Selama tiga hari, 250 anak muda bermusyawarah secara virtual untuk membahas berbagai persoalan bangsa. Sejumlah rekomendasi perbaikan, baik kebijakan maupun regulasi, pun dihasilkan dan diharapkan ditindaklanjuti.
Oleh
Dian Dewi Purnamasari
·4 menit baca
Sebanyak 250 anak muda dari seluruh Indonesia bergabung dalam peringatan Hari Remaja Sedunia, Kamis (12/8/2021). Dalam forum virtual yang inklusif, anak-anak muda yang berasal dari berbagai latar belakang belajar bermusyawarah dan merumuskan rekomendasi bagi pengambil kebijakan.
Meski dalam situasi pandemi Covid-19, peringatan Hari Remaja Sedunia (International Youth Summit/IYS 2021) yang diselenggarakan oleh The Asia Foundation Indonesia disambut peserta dengan antusias. Ada ratusan anak muda yang berasal dari 28 provinsi mengikuti forum daring yang berlangsung pada 10-12 Agustus 2021. Ada yang berasal dari komunitas disabilitas, pelajar, mahasiswa, hingga peneliti kebijakan publik. Mereka belajar mengenal inklusivitas sejak dini.
Setelah mengikuti rangkaian seminar dan kegiatan International Youth Summit (IYS) 2021, para pemuda ini merumuskan rekomendasi sebagai masukan bagi kebijakan pemerintah. Mereka menilai rekomendasi itu mendesak dan penting untuk diakomodasi demi memperbaiki kondisi bangsa. Tahun ini, IYS 2021 khusus mengangkat tema ”Orang Muda Ragam Identitas untuk Indonesia Inklusi”.
Diperlukan peningkatan pemahaman moderasi keberagaman melalui pendidikan inklusif sejak dini dan menanamkan kepedulian terhadap masyarakat yang termarginalkan.
Ada lima isu utama yang disoroti dalam deklarasi rekomendasi IYS 2021 yang dibacakan secara bergantian oleh sejumlah perwakilan anak muda, yaitu partisipasi aktif orang muda beragam identitas dalam Indonesia inklusif, pemenuhan hak masyarakat rentan dan termarginalkan, inklusivitas jender, pendidikan inklusif, serta harmonisasi umat beragama di Indonesia.
Para peserta IYS 2021 meyakini, Indonesia bisa segera bangkit dan pulih pascabadai pandemi Covid-19. Salah satunya adalah dengan meningkatkan partisipasi anak muda untuk memenuhi hak masyarakat yang termarginalkan. Sebab, mereka menilai, saat ini masih ada stigma dan kebijakan yang diskriminatif terhadap kaum marginal. Implementasi kebijakan untuk memenuhi hak masyarakat rentan, seperti kaum disabilitas, juga belum merata. Oleh karena itu, anak muda harus berpartisipasi lebih aktif mendorong kesetaraan, inklusivitas, dan keberagaman.
”Diperlukan peningkatan pemahaman moderasi keberagaman melalui pendidikan inklusif sejak dini dan menanamkan kepedulian terhadap masyarakat yang termarginalkan,” ujar salah satu peserta saat membacakan deklarasi, Kamis.
Mereka meyakini, anak muda perlu memahami pentingnya penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak asasi manusia bagi seluruh warga negara. Anak muda juga harus berperan aktif dalam proses perencanaan dan evaluasi kebijakan untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan, bonus demografi, serta Indonesia Emas di tahun 2045.
Sahkan RUU PKS
Dalam rekomendasi kebijakan, anak muda menuntut agar pemerintah memastikan pelayanan dasar, seperti kesehatan fisik dan mental, untuk orang muda dengan disabilitas dan penyintas tindak kekerasan. Mereka juga mendorong pendidikan dan penyuluhan untuk remaja, terutama terkait pendidikan seksual, keberagaman agama, dan kesadaran hukum. Secara spesifik, mereka meminta RUU tentang Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS), RUU Perlindungan Umat Beragama, dan RUU Perlindungan Masyarakat Adat segera disahkan.
”Kami juga meminta penggunaan kata cacat pada UU Cipta Kerja diubah menjadi ’disabilitas’, penghapusan tes keperawanan oleh instansi tertentu, dan penghapusan sejumlah surat keputusan bersama menteri yang diskriminatif,” kata peserta lain.
Forum juga mengusulkan pembentukan dan penyediaan badan perlindungan, pengawasan, dan pendampingan bagi masyarakat rentan. Hal itu dapat diwujudkan melalui peta jalan kebebasan beragama dan berkeyakinan, rumah aman bagi penyintas Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) dan Transpuan Crisis Center (TCC), Badan Pengawasan Independen untuk memastikan penghapusan kebijakan tes keperawanan bagi perempuan yang ingin menjadi anggota TNI/Polri atau instansi lain, badan pengawasan konflik antaragama dan keyakinan, serta pencegahan perkawinan anak dalam peraturan desa.
”Pemerintah juga perlu membentuk kelompok kerja Indonesia inklusi yang terdiri dari internal pemerintah, organisasi masyarakat sipil, dan komunitas anak muda ragam identitas untuk mewujudkan rekomendasi kami. Kami berharap, pemerintah dapat mewujudkan aspirasi kami untuk memenuhi hak masyarakat rentan dan termarginalkan agar Indonesia lebih inklusif,” tutup pembaca rekomendasi.
Peran aktif anak muda
Deputi Country Representative The Asia Foundation Indonesia Hana A Satriyo mengatakan, partisipasi anak muda akan memberi warna dan nuansa dalam pembangunan di Indonesia. Sejak awal, The Asia Foundation selalu mendorong inklusi sosial. Organisasi ini selalu berdiri di samping mereka yang termarginalkan dan terpinggirkan. Mereka harus didorong untuk lebih aktif berpartisipasi dalam menentukan masa depan bangsa.
”Forum ini adalah bagaimana menyegarkan kembali empati kita agar Indonesia lebih inklusif. Anak muda harus melek politik agar dapat memperjuangkan dan berkontribusi sehingga bonus demografi bisa benar-benar tercapai di 2045,” kata Hana.
Asisten Deputi Perlindungan Anak dari Kekerasan dan Eksploitasi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Valentina Ginting menyatakan, pihaknya sangat mengapresiasi rekomendasi yang diberikan oleh anak-anak muda Indonesia dalam forum IYS 2021. Salah satu isu yang disoroti, terkait tes keperawanan di TNI, sudah dicabut. Menurut dia, hal itu harus diperbarui dalam rekomendasi yang disampaikan.
Terkait dengan RUU PKS, Kementerian PPPA juga mendukung percepatan pengesahan regulasi tersebut. Saat ini, Kementerian PPPA sedang membuat daftar inventarisasi masalah (DIM) untuk dibahas bersama DPR.
”RUU PKS menjadi RUU inisiator DPR dan sudah masuk dalam daftar Prolegnas Prioritas 2021. Kami meminta dukungan dari teman-teman agar RUU ini segera disahkan di DPR,” kata Valentina.