Saat Presiden Soeharto dan Presiden Joko Widodo Bermalam di Istana Jelang Detik-detik Proklamasi
Kebiasaan Presiden Soeharto bermalam di Istana Merdeka menjelang Detik-detik Proklamasi 17 Agustus kini dilakukan Presiden Joko Widodo. Kebiasaan ini tidak diikuti presiden lainnya.
Setiap malam 16 Agustus jelang peringatan Detik-detik Proklamasi 17 Agustus, sebagian Presiden RI menyempatkan tidur dan bermalam di salah satu kamar di Istana Merdeka, Jakarta. Tradisi ini kerap dilakukan Presiden Soeharto, sejak memimpin pemerintah Orde Baru pada 1970an hingga awal 1998. Kini tradisi itu dilanjutkan oleh Presiden Joko Widodo.
Pada Senin (16/8/2021) malam, misalnya, Presiden Jokowi bermalam di Istana Merdeka. ”Karena (Selasa) pukul 10.00 peringatan Detik-detik Proklamasi 17 Agustus di Istana Merdeka, Presiden Jokowi menginap di Istana Merdeka,” ujar pejabat di Istana yang tak mau disebutkan identitasnya pada Senin malam.
Alasan lainnya, mengapa Presiden Jokowi harus menginap di Istana Merdeka, karena pada Senin pukul 00.00, Presiden harus menghadiri Renungan Suci di Taman Makam Pahlawan Kalibata.
Agar Presiden Jokowi yang tinggal di Wisma Bayu Rini, kompleks Istana Bogor, Jawa Barat, tidak bolak-balik Jakarta-Bogor karena Selasa paginya harus kembali lagi ke Istana Merdeka di Jakarta, maka Jokowi menginap di Istana. ”Biar praktis saja,” ujar pensiunan protokol Istana yang ditanya Kompas pada Senin malam.
Sementara para presiden lainnya tidak mengikuti jejak Presiden Soeharto bermalam di Istana Merdeka pada malam menjelang 17 Agustus. Selain rumah dinas atau rumah pribadinya tak jauh dari Istana, mereka tampaknya lebih nyaman tinggal di rumah sendiri.
Presiden BJ Habibie dan Presiden Megawati Soekarnoputri, misalnya, tercatat tidak pernah menginap di Istana. Adapun Presiden Abdurrahman Wahid dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, sehari-hari tinggal di Istana sehingga keduanya otomatis tidur di Istana, termasuk malam 17 Agustus.
Karena besok (Selasa) pukul 10.00 Peringatan Detik-detik Proklamasi 17 Agustus di Istana Merdeka, Presiden Jokowi menginap di Istana Merdeka.
Dalam catatan Kompas, meskipun Presiden Soekarno sudah diusir dari Istana sebelum peringatan 17 Agustus 1967, Jenderal Soeharto, yang dilantik menjadi Pejabat Presiden kedua RI menggantikan Presiden Soekarno pada Februari 1967, tidak pernah berminat tinggal di Istana.
Soeharto bersama keluarganya memilih tinggal di rumah pribadinya di Jalan Cendana, Menteng, Jakarta Pusat. Demikian pula ketika pejabat Presiden RI Jenderal Soeharto dilantik resmi Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) sebagai Presiden RI pada 26 Maret 1968, Soeharto bersama keluarganya tetap tinggal di Cendana.
Ada yang pernah menceritakan kepada penulis saat bertugas di Istana sejak awal 2004, Presiden Soeharto tidak pernah mau tinggal di Istana yang pernah ditinggali oleh Soekarno beserta keluarganya. ”Istana seperti punya kekuatan magis tersendiri sehingga Pak Harto tidak akan pernah mau tinggal di Istana. Kalau setiap malam 17 Agustus menginap semalam di Istana, itu karena pertimbangan praktis saja,” ujar seorang petugas protokol yang pernah bertugas di zaman Presiden Soeharto, beberapa waktu lalu.
