti tidak melakukan apa-apa dalam dua minggu ini, misalnya dalam hal pemanggilan Azis.
”Azis itu, kan, sudah dipanggil, tetapi tidak datang. Semestinya segera tiga hari kemudian, maksimal tujuh hari setelah itu sudah dipanggil. Sampai sekarang Azis tidak dipanggil-panggil,” kata Boyamin.
Azis tidak memenuhi panggilan KPK pada 7 Mei 2021 karena masih ada agenda kegiatan yang dilakukan. Azis saat itu dipanggil dalam kapasitas sebagai saksi untuk tersangka penyidik KPK, Ajun Komisaris Stepanus Robin Pattuju. Padahal, saat Azis dipanggil oleh Dewan Pengawas (Dewas) KPK pada Senin (17/5/2021), politikus Golkar tersebut muncul dan memenuhi panggilan Dewas.
Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, proses penyidikan perkara dugaan penerimaan hadiah atau janji yang diduga dilakukan oleh Stepanus dan tersangka lainnya terus berjalan. Ali mengatakan, KPK masih terus mengumpulkan bukti-bukti sebagai tindak lanjut pengembangan terkait dugaan perbuatan Stepanus.
“Untuk kepentingan penyidikan, tentu ada strategi penyidikan yang kami lakukan. Kami pastikan, penyidik akan memanggil ulang saksi Azis Syamsuddin. Waktunya akan kami informasikan lebih lanjut,” kata Ali.
Ia menegaskan, KPK akan mengungkap dan menuntaskan perkara tersebut. KPK tak segan menetapkan pihak lain sebagai tersangka sepanjang ditemukan kecukupan alat bukti.
Hal senada diungkapkan Ketua KPK Firli Bahuri. Firli menegaskan, akan mengungkap kasus ini seterang-terangnya dengan kecukupan bukti.