Prabowo Subianto dan Adagium Tiada Lawan Abadi dalam Politik
Bakal capres Partai Gerindra, Prabowo Subianto, bersilaturahmi Lebaran ke sejumlah lawan politiknya saat Pilpres 2014 dan 2019. Ikhtiar Prabowo untuk memperlebar spektrum politiknya.
Nuansa Lebaran dimanfaatkan oleh Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto untuk berkunjung menemui sejumlah lawan politiknya saat pemilihan presiden. Perjumpaan ini justru membuahkan pujian dan dukungan bagi Prabowo yang akan kembali mengarungi Pemilihan Presiden 2024. Ya, mereka berubah dari lawan menjadi kawan.
Sepanjang Selasa (25/4/2023) pagi hingga sore, Prabowo yang kini menjabat pula Menteri Pertahanan bersilaturahmi ke sejumlah seniornya saat masih bertugas di militer, di antaranya Jenderal TNI (Purn) Agum Gumelar, Jenderal TNI (Purn) AM Hendropriyono, dan Jenderal TNI (Purn) Wiranto. Satu demi satu ia kunjungi kediaman dari para senior itu meski lokasinya tersebar di sejumlah daerah di DKI Jakarta.
Perjumpaan Prabowo dengan para seniornya di militer tersebut sarat nuansa nostalgia. Mereka mengenang saat masih sama-sama bertugas di militer. Namun, tak sebatas itu, dari para senior diselipkan pula dukungan dan doa bagi Prabowo yang berencana maju kembali di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
Agum Gumelar, misalnya, melihat, saat ini ada nilai lebih yang dimiliki Prabowo, terutama saat bergabung dengan pemerintah pasca-kemenangan Jokowi dalam Pilpres 2019. Ia pun memandang Prabowo sebagai tokoh yang berdedikasi tinggi terhadap tugas-tugas yang diemban dan menjadi tanggung jawabnya. Ia mengetahui karakter Prabowo tersebut sejak sama-sama masih menjadi prajurit baret merah alias Komando Pasukan Khusus (Kopassus).
Pujian juga dilayangkan oleh Wiranto. Menurut Ketua Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) tersebut, dari empat figur Presiden RI selama ini, ia melihat Prabowo adalah figur capres yang mumpuni. Alasannya, Prabowo telah menunjukkan kesetiaan pada NKRI, Pancasila, dan UUD 1945. Kedua, Prabowo memahami permasalahan domestik dan internasional. Ketiga, Prabowo bersedia melanjutkan pembangunan negeri.
”Nah, Prabowo di pemerintahan sekarang dan cukup lama dengan Pak Jokowi, paham betul masalah itu. Dengan demikian, masalah kesinambungan pembangunan, beliau pasti paham betul apa yang perlu ditambahkan dan disempurnakan,” tutur Wiranto.
Hendropriyono pun memuji Prabowo sebagai sosok yang menghargai orang lain, termasuk seniornya. ”Saya dan teman-teman senior berdoa supaya selalu sukses dalam pengabdiannya kepada negara dan bangsa Indonesia, karena Pak Prabowo orang yang penuh inisiatif dan punya pemikiran yang out of the box,” tambahnya.
Selain bersilaturahmi Lebaran ke seniornya di militer, Prabowo juga menyempatkan bersilaturahmi ke atasannya di Kabinet Indonesia Maju, yakni Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD. Seusai pertemuan, Prabowo mengundang Mahfud ke kediamannya di Hambalang, Bogor, Jawa Barat. Undangan ini disanggupi oleh Mahfud MD.
Baca juga: Prabowo Undang Mahfud MD ke Hambalang
Padahal, jika ditilik ke belakang, para tokoh tersebut pernah berseberangan dengan Prabowo, utamanya saat pilpres.
Agum Gumelar yang pernah menjabat Komandan Jenderal (Danjen) Komando Pasukan Khusus (Kopassus), misalnya, mendukung kompetitor Prabowo di Pilpres 2014, yakni Joko Widodo. Dukungan ini berlanjut di Pilpres 2019. Bahkan, menjelang Pilpres 2019, ia sempat ”menyerang” Prabowo dengan menyinggung kembali soal pelanggaran hak asasi manusia berat yang pernah dilakukan Prabowo dalam peristiwa penculikan aktivis pada 1998. Saat peristiwa ini terjadi, Prabowo masih menjabat Danjen Kopassus.
Selain Agum, Wiranto pun pernah ”menyerang” Prabowo dengan tema yang sama menjelang Pilpres 2014. Kala itu, Wiranto membawa partainya, Partai Hanura, mengusung Jokowi-Jusuf Kalla, untuk menghadapi pasangan capres-cawapres, Prabowo-Hatta Rajasa.
Hendropriyono bahkan pernah menjadi bagian dari Tim Pengarah Pemenangan Jokowi-Kalla di Pilpres 2014. Dukungan mantan Kepala Badan Intelijen Negara ini berlanjut di Pilpres 2019. Saat itu, partai yang dipimpinnya, Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI), menjadi bagian dari parpol pengusung Jokowi-Ma’ruf Amin. Adapun Mahfud meski pernah menjadi Ketua Tim Kampanye Nasional Prabowo-Hatta di Pilpres 2014, di Pilpres 2019, ia mengalihkan dukungan kepada Jokowi.