Baca juga: ”Detik-detik Proklamasi” di Istana Merdeka dari Masa ke Masa
Baca juga: https://www.kompas.id/baca/polhuk/2021/08/17/pena-bung-karno-dan-kata-kata-abadi-yang-dituliskannya/
Setelah Presiden Soekarno diusir dari Istana, Peringatan Detik-detik Proklamasi 17 Agustus yang dirintis oleh Presiden Soekarno pada 1949 di Istana Merdeka tetap diteruskan oleh Presiden Soeharto. Dari buku Jejak Langkah Pak Harto 01 Oktober 1965-27 Maret 1968 yang ditulis oleh Tim Dokumentasi Presiden RI dengan editor G Dwipayana dan Nazarudin Sjamsuddin (PT Citra Kharisma Bunda Jakarta, 2003), diceritakan bahwa Pejabat Presiden Soeharto tetap memimpin peringatan Hari Kemerdekaan yang ke-22.
Dalam upacara hari itu, Pejabat Presiden Soeharto tidak menyampaikan sesuatu amanat karena pidato kenegaraan telah dilakukan pada 16 Agustus di depan sidang pleno terbuka DPR Gotong Royong. Inilah untuk pertama kalinya Peringatan Detik-detik Proklamasi tidak diisi dengan amanat Presiden. Biasanya, setiap peringatan, Presiden Soekarno selalu berpidato di depan Istana untuk terus menyemangati rakyatnya.
Antara praktis dan punya makna lain?
Tentu menginap di Istana Merdeka pada malam menjelang 17 Agustus memiliki makna tersendiri bagi Presiden Soeharto dan Presiden Jokowi. Namun, makna tersebut tidak ada yang bisa mengungkapkan. Dalam sejumlah literatur, tidak pernah ada yang menceritakan mengapa Presiden Soeharto selalu menginap di Istana Merdeka setiap malam 17 Agustus setiap tahun?
Begitu juga Presiden Jokowi yang mulai menjadi Presiden sejak Oktober 2014 dan membiasakan tidur di Istana jelang Detik-detik Proklamasi 17 Agustus tak pernah mengungkapkan alasan sebenarnya. Apakah ada makna tertentu buat keduanya selain alasan praktis semata?
Tampaknya Presiden Soeharto memiliki pertimbangan yang sama dengan Presiden Jokowi meskipun rumah pribadinya tak jauh dari Istana Merdeka dan ada di Jalan Cendana, Menteng. ”Karena tengah malam menghadiri Renungan Suci dan paginya harus persiapan upacara kenegaraan Detik-detik proklamasi, maka Presiden Soeharto dulu juga bermalam di Istana Merdeka. Pak Harto dan Ibu Tien menginap di salah satu kamar di sayap Barat Istana Merdeka, bukan di kamar bekas Presiden Soekarno di sayap timur Istana Merdeka,” kata pensiunan protokol di era Presiden Soeharto itu.
Baca juga: Kebanggaan Panggung Virtual Kemerdekaan Indonesia
Bahkan, Presiden Jokowi karena Senin pada pukul 08.30 harus sudah ada di gedung Parlemen, Kompleks Senayan, Jakarta, untuk membacakan Pidato Kenegaraan dan Sidang Tahunan MPR, serta Pidato Pengantar Pokok-pokok RAPBN 2022, pada pukul 10.30, Presiden Jokowi beserta Ibu Negara Nyonya Iriana juga bermalam di Istana Merdeka. ”Presiden ditemani oleh Mensesneg ngobrol sampai malam,” ujar pejabat protokol lainnya.
Menteri Sekretaris Negara Pratikno, yang pernah ditanya alasan Presiden Jokowi yang selalu menginap di Istana Merdeka pada malam 17 Agustus, hanya menjawab singkat. ”Karena besok pagi Presiden harus mempersiapkan Upacara Detik-detik Proklamasi, jadi biar praktis dan tidak usah bolak-balik pulang ke Bogor,” ujar Pratikno.
