Semua pihak mesti berupaya untuk menghilangkan stigma tidak aman di Poso pascakonflik dan aksi terorisme. Ini penting agar potensi Poso bisa tergali secara optimal.
Oleh
CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Kabupaten Poso di Provinsi Sulawesi Tengah membutuhkan stigma aman karena situasi setempat yang sudah bebas dari berbagai gangguan keamanan. Upaya keras dari berbagai pihak, termasuk pemerintah dan masyarakat, dibutuhkan untuk menghilangkan stigma tidak aman di daerah yang memiliki banyak potensi tersebut.
”Harus dihapuskan stigma Poso tidak aman. Poso sudah terlalu lama menderita. Padahal, kabupaten ini punya potensi yang luar biasa. Untuk itu, begitu ada surat permohonan dari Bupati Poso, saya undang tenaga profesional dari semua kedeputian di KSP yang mengampu isu-isu di kementerian koordinator, agar bersama kita dorong pembangunan di sana,” kata Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko dalam audiensi bersama Bupati Poso beserta jajaran di Gedung Bina Graha Jakarta, Selasa (20/6/2023).
Siaran pers Kantor Staf Presiden (KSP) menyebutkan, konflik di Poso dimulai dengan serangkaian kerusuhan bernuansa agama di tahun 1998. Konflik tersebut berakhir dengan perjanjian damai antara dua umat beragama yang bertikai di tahun 2001.
Harus dihapuskan stigma Poso tidak aman. Poso sudah terlalu lama menderita. Padahal, kabupaten ini punya potensi yang luar biasa.
Poso kembali menjadi pusat perhatian nasional dengan kemunculan kelompok teroris Mujahidin Indonesia Timur (MIT) sejak 2010. Namun, pemerintah merespons kelompok teroris ini melalui Operasi Madago Raya yang sejak Desember 2022 telah dinyatakan berakhir karena berhasil menumpas seluruh jaringan teroris MIT.
Moeldoko, yang saat menjabat Panglima TNI di tahun 2015, pernah menggelar latihan Pasukan Pemukul Reaksi Cepat (PPRC) menangkal terorisme di Poso, memaparkan cara menghapus stigma konflik-konflik terdahulu. Salah satunya dengan mengupayakan publik mengetahui situasi dengan datang berkunjung ke Poso.
Untuk dapat mengundang masyarakat berkunjung ke Poso, lanjut Moeldoko, hal yang mendesak dibutuhkan adalah pembangunan infrastruktur dan akses transportasi. ”Untuk pembangunan bandara, KSP akan membantu tindak lanjuti. Sepanjang belum ada penerbangan dari dan menuju Poso, maka stigma daerah tidak aman akan terus berlanjut,” ujarnya.
Di sisi lain, Moeldoko juga menyarankan pemerintah daerah agar aktif melibatkan anak muda dalam mempromosikan Poso. Hal ini dapat ditempuh, misalnya, melalui konten-konten kreatif atau dengan mendukung perluasan tempat-tempat berkumpulnya anak muda untuk berkegiatan. ”Sebagai contoh di Aceh, kafe-kafe sudah banyak berkembang, jadi tempat berkumpul di malam hari, yang mengindikasikan daerah tersebut aman,” katanya.
Pada kesempatan tersebut Bupati Poso Verna G Merry Inkiriwang menuturkan arti penting dorongan dan koordinasi dari pemerintah pusat. ”Dengan terobosan dari KSP, harapannya Poso bisa dilirik lagi untuk dikembangkan pascakonflik dan aksi terorisme. Mungkin KSP bisa menjadi salah satu pintu masuk. Kalau hanya daerah yang mengeklaim, tetapi tidak ada dorongan koordinasi dari pemerintah di pusat, maka stigma tidak hilang dan publik masih takut untuk datang ke Poso,” tuturnya.
Merujuk data Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, pemerintahan Presiden Joko Widodo memberi perhatian serius bagi Kabupaten Poso pascakonflik. Poso, bahkan, menjadi prioritas bagi pembangunan tematik sesuai skala prioritas nasional. Pemerintah pun terus mendorong pembangunan ekonomi Kabupaten Poso melalui dana alokasi khusus yang berjumlah Rp 132 miliar pada 2022.
Sementara itu, rilis Biro Komunikasi Publik Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) pada 27 Maret 2023 menyebutkan, Direktorat Jenderal Perumahan, Kementerian PUPR telah menyelesaikan pembangunan rumah susun (rusun) untuk santri Pondok Pesantren (Ponpes) Nahdlatul Tholibin di Desa Lanto Jaya, Kecamatan Poso Pesisir, Kabupaten Poso.
Kepala Balai Pelaksana Penyediaan Perumahan Sulawesi II Direktorat Jenderal Perumahan Kementerian PUPR Bakhtiar mengatakan, rusun tersebut dibangun atas kerja sama antara Kementerian PUPR dan Kepolisian Negara Republik Indonesia. Pembangunan ponpes ini sesuai permohonan yang diusulkan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Kabupaten Poso kepada Pimpinan PBNU pusat yang kemudian didukung oleh Mabes Polri.
Adapun Ketua Tanfidziyah NU Kabupaten Poso Ustad Sutami M Idris menuturkan, rusun tersebut akan menjadi salah satu pesantren alternatif yang berada di wilayah Kabupaten Poso. Sebelumnya, di Poso sudah ada pesantren Wahdah Islamiyah, Amanatul Ummah, dan Walisongo.
”Semoga pesantren ini dapat menjadi pesantren alternatif moderat yang bisa membangun harmonisasi di tiga aspek, yaitu harmonisasi di internal umat beragama, harmonisasi antarumat beragama dan yang terakhir adalah harmonisasi antarumat beragama dan pemerintah,” kata Ustad Sutami.