JAKARTA, KOMPAS — Rencana revisi Undang-Undang TNI disebut sebagai amanat dari Program Legislasi Nasional 2014-2019 dan 2019-2024 yang belum terlaksana hingga kini. Namun, untuk merealisasikan rencana tersebut, bukan berarti revisi akan dikejar untuk dituntaskan secepat mungkin. Rencana revisi kini masih dalam tahap pembahasan. Pembahasan pun disebut akan memakan waktu yang panjang.
Seusai menanam mangrove di acara Puncak Penanaman Mangrove Nasional oleh TNI di Seluruh Indonesia Tahun 2023, di Taman Wisata Alam (TWA) Angke Kapuk, Jakarta Utara, Senin (15/5/2023), Presiden Joko Widodo menegaskan bahwa usulan revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI masih dalam pembahasan.
”Baru dalam proses pembahasan. Kalau sudah selesai baru dikomentari,” ujar Presiden Jokowi menanggapi pertanyaan wartawan tentang usulan perwira aktif yang bisa lebih banyak menduduki jabatan sipil.
Terkait alasan revisi UU TNI dan pandangan sejumlah pakar bahwa materi revisi bisa mencederai semangat reformasi, Presiden juga masih belum bersedia berkomentar. ”Nanti kalau sudah selesai, baru komentari,” tambah Presiden.
Diberitakan sebelumnya, dalam pembahasan revisi UU TNI oleh Mabes TNI, muncul usulan agar prajurit TNI aktif bisa lebih banyak menduduki jabatan di kementerian/lembaga. Bisa menjabat di 18 kementerian/lembaga, ditambah instansi lain yang membutuhkan. Padahal di UU TNI yang berlaku saat ini, prajurit aktif TNI hanya bisa menduduki jabatan di 10 kementerian/lembaga. Usulan ini menuai kritik karena tak selaras dengan semangat reformasi yang menempatkan militer sebagai alat pertahanan negara.
Selain usulan tersebut, usulan terkait kebijakan penganggaran bagi TNI juga menuai kritik. Dalam usulan revisi, TNI tak lagi ingin ada di bawah Kementerian Pertahanan seperti diatur di UU No 34/2004. Usulan tersebut dikritik karena tidak sejalan dengan Undang-Undang Pertahanan yang menyatakan kebijakan penganggaran dan pengadaan TNI ditetapkan Menteri Pertahanan. Hal ini juga dinilai menunjukkan TNI tidak ingin berada di bawah supremasi sipil.
Sementara itu, Panglima TNI Laksamana Yudo Margono menyampaikan bahwa revisi UU TNI merupakan amanat dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2014-2019 dan 2019-2024 yang hingga kini belum direalisasikan
Saat ini, pihaknya masih membahas isi UU TNI yang akan direvisi. Ia mengaku terkejut saat informasi revisi UU TNI telah menyebar ke publik. Hasil rapat yang telah dilakukan belum ada evaluasi dan koreksi dari Yudo. ”Masih lama prosesnya. Ini baru tahap awal, awal sekali yang sebenarnya ini masih belum boleh beredar. Tapi enggak tahu kok bisa beredar,” katanya.
Setelah pemaparan revisi UU TNI, pihaknya masih akan membahasnya dalam seminar. Yudo menyebut bahwa revisi UU TNI akan membutuhkan waktu yang panjang dan tak mudah.Meski demikian, ia berterima kasih atas tanggapan masyarakat. Hal itu menunjukkan perhatian mereka pada TNI.
Ketika ditanya soal urgensi dari revisi UU TNI, Yudo hanya mengatakan bahwa ada hal-hal yang tak relevan dengan perkembangan situasi saat ini. Sementara, bagian-bagian yang dianggap masih sesuai akan tetap dilanjutkan.
Ia mengakui bahwa Menteri Pertahanan Prabowo Subianto menilai revisi UU TNI belum perlu dilakukan. Alhasil, Yudo akan membahas lebih lanjut hal ini.
Dengar pendapat lain
Menurut analis pertahanan dari Semar Sentinel, Muhammad Fauzan Malufti, memang ada keperluan mengubah UU TNI. Beberapa hal yang dapat disoroti adalah perubahan nomenklatur, penyesuaian terkait UU atau peraturan baru pertahanan, seperti UU Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara (PSDN), penyesuaian perkembangan lingkungan strategis, serta sumber dan bentuk ancaman yang ada.
Selain itu, ada sejumlah catatan yang perlu dijelaskan lebih rinci dari materi revisi UU TNI yang telah beredar di publik. Salah satunya tentang penambahan jabatan sipil yang bisa diduduki prajurit aktif TNI. Fauzan sepakat bahwa ada sejumlah kementerian dan lembaga pemerintah yang butuh kehadiran prajurit TNI, tetapi posisinya dapat dikritisi lagi. Beberapa tentang jumlah serta peran prajurit TNI yang menduduki jabatan kementerian/lembaga.
”Perlu juga didengarkan pendapat rekan-rekan aparatur sipil negara (ASN) sipil yang akan terdampak langsung karena karier mereka bisa terhambat kalau posisi-posisi di dalam kementerian/lembaganya diambil prajurit aktif,” tutur Fauzan.
Fauzan berpendapat, harus ada komunikasi yang baik dengan seluruh pemangku kepentingan, termasuk masyarakat umum. Hal ini mencakup rincian dan penjelasan dari tiap usulan pasal yang ingin direvisi. Ia juga mengapresiasi Pusat Penerangan TNI yang mengusulkan seminar-seminar terkait revisi UU TNI agar suara publik bisa diserap.
”Saya pikir itu inisiatif yang baik dan semoga bisa diselenggarakan secepat dan seterbuka mungkin. Dari pemerintah atau TNI juga perlu memublikasikan naskah akademiknya,” ujarnya.