Hadapi Perang Modern, TNI AL Siapkan Sistem Senjata Armada Terpadu
TNI AL menyiapkan Sistem Senjata Armada Terpadu. Untuk mengoperasikan sistem itu, dilakukan interaksi KRI, marinir, pangkalan, dan pesawat dengan teknologi. Sebagai konsep awal, terbuka pengembangan lebih lanjut.
Oleh
WILLY MEDI CHRISTIAN NABABAN
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Menghadapi ancaman perang modern, Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut menyiapkan Sistem Senjata Armada Terpadu. Sistem itu merupakan pengembangan konsep perang modern network centric warfare yang melibatkan kombinasi taktik, teknik, prosedur, dan penyebaran informasi secara langsung atau waktu yang sama.
Dalam Sistem Senjata Armada Terpadu (SSAT) itu terdapat kapal perang Republik Indonesia (KRI), marinir, pangkalan, dan pesawat. Dalam mengoperasikannya, dilakukan interaksi antar-unsur dengan dukungan komunikasi dan elektronika.
Hal itu di antaranya yang dibahas dalam Rapat Koordinasi Komunikasi dan Elektronika (Komlek) di Markas Besar TNI AL, Jakarta, Kamis (16/3/2023), yang berlangsung tertutup.
Sebelum rapat berlangsung, Asisten Komunikasi dan Elektronika Kepala Staf TNI AL Laksamana Muda Dwika Tjahja Setiawan yang hadir mewakili Kepala Staf TNI AL Laksamana Siwi Sukma Adji mengatakan, network centric warfare (NCW) merupakan konsep perang modern yang melibatkan kombinasi taktik, teknik, prosedur, dan penyebaran informasi secara langsung atau waktu yang sama (real time). Konsep ini dapat digunakan bersama oleh semua unsur dalam SSAT.
”Persiapan NCW dalam menghadapi perang modern belum sempurna. TNI AL baru melahirkan konsep besar yang dapat ditambah ataupun dikembangkan lagi,” ujarnya.
Dwika menyampaikan, pembahasan untuk pengembangan konsep ini berfokus pada sumber daya manusia, metode, dan pengoperasian NCW. Semua hal itu dinilai strategis untuk memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dalam perang elektronika ataupun modern.
Lewat rapat koordinasi ini, hal-hal tersebut disampaikan ke bidang-bidang yang ada di Komunikasi dan Elektronika TNI AL. Tujuannya adalah menyamakan pemahaman dalam pengembangan konsep NCW.
”Banyak teknologi yang perlu diperbarui dan diproduksi secara mandiri. Hal ini untuk menurunkan ketergantungan pada luar negeri,” ungkapnya.
Pada dasarnya, operasi TNI AL sudah banyak yang menerapkan teknologi tertentu. Namun, untuk produksi secara mandiri belum tercapai. Karena itu, diharapkan NCW segera siap mulai dari alutsista, peralatan pendukung, sensor, dan modal.
Dari segi teknologi, lanjut Dwika, tujuan utamanya adalah membangun NCW berbasis satelit yang mandiri. Ini karena dalam perang modern, kemandirian memegang peranan penting. ”Kondisi ini mau tidak mau harus dilewati dan dipersiapkan,” tambahnya.
Pada dasarnya, lanjut Dwika, operasi TNI AL sudah banyak yang menerapkan teknologi tertentu. Namun, untuk produksi secara mandiri belum tercapai. Karena itu, diharapkan NCW segera siap yang dimulai dari alat utama sistem senjata (alutsista), peralatan pendukung, sensor, dan modal.
Sejauh ini, menurut data Global Fire Power 2023, kekuatan militer Indonesia berada di peringkat teratas se-Asia Tenggara dengan indeks 0,2221 (nilai sempurna 0,0000). Secara global, Indonesia berada di peringkat ke-13 dari 145 negara.
Pemeringkatan itu merujuk pada delapan unsur pembentuk kekuatan militer, yakni sumber daya manusia, kekuatan udara, kekuatan darat, kekuatan laut, sumber daya alam, logistik, keuangan, dan geografi. Alutsista merupakan salah satu pembentuk kekuatan tersebut, baik alutsista militer di darat, laut, maupun udara.
Namun, dari segi penguasaan laut khususnya, Lowly Institute Asia Power Index 2023 menempatkan Indonesia di peringkat ke-11 di tingkat Asia, di bawah Thailand yang menduduki posisi ke-10. Pemeringkatan penguasaan laut berdasarkan elemen jumlah kombatan utama di permukaan, seperti kapal fregat, kapal perusak, dan kapal penjelajah.
Masih menurut data tersebut, Indonesia menempati peringkat ke-13 di kawasan Asia dalam hal teknologi, pemeliharaan, dan jarak jangkauan. Indonesia berada satu peringkat di bawah Vietnam yang berada di peringkat ke-12. Sementara itu, negara tetangga, Singapura, berada di peringkat ke-2.
Untuk teknologi, Kepala Dinas Penerangan TNI AL Julius Widjojono mengakui, hal itu berperan krusial dalam perang modern. Apalagi dalam perang berbasis jaringan, suatu negara harus mampu meningkatkan efektivitas operasi militer dan kemampuan pertahanannya.