Menteri Perhubungan Minta Maaf dan akan Audit Proyek Terindikasi Korupsi
Ditetapkannya enam pegawai Kemenhub sebagai tersangka penerimaan suap proyek, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi meminta maaf. Ia berjanji akan mengaudit proyek yang terindikasi korupsi.
Oleh
WILLY MEDI CHRISTIAN NABABAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Kamis (13/4/2023), menyampaikan permintaan maaf dan bertekad untuk mengaudit proyek-proyek di Kementerian Perhubungan yang terindikasi korupsi. Permintaan maaf disampaikan terkait dengan penetapan tersangka sejumlah pegawainya dalam kasus dugaan penyuapan sejumlah proyek pembangunan dan pemeliharaan jalur kereta api yang diperkirakan mencapai Rp 14,5 miliar.
Akan tetapi, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan proyek pembangunan dan pemeliharaan jalur kereta yang terkait dalam korupsi itu masih dapat terus berjalan sesuai rencana.
”Kami sampaikan permohonan maaf atas kejadian ini dan akan menyerahkan sepenuhnya proses hukum kepada pihak yang berwenang. Kami siap bekerja sama serta mendukung KPK dan pihak terkait lainnya untuk menuntaskan kasus ini,” tutur Budi dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.
Kementerian Perhubungan (Kemenhub) juga akan mengaudit proyek-proyek yang terindikasi korupsi untuk memastikan pemenuhan persyaratan keselamatan dan kelaik-operasian. Budi menegaskan, pihaknya tidak menoleransi perilaku koruptif dan akan menindak tegas pegawai yang terlibat pelanggaran.
Sebelumnya, enam pegawai Kemenhub ditetapkan sebagai tersangka seusai terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK. Mereka diduga menerima suap yang diperkirakan mencapai Rp 14,5 miliar dalam proyek pembangunan dan pemeliharaan jalur kereta api (KA) di wilayah Sulawesi Selatan, Jawa Bagian Tengah, Jawa Bagian Barat, dan Jawa-Sumatera pada tahun anggaran 2018-2022.
Secara rinci, proyek pembangunan rel itu meliputi jalur kereta ganda Solo Balapan-Kadipiro-Kalioso, jalur kereta di Makassar, Sulawesi Selatan, dan proyek perbaikan pelintasan sebidang Jawa-Sumatera. Selain itu, ada juga empat proyek konstruksi jalur kereta dan dua proyek supervisi di Lampegan, Cianjur, Jawa Barat.
Keenam tersangka berasal dari kalangan Ditjen Perkeretaapian (DJKA) Kemenhub. Mereka adalah Direktur Prasarana Perkeretaapian DJKA Kemenhub Harno Trimadi, Kepala Balai Teknik Perkeretaapian (BTP) Jawa Bagian Tengah (Jabagteng) Putu Sumarjaya, pejabat pembuat komitmen (PPK) BTP Jabagteng Bernard Hasibuan, PPK BTP Jawa Bagian Barat Syntho Pirjani Hutabarat, PPK Balai Pengelola Kereta Api Sulawesi Selatan Achmad Affandi, serta PPK Perawatan Prasarana Perkeretaapian Fadliansyah.
Oleh karena itu, lanjut Budi, Kemenhub akan terus berkomitmen untuk turut memberantas korupsi khususnya di lingkungan kerjanya. Hal ini dilakukan dengan cara mengingatkan seluruh jajaran pegawai mengenai integritas, tata kelola yang baik, dan peningkatan pengawasan internal.
Penghentian atau perlambatan proyek, khususnya perbaikan pelintasan sebidang Jawa-Sumatera, sangat berbahaya. Ini karena proyek itu berkaitan dengan unsur keselamatan dan dapat membahayakan pelintasan KA dan pengguna jalan.
Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri menuturkan, proyek yang terlibat dalam kasus korupsi jalur rel kereta api akan tetap berlanjut. Hal ini lantaran proyek dan kasus berada dalam ranah yang berbeda karena KPK fokus pada perkara penyuapan. ”Tidak berhenti karena berbeda obyek penyidikannya. (Kami menyidik) soal penyuapannya,” ujar Ali.
Hal yang sama juga dituturkan Juru Bicara Kemenhub Adita Irawati. Ia mengatakan, seluruh proyek yang terindikasi korupsi akan terus berlanjut sesuai rencana. ”Tetap (berlanjut),” ucapnya.
Menurut pakar transportasi bidang perkeretaapian, Deddy Herlambang, kasus korupsi yang melibatkan sejumlah proyek itu dapat mengganggu aktivitas sektor transportasi, khususnya moda kereta api. Pada umumnya, kasus korupsi dapat berujung pada penghentian atau perlambatan penyelesaian proyek.
”Yang ditakutkan adalah kepastian penyelesaian proyek. Apalagi, jika penelusuran KPK, misalnya, menemukan keterlibatan pejabat lainnya yang berhubungan dengan proyek,” kata Direktur Eksekutif Institut Studi Transportasi (Instran) itu.
Dia menyinggung penghentian atau perlambatan proyek, khususnya perbaikan pelintasan sebidang Jawa-Sumatera, sangat berbahaya. Ini karena proyek itu berkaitan dengan unsur keselamatan dan dapat membahayakan pelintasan KA dan pengguna jalan.
Deddy juga merujuk pada data PT Kereta Api Indonesia yang mencatat 188 kasus kecelakaan yang terjadi di pelintasan sebidang pada periode Januari-Agustus 2022. Jumlah ini dapat meningkat apabila proyek perkeretaapian yang berkaitan dengan unsur keselamatan terganggu.