Presiden ditemani oleh Mensesneg ngobrol sampai malam.
Ada cerita yang menarik. Jika Presiden Soeharto menginap di Istana Merdeka, para pegawai Istana, termasuk protokol dan Pasukan Pengamanan Presiden, harus sudah bersiap-siap sebelum Peringatan Detik-detik Proklamasi. ”Pagi-pagi kami harus sudah ada di Istana dan berbaris dengan pakaian sipil lengkap (PSL). Sebelumnya, ada suara terompet korsik yang ditiup Paspampres seolah seperti membangunkan Pak Harto. Lalu kita sarapan bersama Pak Harto,” kisah mantan pejabat itu.
Dari Habibie ke SBY
Pengganti Soeharto, Presiden BJ Habibie selama periodenya berkuasa 21 Mei 1998-20 Oktober 1999, sebelumnya menjabat sebagai Wakil Presiden ke-7, tidak sempat meniru Presiden Soeharto bermalam di Istana Merdeka. ”Pak Habibie tidak sempat karena Peringatan Detik-detik Proklamasi dilakukan di tengah-tengah transisi reformasi sehingga pak Habibie berangkat ke Istana dari rumah pribadinya Jalan HR Rasuna Said, Kuningan. Tengah malam tetap ikut Renungan Suci,” kata pejabat lainnya.
Baca juga: Istana Hadirkan Naskah Konsep Teks Proklamasi
Namun, kalau Presiden Abdurrahman Wahid atau Gusdur lain lagi. Karena sejak menjadi Presiden tinggal di Istana Merdeka, otomatis pada malam 17 Agustus, Presiden Gusdur dan Ibu Negara Nyonya Sinta Nuriyah bermalam di Istana Merdeka. ”Kamarnya di sayap barat. Inayah, putri bungsunya, tinggal di kamar sebelahnya,” masih kata pensiunan protokol tersebut.
Meski sejak kecil tinggal di Istana Merdeka, Presiden Megawati Soekanoputri yang menggantikan Presiden Abdurrahman Wahid justru tidak pernah bermalam di Istana Merdeka ataupun di Istana Negara jika malam 17 Agustus. Padahal, Megawati waktu itu berkantor di Istana Negara.
”Presiden Megawati lebih memilih tidur di rumah pribadinya di Jalan Teuku Umar. Mungkin kalau tidur di Istana Merdeka malah tidak praktis karena merasa rumahnya dekat dengan Istana,” ungkap seorang pejabat protokol kepada Kompas saat bertugas sebagai wartawan Istana pada Agustus 2004.
Presiden Megawati lebih memilih tidur di rumah pribadinya di Jalan Teuku Umar. Mungkin kalau tidur di Istana Merdeka malah tidak praktis karena merasa rumahnya dekat dengan Istana.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sama halnya dengan Presiden Abdurrahman Wahid. Awalnya, sejak dilantik pada 20 Oktober 2004, Presiden SBY tinggal di Istana Merdeka. Namun, beberapa bulan kemudian, Presiden SBY dan keluarganya pindah dari Istana Merdeka ke Istana Negara.
Alasan Presiden SBY pindah ke Istana Negara, dari informasi Kompas saat bertugas di Istana waktu itu, karena atap Istana Merdeka ada yang keropos dan bocor sehingga harus direnovasi secara total. Presiden SBY bersama keluarga pun pindah.
Saat malam 17 Agustus, Presiden SBY selalu bermalam di Istana Negara. Catatan Kompas, ketika jabatannya akan berakhir Oktober 2014, Presiden SBY baru kembali dan tidur di rumah pribadinya di Cikeas, Bogor, Jawa Barat.
Meskipun makna lain dari tradisi Presiden Soeharto yang diikuti Presiden Jokowi selalu bermalam menjelang 17 Agustus tak terjawab–kecuali karena alasan praktis semata–tradisi tersebut tentu menarik dicermati. Begitulah cerita Istana.