KPK: Harun Masiku Diduga Kuat Berada di Luar Negeri
Ketua KPK Firli Bahuri menyatakan, ada dugaan kuat bahwa Harun Masiku, tersangka kasus suap terhadap bekas anggota Komisi Pemilihan Umum, Wahyu Setiawan, berada di luar negeri. Untuk itu, KPK meminta bantuan Interpol.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO/NORBERTUR ARYA DWIANGGA MARTIAR
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi meminta bantuan kepada National Central Bureau Interpol untuk menerbitkan red notice terhadap buron Harun Masiku. Hal ini dilakukan karena KPK menduga kuat tersangka kasus suap terhadap bekas anggota Komisi Pemilihan Umum, Wahyu Setiawan, itu berada di luar negeri.
Ketua KPK Firli Bahuri, dalam jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Senin (2/8/2021), mengatakan, hingga saat ini KPK terus berupaya mencari dan menangkap Harun Masiku. Bahkan, dalam upaya pelacakan, KPK telah melibatkan National Central Bureau (NCB) Interpol.
”Kami meyakini bahwa kami tidak mampu untuk melakukan penangkapan sendiri. Apalagi kalau seandainya, kuat dugaan kami, yang bersangkutan ada di luar negeri,” ujar Firli.
Keberadaan Harun, bekas calon anggota legislatif dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) pada Pemilu 2019, sejak ditetapkan sebagai tersangka pada 9 Januari 2020 hingga saat ini belum diketahui.
Harun pernah disebut Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) bertolak ke Singapura, 6 Januari, dan belum kembali ke Tanah Air. Data itu kemudian dikoreksi Ditjen Imigrasi, 22 Januari, dengan menyampaikan, Harun kembali ke Indonesia 7 Januari. Simpang siur informasi itu disebut akibat keterlambatan sistem informasi imigrasi (Kompas, 30 Januari 2020).
Firli menyampaikan, selain melibatkan NCB Interpol, KPK juga menggandeng Ditjen Imigrasi Kemenkumham dalam pencarian Harun.
Firli menyampaikan, selain melibatkan NCB Interpol, KPK juga menggandeng Ditjen Imigrasi Kemenkumham dalam pencarian Harun. Hal ini menjadi penting karena Ditjen Imigrasi memiliki jejaring dengan kantor-kantor imigrasi di negara-negara tetangga.
Atas segala upaya itu, lanjut Firli, beberapa negara sudah memberikan respons. ”Saya tidak menyebutkan negaranya apa, tetapi sudah respons,” katanya.
Firli juga menegaskan, bagi pihak-pihak yang sengaja menyembunyikan Harun, KPK bisa menjerat dengan Pasal 21 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) yang ancaman pidana maksimalnya hingga 12 tahun penjara.
”Jadi, kalau ada pihak-pihak yang menyembunyikan atau membantu dia (Harun), disembunyikan atau di mana, itu masuk tindak pidana,” ucap Firli.
Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia Boyamin Saiman berpandangan, pernyataan KPK tersebut dinilai hanya lip service. Sebab, jika memang KPK sedari awal serius, KPK akan berupaya menangkap Harun Masiku sejak awal, termasuk memasukkannya dalam red notice.
”Dengan tidak tertangkap saat ini memperlihatkan KPK tidak serius. KPK juga bersikap pasif karena tidak pernah menggandeng lembaga-lembaga lain, seperti Kementerian Luar Negeri dan Interpol. Semestinya, kan, sejak awal,” kata Boyamin.
Boyamin berpandangan, memasukkan ke dalam red notice saat ini dinilai tidak berguna. Adapun Ketua KPK Firli Bahuri sedari awal selalu menyatakan akan bisa menangkap Harun Masiku, tetapi kenyataannya hanya sebatas janji. Dengan demikian, langkah KPK memasukkan nama Harun Masiku ke red notice tidak lebih dari sekadar mencoba menghindari kemarahan rakyat.
Menurut Boyamin, banyak pihak tidak menginginkan Harun Masiku tertangkap. Sebab, di balik Harun Masiku diduga terdapat banyak kepentingan dari berbagai pihak.
”Red notice Harun Masiku adalah lip service karena sangat tidak serius. Dulu waktu (Harun Masiku) bisa ditangkap, tapi tidak ditangkap,” ujar Boyamin.