Sebagian Komisi III DPR Ingin Pembahasan RKUHP Dibuka Kembali
Anggota Komisi III DPR, Nasir Djamil, menyebut sebagian anggota Komisi III menginginkan RKUHP dibahas kembali. Ini untuk memberikan ruang publik memberikan masukan. Apalagi, masih banyak kritik terkait muatan di RKUHP.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sebagian anggota Komisi III DPR disebut menginginkan pembahasan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana atau RKUHP dibuka kembali dengan memberikan ruang kepada elemen masyarakat sipil untuk turut memberikan masukan. Pelibatan publik sangat dibutuhkan untuk melihat dampak dan kegunaan dari aturan tersebut.
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Nasir Djamil, mengungkapkan, ada keinginan dari DPR untuk bisa menyelesaikan RKUHP pada masa persidangan DPR ini sebelum berakhir pada 7 Juli 2022. Sebab, pembahasan RKUHP sudah menyita waktu lama. Namun, sebagian anggota Komisi III DPR justru menginginkan sebaliknya. Pembahasan RKUHP diminta dibuka kembali dengan memberikan ruang bagi elemen masyarakat sipil untuk berpartisipasi. Alasannya, pembahasan RKUHP oleh panitia kerja (panja) pemerintah dan DPR periode 2014-2019 dilakukan secara tertutup.
”Di periode lalu, di mana panja di mana pemerintah diwakili Prof Muladi itu kan tertutup sehingga kemudian memang ini diatur panja tertutup atau terbuka. Sebagian teman menginginkan panja di DPR itu sebaiknya panja terbuka,” kata Nasir saat menjadi narasumber dalam diskusi bertajuk ”Quo Vadis RKUHP”, di Jakarta, Sabtu (25/6/2022). Selain Nasir, hadir pula sebagai narasumber, yakni juru bicara Partai Persatuan Indonesia (Perindo) bidang Hukum dan HAM, Tama S Langkun; pakar hukum tata negara, Bivitri Susanti; aktivis HAM, Asfinawati; dan pakar hukum pidana, Suparji Ahmad.
Selain itu, sebagian anggota Komisi III DPR masih mempertanyakan mekanisme pembahasan RKUHP yang diputuskan dengan mekanisme luncuran (carry over) dari pemerintah dan DPR periode sebelumnya. Misalnya, apakah masih membutuhkan surat presiden untuk melanjutkan pembahasan RKUHP atau tidak mengingat presiden di pemerintahan periode lalu sama dengan yang saat ini menjabat.
Seperti diketahui, RKUHP sudah sempat disetujui disahkan di tingkat pertama oleh pemerintah dan Komisi III DPR periode 2014-2019. Namun, RKUHP batal dibawa ke Rapat Paripurna DPR untuk pengambilan keputusan tingkat kedua atau persetujuan pengesahan RUU menjadi undang-undang karena unjuk rasa penolakan pengesahan RKUHP di sejumlah daerah pada September 2019. Pembahasan RKUHP lantas disepakati dilanjutkan pemerintah dan DPR 2019-2024. Namun, pembahasan terbatas semata pada 14 isu krusial yang kerap disoroti oleh publik.
Tama S Langkun menegaskan, RKUHP seharusnya dibahas secara terbuka. Sebab, ada kewajiban konsultasi publik yang sudah diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM. Selain itu, ada kewajiban Kemenkumham untuk mengunggah informasi hasil pembahasan. ”Salah satu permasalahan utama ada pada akses publik. Kita masyarakat kesulitan (mengakses) draf yang dibahas,” ujar Tama. Sejauh ini baru draf tahun 2019 yang dibuka ke publik.
Bivitri Susanti mengingatkan pentingnya melibatkan masyarakat luas dalam pembahasan RKUHP. Partisipasi publik jangan dianggap akan membuat gaduh. Dalam pembahasan RKUHP ini dibutuhkan simulasi untuk melihat dampak dan kegunaan dari aturan tersebut. Ia berharap ada partisipasi bermakna dari publik dalam pembahasan RKUHP.
Menurut Suparji Ahmad, proses pembahasan RKUHP tidak cukup transparan sehingga banyak aspirasi yang tidak terakomodasi. Padahal, undang-undang sebagai produk politik seharusnya menyerap partisipasi publik. Seharusnya ada jalan titik temu dengan aspirasi publik dan jangan sampai ada proses pemaksaan.
Asfinawati mengatakan, beberapa anggota DPR telah mengeluarkan pernyataan tidak ada pembahasan lagi. Hal itu memperlihatkan DPR akan mengikuti keinginan pemerintah. Ia berharap DPR proaktif. Sebab, jika RKUHP ini sudah disahkan, itu akan sulit diubah.
Sebelumnya, Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Eddy OS Hiariej mengatakan, sesuai dengan kesepakatan antara Komisi III dan pemerintah dalam rapat dengar pendapat (RDP), RKUHP akan disahkan pada Juli. Namun, pada 7 Juli nanti, DPR sudah memasuki masa reses dan baru masuk kembali pada 16 Agustus. Melihat kondisi ini, Eddy mengaku kemungkinan RKUHP belum akan disahkan pada Juli nanti (Kompas, 24/6/2022).