Baca juga:
> Menguatnya Daya Tarik Prabowo Subianto
> Ikhtiar Keempat Prabowo Subianto
Namun, perbedaan sikap politik dari para tokoh itu tak lagi terlihat saat mereka berjumpa dengan Prabowo dalam silaturahmi Lebaran 2023. Mereka seolah sudah lupa, bahwa di masa lalu, mereka pernah saling ”menjatuhkan” demi kepentingan pemilihan presiden.
Terkait telah meretasnya perbedaan itu, Agum turut menyinggungnya seusai bertemu Prabowo. ”Jadi, dari semua yang pernah bersilang paham, itu sudah selesai dan tidak jadi suatu masalah lagi,” ujar Agum.
Komitmen Prabowo
Menurut Anggota Dewan Pembina Partai Gerindra Andre Rosiade, kunjungan dan silaturahmi Lebaran Prabowo kepada sejumlah tokoh yang pernah menjadi lawan politiknya di pilpres lalu menunjukkan adab dan etika Prabowo sebagai tokoh bangsa. Prabowo dinilainya telah memberikan contoh baik kepada publik.
”Rekonsilisasi ini mempersatukan Indonesia. Modal persatuan inilah yang menyebabkan kita bisa menghadapi segala tantangan dan krisis yang melanda dunia," ujar Andre.
Berkaitan dengan adanya dukungan kepada Prabowo untuk Pilpres 2024 mendatang, bagi Gerindra, itu adalah hal yang lain. Partai tentu mensyukuri segala bentuk dukungan dan mengapresiasi masukan-masukan dari para senior.
”Mungkin, para senior itu berpikir bahwa inilah pemimpin yang bisa mempersatukan Indonesia, dan juga bisa melanjutkan pembangunan yang sudah dilakukan Pak Jokowi. Jadi, kami syukuri semua dukungan dan masukan tersebut,” ucap Andre.
Yang jelas, lanjut Andre, Indonesia bahkan dunia kini tengah menghadapi krisis besar dan membutuhkan pemimpin yang bisa mempersatukan Indonesia. Prabowo telah membuktikan hal tersebut dengan masuk pemerintahan Jokowi pasca-Pilpres 2019. Lagi pula, Prabowo juga telah berkomitmen akan melanjutkan pembangunan dan program-program Presiden Jokowi ketika terpilih nanti di Pilpres 2024.
Lawan jadi kawan
Kepala Departemen Politik dan Perubahan Sosial Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernandes berpandangan, pada dasarnya, komunikasi Prabowo dengan para lawan politiknya bisa terjalin dengan baik karena Prabowo kini sudah menjadi bagian dari pemerintahan. Dengan silaturahmi yang dilakukan Prabowo, ini menunjukkan ada kebutuhan dari sisi Prabowo untuk mendapatkan suara, terutama dari pemilih Jokowi pada dua pilpres sebelumnya, Pilpres 2014 dan 2019.
Baca juga: Ganjar, Prabowo, dan Intensi Presiden Jokowi untuk Jadi ”King Maker”
Kedua, ada kebutuhan pula dari Prabowo untuk mendapatkan semacam dukungan politik dari para tokoh yang dianggap berkontribusi bagi kemenangan Jokowi di kontestasi sebelumnya.
Ketiga, Arya melihat, ada kebutuhan Prabowo untuk mendapatkan semacam persepsi di level elite atau level pemilih bahwa Prabowo tengah berusaha untuk memastikan adanya komunikasi pada figur-figur penting. Figur-figur tersebut tentu berasal dari lintas partai, lintas preferensi politik yang sebelumnya berseberangan dengan kubu Prabowo.
”Jadi Prabowo terlihat sekali ingin memperlebar spektrum politiknya,” ucap Arya.
Baca juga: Adu Siasat Mengikat Koalisi Partai Politik
Dalam situasi politik yang dinamis dan terbuka seperti sekarang, kemungkinan perubahan preferensi politik seseorang atau perubahan dukungan politik atau tokoh-tokoh yang sebelumnya dianggap rival, memang selalu terbuka. Bagi Prabowo, situasi ini tentu sangat menguntungkan karena bisa meraih dukungan dari rival sebelumnya. Apalagi, tokoh-tokoh itu memiliki pengaruh secara politik.
Bagi tokoh-tokoh itu juga mungkin memiliki semacam kepentingan, misalnya, untuk membangun komunikasi dengan Prabowo. Sejauh ini, mungkin kepentingan itu belum terungkap, tetapi niscaya hal tersebut akan terungkap ketika tujuan mereka terwujud.
”Jadi, dengan dinamisnya politik, setiap kelompok punya kepentingan untuk mengalihkan dukungan, pindah kubu, karena tidak ada lawan politik yang abadi. Setiap orang bisa berbeda pada satu situasi, tetapi bisa pula bergandengan tangan pada satu situasi tertentu. Keterbukaan kerja sama ini didorong situasi-situasi politik atau kesempatan politik,” kata Arya.