Perubahan Frasa Putusan MK dalam 49 Menit Dilaporkan ke Polisi
Jeda revisi surat putusan uji materi MK dinilai jadi bukti kuat dugaan pemalsuan dokumen terkait alasan pemberhentian Hakim MK Aswanto.
Oleh
ERIKA KURNIA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dugaan pemalsuan surat putusan perkara Nomor 103/PUU-XX/2022 tentang uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang Mahkamah Konstitusi dilaporkan ke Polda Metro Jaya. Advokat Zico Leonard Djagardo Simanjuntak, selaku pelapor, menambahkan nama dua terduga pelaku baru, sejak kasus ini pertama dilaporkan pada Rabu (1/2/2023).
Jumat (10/2/2023), kuasa hukum Zico Leonard, yaitu Leon Maulana dan Angel Foekh, dipanggil penyidik Unit III Subdirektorat Keamanan Negara Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya. Mereka dimintai keterangan terkait laporan pemalsuan surat dengan terlapor sembilan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) awal bulan ini.
Angel, saksi pelapor, mengatakan, mereka menyampaikan ke penyidik bukti-bukti yang sudah ada dan bukti baru. Salah satu bukti baru adalah tangkapan layar pesan aplikasi Whatsapp dari kontak resmi MKRI ke kontak Zico tertanggal 23 November 2022. Pada tanggal itu, kontak resmi MKRI mengirimkan pesan berisi tautan salinan putusan MK terkait uji materi yang diajukan Zico.
”Jadi, pembacaan putusan berlangsung pukul 16.03. Namun, saat kami menerima salinan putusan pukul 16.52, dalam waktu sekitar 49 menit itu sudah terjadi perubahan frasa dari ’Dengan demikian,...’ menjadi ’Ke depan,...’,” ujar Angel.
Putusan MK itu terkait uji materi penggantian hakim konstitusi Aswanto oleh DPR di tengah masa jabatannya. Diberitakan sebelumnya, Hakim Konstitusi MK Aswanto diberhentikan DPR pada 9 September 2022.
Putusan uji materi dibacakan beberapa jam setelah pengganti Aswanto yang dipilih DPR, Guntur Hamzah, yang semula merupakan Sekretaris Jenderal MK, mengucapkan sumpah dan janji sebagai hakim konstitusi.
Saat menyimak ulang putusan uji materinya, Zico menemukan adanya substansi putusan yang berubah dalam satu frasa. Frasa itu mengikuti penjelasan Pasal 23 Undang-Undang MK. Pasal itu menyebut, hakim bisa diberhentikan sebelum habis masa jabatannya apabila mengundurkan diri atas permintaan sendiri yang diajukan kepada ketua MK, sakit jasmani atau rohani secara terus-menerus selama tiga bulan sehingga tidak menjalankan tugasnya yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter, serta diberhentikan tidak dengan hormat.
Dengan frasa ”Dengan demikian,...” di depan penjelasan pasal itu, sesuai aturan aslinya, pemberhentian hakim Aswanto tidak sah dan harus dianggap inkonstitusional. Namun, dengan perubahan frasa menjadi ”Ke depan,...” (pemberhentian) menjadi sah (Kompas, 9/2/2023).
Jadi, total terlapor (sekarang) itu bukan sembilan (hakim), tetapi ada 11.
Masalah ini dilaporkan Zico melalui kuasa hukumnya karena melanggar Pasal 263 Ayat (1) dan (2) Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) terkait dengan pemalsuan surat/dokumen dan/atau menggunakan surat/dokumen palsu.
Leon, menambahkan, perubahan frasa di putusan yang terbilang singkat itu diduga dilakukan tiga orang, yaitu dua hakim konstitusi dan satu panitera MK. Sebelumnya, panitera pengganti MK, Muhidin, dan delapan hakim MK menjadi terlapor. ”Jadi, total terlapor (sekarang) itu bukan sembilan (hakim), melainkan ada 11,” kata Leon.
Temuan mereka sebelumnya juga disampaikan Zico langsung di hadapan Majelis Kehormatan MK, Kamis (9/2/2023). Selain Zico, majelis meminta keterangan dari Muhidin. Majelis Kehormatan MK dipimpin oleh I Dewa Gede Palguna dengan didampingi dua anggota, yakni hakim konstitusi Enny Nurbaningsih dan Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Gadjah Mada Soedjito.
I Dewa Gede Palguna menyampaikan, masih terlalu prematur untuk membahas mengenai materi pemeriksaan. Sebab, saat ini majelis masih dalam tahapan meminta keterangan awal. Yang jelas, majelis akan mendalami keterangan dari pengadu.
Selanjutnya, pihak Zico akan menjadikan Pelaksana Tugas Sekretaris Jenderal MK Heru Setiawan sebagai saksi. Sekretaris Jenderal dipilih karena dinilai lebih mengerti prosedur yang ada di MK.
Polda Metro Jaya belum bisa memberikan keterangan terkait hasil pemeriksaan pelapor hari ini, kelanjutan penyidikan kasus tersebut, hingga berita ini ditulis.
Pihak Zico, kata Angel, mengharapkan masalah ini ditangani sebaik-baiknya. Ia curiga, alasan pemberhentian Aswanto yang inkonstitusional dipicu politik kepentingan.
”Tidak ada satu pun alasan (pemberhentian Aswanto) yang termasuk dalam pasal 23 UU MK. Malah DPR mengatakan secara langsung hakim Aswanto ini dicopot karena sering menganulir produk-produk DPR. Padahal itu, kan, tidak sesuai dengan apa yang disebutkan UU,” kata Angel.