Eks Bupati Kutai Kartanegara Sebut Robin ”Malaikat” Penolong
Eks Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari bersaksi bahwa penyidik KPK, Stephanus Robin Pattuju, bak malaikat penolong. Ia harap Robin membantu PK-nya. Sebelumnya, Rita diperkenalkan dengan Robin lewat Azis Syamsuddin.
Oleh
Dian Dewi Purnamasari
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Bekas Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari menyebut penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi, Stephanus Robin Pattuju, seperti malaikat penolong. Dia berharap Robin dapat membantunya memenangi peninjauan kembali perkara korupsi yang menjeratnya. Robin juga diharapkan dapat mengembalikan 19 aset miliknya yang disita KPK.
Pernyataan itu diungkapkan Rita saat bersaksi dalam sidang dugaan korupsi terdakwa Robin Pattuju dan pengacara Maskur Husain di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (18/10/2021). Rita menceritakan awal mula perkenalannya dengan Robin melalui perantara eks Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin. Saat itu, Azis mengunjunginya di Lapas IIA Tangerang. Rita mengaku sudah mendekam di penjara selama 4 tahun sejak divonis pengadilan selama 10 tahun penjara. Vonis dijatuhkan atas perkara gratifikasi saat dia menjabat sebagai bupati.
”Sekitar bulan Juli-September 2020, Azis Syamsuddin menemui saya di lapas. Di pertemuan itu dibahas soal (partai) Golkar, kemudian beliau memperkenalkan saya kepada Robin,” ujar Rita.
Sekitar bulan Juli-September 2020, Azis Syamsuddin menemui saya di lapas. Di pertemuan itu dibahas soal (partai) Golkar, kemudian beliau memperkenalkan saya kepada Robin.
Saat diperkenalkan dengan Robin, Rita mengaku terkejut. Dia berasumsi bahwa KPK saat ini sudah berubah. Apalagi, sosok yang membawa penyidik itu adalah orang yang sangat dia percayai, yaitu Azis Syamsuddin. Azis menyebutkan bahwa Robin dapat membantu mengurus perkara hukumnya. Robin bisa memuluskan permohonan peninjauan kembali (PK) yang sedang dia ajukan.
Syaratnya, Rita harus mau mengganti kuasa hukumnya dengan pengacara yang ditunjuk Robin. Pengacara yang dimaksud adalah Maskur Husain. Untuk membantunya dalam pengurusan PK, Maskur meminta honor pengacara senilai Rp 10 miliar. Selain itu, Robin juga menjanjikan bahwa dirinya bisa membantu mengembalikan 19 aset milik Rita yang disita KPK dalam perkara tindak pidana pencucian uang (TPPU).
”Saat itu, yang ada di benak saya adalah ’malaikat’ datang dan akan menolong saya. Saya berada dalam posisi buruk. Dan saya berharap Robin bisa membantu saya,” kata Rita.
Rita juga menceritakan bahwa saat diminta fee pengacara senilai Rp 10 miliar, dia mengatakan tidak memiliki uang tunai sebanyak itu. Yang dia miliki hanyalah aset berupa dua rumah di Bandung, Jawa Barat, dan satu apartemen di Sudirman Park, Jakarta. Dia menanyakan apakah sertifikat aset itu bisa digunakan sebagai agunan untuk membayar fee pengacara. Robin kemudian menjanjikan bahwa dirinya yang akan mengurus masalah itu.
”Maskur Husain mengatakan kepada saya bahwa biaya itu sudah murah karena ada Robin. Robin bisa menekan para hakim PK,” imbuhnya.
Ganti pengacara
Rita juga semakin yakin bahwa Robin dan Maskur Husain bisa membantunya. Sebab, tak lama setelah kesepakatan itu, nomor perkara PK-nya turun dari Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Padahal, menurut dia, perkara itu sudah lama berproses, yaitu sejak 2019. Dia merasa perkembangan perkaranya lamban. Namun, setelah ditangani Robin dan Maskur, ada perkembangan cukup signifikan. Setelah itu, dia pun segera memberhentikan kuasa hukumnya yang lama dan menggantinya dengan Maskur Husain.
Dalam berkas dakwaan jaksa, dari honor pengacara yang disepakati senilai Rp 10 miliar, Rita hanya membayar Rp 5,1 miliar kepada Robin dan Maskur. Rinciannya, uang senilai Rp 3 miliar berasal dari Usman Effendi, terpidana kasus korupsi hak penggunaan lahan di Sukabumi, Jabar. Usman berperan sebagai pemberi utang. Usman pernah bertemu Rita di lapas dan membuat kesepakatan tertulis bahwa dia akan mengganti utangnya sebanyak dua kali lipat. Atas pinjaman uang itu, Rita menyerahkan tiga sertifikat lahan serta properti dua rumah di Bandung dan satu apartemen di Jakarta.
