Privasi Terganggu, Keluarga Kadiv Propram Polri Temui Dewan Pers
”Kami dalam hal ini sebagai kuasa hukum korban berharap empati dari rekan-rekan media sambil sama-sama kita menunggu hasil penyidikan tim yang dibentuk Bapak Kapolri,” kata Arman, kuasa hukum istri Kadiv Propram Polri.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemberitaan mengenai kasus baku tembak di rumah dinas Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Kepolisian Negara RI Inspektur Jenderal Ferdy Sambo dinilai sudah menyinggung privasi keluarga perwira polisi tersebut. Pihak keluarga sampai meminta media untuk mengedepankan empati dan menghindari spekulasi dalam memberitakan kasus baku tembak yang menewaskan Brigadir J atau Nofryansah Yosua Hutabarat itu.
Terkait hal tersebut, istri Ferdy, Putri Ferdy Sambo, melalui kuasa hukumnya, Arman Hanis, Jumat (15/7/2022) siang, mendatangi Dewan Pers untuk konsultasi. Pertemuan antara Arman dengan Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Pers Dewan Pers Yadi Hendriana di lantai 7 Gedung Dewan Pers itu berlangsung secara tertutup.
Seusai pertemuan, Arman mengungkapkan, ia datang ke Dewan Pers untuk berkonsultasi mengenai pemberitaan terkait kliennya, Putri Ferdy Sambo, yang adalah istri dari Kadiv Propam Polri Inspektur Jenderal Ferdy Sambo. Menurut Arman, pemberitaan sudah menyinggung privasi keluarga sebagai korban.
”Kami dalam hal ini sebagai kuasa hukum korban berharap empati dari rekan-rekan media sambil sama-sama kita menunggu hasil penyidikan tim yang dibentuk Bapak Kapolri. Karena biar bagaimanapun keluarga mempunyai tiga anak yang masih berusia muda,” kata Arman.
Terkait dengan spesifik pemberitaan yang dimaksudkan sudah terkait dengan privasi keluarga, Arman mengatakan tidak bisa menjelaskan secara detail. Namun, ia memberikan gambaran bahwa hal itu terkait dengan sumber yang tidak resmi. Demikian pula Arman berharap agar pemberitaan tidak berdasarkan asumsi.
Seperti diketahui, saat ini kepolisian tengah menyelidiki kasus baku tembak yang terjadi di rumah dinas Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo pada Jumat pekan lalu. Menurut keterangan resmi dari Mabes Polri, peristiwa bermula saat Brigadir J memasuki kamar pribadi Ferdy Sambo. Saat itu, istri Ferdy Sambo disebut tengah berada di dalam kamar. Kemudian, Brigadir J dikatakan melakukan pelecehan serta penodongan senjata api ke kepala istri Ferdy Sambo.
Kami dalam hal ini sebagai kuasa hukum korban berharap empati dari rekan-rekan media sambil sama-sama kita menunggu hasil penyidikan tim yang dibentuk Bapak Kapolri. Karena biar bagaimanapun, keluarga mempunyai tiga anak yang masih berusia muda.
Akibatnya, istri Kadiv Propam berteriak. Teriakan itu didengar Bharada E yang berada di lantai dua, sementara Brigadir J panik dan keluar kamar. Ketika Bharada E menanyakan ada apa, Brigadir J justru menjawabnya dengan tembakan. Bharada E pun kemudian menembak Brigadir J. Baku tembak itu mengakibatkan Brigadir J tewas.
Arman menjelaskan, peristiwa itu menyisakan dampak psikologis pada Putri Sambo. Saat ini, Putri Sambo masih dalam perawatan intensif. Namun, Arman tidak menjelaskan lebih lanjut mengenai hal tersebut.
Dalam kesempatan itu, Yadi Hendriana mengatakan, Dewan Pers memang melihat adanya pemberitaan media yang bersifat spekulatif. Selain itu, terdapat pemberitaan yang menggunakan sumber tidak resmi. Berikutnya, terdapat pemberitaan yang bersifat prasangka atau bersifat peradilan jalanan. ”Itu yang harus dihindari karena dampak dari beritanya itu sangat berbahaya sekali. Saya melihat bahwa kita semua harus berpedoman pada kode etik jurnalistik,” katanya.
Menurut Yadi, pers semestinya memperhatikan bahwa suatu informasi harus digarap secara profesional dengan tetap menghormati hak privasi. Selain itu, berita yang spekulatif juga mesti dihindari. Sebaliknya, media diharapkan membuat pemberitaan dengan menerapkan jurnalisme empati.
”Spekulasi itu misalkan apa? Misalkan (menuduh) ini pelakunya ini. Seperti itu enggak boleh. Kemudian, kan, tidak ada sumber resmi. Karena ini sifatnya itu kasus, pengamat pun tidak bisa sebetulnya mengomentari ini, mengomentari kasusnya seperti ini seperti ini, gitu kan. Karena ini sifatnya kasus dan harus transparan secara faktual, fakta-faktanya apa di lapangan dan apa yang terjadi kemudian,” tutur Yadi.