Sisanya, uang senilai 200.000 dollar Singapura atau Rp 2,1 miliar diterima Robin di rumah dinas Azis Syamsuddin. Uang disebut untuk mengurus perkara Rita. Namun, dalam persidangan, Rita tidak mengetahui dan mengakui uang itu. Rita justru menyebut Azis Syamsuddin memintanya mengakui uang itu berasal darinya. Permintaan disampaikan tak berapa lama setelah Robin Pattuju terkena operasi tangkap tangan (OTT) KPK.
”Apakah Pak Azis menyampaikan seperti ini, ’Bunda, tolong kalau diperiksa KPK, akui saja dollar yang dicairkan Robin Pattuju di money changer itu dari rekening Bunda’. Benar?” tanya Jaksa Wahyu Dwi Oktafianto.
Saya sampaikan ke Bang Azis bahwa saya tahu dia baik mau membantu saya. Tapi, saya tidak bisa mengakui apa yang tidak saya lakukan. Saya tidak sanggup untuk berbohong karena sudah sengsara. Apalagi kalau membuat keterangan palsu, saya bisa diancam pidana.
Rita pun membenarkan pernyataan tersebut. Dia menjelaskan bahwa pasca-OTT KPK terhadap Robin, dia ditangani oleh orang Azis bernama Kris. Dia meminta jangan menyeret nama Azis dalam perkara itu. Selain itu, Rita juga diminta mengakui bahwa uang itu berasal darinya sebagai honor pengacara Maskur Husain.
”Saya sampaikan ke Bang Azis bahwa saya tahu dia baik mau membantu saya. Tapi, saya tidak bisa mengakui apa yang tidak saya lakukan. Saya tidak sanggup untuk berbohong karena sudah sengsara. Apalagi kalau membuat keterangan palsu, saya bisa diancam pidana,” ungkap Rita.
Diancam Robin
Bapak bayar Rp 350 juta saja untuk tim (KPK). Yang penting masuk dananya hari Senin. Jika tidak hari Senin dibayar, Bapak akan dijadikan tersangka pada ekspose (di KPK) pada hari Senin pukul 16.00.
Saksi lain, Usman Effendi, juga mengungkap modus yang dilakukan Robin Pattuju. Menurut dia, Robin mengancam akan menjadikannya sebagai tersangka dalam kasus jual beli mobil kepada Kepala Lapas Sukamiskin. Awalnya, Robin meminta uang Rp 1 miliar agar Usman tidak dijadikan sebagai tersangka. Namun, nilainya kemudian diturunkan menjadi Rp 350 juta.
”Bapak bayar Rp 350 juta saja untuk tim (KPK). Yang penting masuk dananya hari Senin. Jika tidak hari Senin dibayar, Bapak akan dijadikan tersangka pada ekspose (di KPK) pada hari Senin pukul 16.00,” ujar Usman menirukan perkataan Robin.
Usman mengaku, setelah pertemuannya dengan Robin di kawasan Puncak, awalnya dia tidak memercayai perkataan penyidik KPK itu. Dia sempat curiga dan menduga Robin sebagai penyidik KPK gadungan. Namun, Robin kembali menelepon dan menanyakan kepastian transfer uang tersebut. Usman tidak mau mengambil risiko dijadikan kembali sebagai tersangka KPK. Apalagi, saat itu posisinya sudah pernah menjadi terpidana KPK dalam kasus korupsi yang lain. Dia pun menuruti perintah Robin dan total mentransfer uang senilai Rp 525 juta ke rekening yang diminta Robin.
Dalam persidangan, terdakwa Robin sempat meminta maaf kepada Usman dan Rita atas perbuatan yang dia lakukan. ”Apakah saya boleh meminta maaf karena telah menyeret saksi dalam permasalahan ini?” ujar Robin kepada para saksi.
Usman tak langsung menjawab permintaan itu. Dia sempat terdiam sejenak. Sembari menangis terisak, dia mengatakan memaafkan Robin. ”Saya maafkan, tapi gara-gara masalah ini istri saya sampai meninggal dunia,” ucap Usman terbata-bata.
Selain Rita dan Usman, dalam sidang pembuktian itu, jaksa penuntut umum KPK juga menghadirkan tiga saksi lain, yaitu Evodie Demas, ajudan bekas Wali Kota Cimahi Ajay Priatna; keponakan Rita Widyasari, Adelia Safitri; dan Iwan Nugraha sebagai sopir Wali Kota Cimahi.