DPR Usulkan Perpanjangan Jabatan Kepala Desa Berlaku Surut
Fraksi-fraksi di DPR mengusulkan agar norma masa jabatan kepala desa sembilan tahun yang dirumuskan dalam RUU Desa dapat berlaku surut.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Kendati menuai kritik dari sejumlah kalangan, DPR tetap melanjutkan pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yang salah satunya memuat usulan masa jabatan kepala desa diperpanjang menjadi sembilan tahun. Fraksi-fraksi partai politik di parlemen bahkan mengusulkan agar masa jabatan kepala desa sembilan tahun itu berlaku surut. Dengan demikian, masa jabatan kepala desa yang tengah menjabat secara otomatis bertambah begitu UU Desa hasil revisi disahkan.
Berdasarkan UU No 6/2014, masa jabatan kepala desa saat ini adalah enam tahun dan maksimal menjabat selama tiga periode. Sementara dalam rumusan RUU Desa yang disusun Badan Legislasi (Baleg) DPR, diusulkan masa jabatan kepala desa adalah sembilan tahun dan dapat menjabat maksimal dua periode, baik berturut-turut maupun tidak berturut-turut.
Ketua Baleg DPR Supratman Andi Agtas, Jumat (23/6/2023), menyampaikan, jika melihat proses rapat penyusunan RUU Desa sejak Senin lalu, kemungkinan besar perpanjangan masa jabatan kades ini akan berlaku surut. ”Tapi, ini masih akan kami konsultasikan dulu dengan pemerintah,” ujarnya.
Rumusan RUU Desa mulai dibahas di Baleg sejak Senin (19/6/2023). Dalam satu pekan ini, Baleg dua kali menggelar rapat untuk membahas RUU Desa. Kesepakatan untuk memperpanjang masa jabatan kepala desa diambil dalam rapat Panitia Kerja (Panja) Penyusunan RUU Desa di Baleg DPR pada Kamis (22/6/2023). Menurut rencana, Baleg akan menggelar rapat pleno pengambilan persetujuan pengajuan RUU Desa sebagai usul inisiatif DPR pada Senin (26/6/2023). Jika disetujui, selanjutnya Baleg akan mengusulkan ke rapat paripurna untuk mendapatkan persetujuan sebagai RUU inisiatif DPR. RUU Desa itu nantinya akan diusulkan kepada pemerintah agar dapat dibahas bersama-sama DPR.
Undang-undang ini diketok, langsung diberlakukan. Jadi, transisinya gampang untuk berlaku surut. Kalau kades sudah enam tahun menjabat, ya, ditambah tiga tahun. Kades yang baru tiga tahun menjabat, langsung ditambah enam tahun,
Selama dua kali rapat pembahasan di Baleg, fraksi-fraksi memang mengusulkan agar perubahan UU Desa berlaku surut. Usulan salah satunya datang dari Ibnu Multazam, anggota Baleg dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa. ”Kami menyetujui untuk sembilan tahun dua periode. Kemudian untuk berlakunya, saya mengusulkan ini berlaku surut,” katanya.
Al Muzzammil Yusuf, anggota Baleg dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, menambahkan, akan lebih baik jika RUU Desa langsung diberlakukan begitu disahkan menjadi undang-undang. Selain itu, khusus norma masa jabatan kepala desa mesti ditetapkan berlaku surut. Dengan demikian, kepala desa yang saat ini tengah menjabat akan mendapat penambahan masa jabatan selama tiga tahun.
”Jadi, undang-undang ini diketok, langsung diberlakukan. Jadi, transisinya gampang untuk berlaku surut. Kalau kades sudah enam tahun menjabat, ya, ditambah tiga tahun. Kades yang baru tiga tahun menjabat, langsung ditambah enam tahun,” katanya.
Anggota Baleg dari Fraksi Partai Amanat Nasional (F-PAN), Saleh P Daulay, mengatakan, pergantian kepemimpinan di desa harus dibuat simpel dan mudah. Karena itu, meski tidak ada perwakilan yang hadir dalam rapat Panja Penyusunan RUU Desa di Baleg, Kamis (22/6), F-PAN sepakat dengan usulan perpanjangan masa jabatan kepala desa menjadi sembilan tahun.
Menurut Saleh, perpanjangan masa jabatan kepala desa diyakini dapat memaksimalkan kegiatan dan program pemberdayaan masyarakat desa. ”Kalau terlalu sering pemilihan, dikhawatirkan terlalu sering pula kontestasi. Lebih baik fokus untuk bertugas selama sembilan tahun, setelah itu pemilihan lagi,” tuturnya.
Potensi penyelewengan
Usulan masa jabatan kepala desa sembilan tahun itu langsung menuai kritik publik. Kritik salah satunya datang dari Ketua Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik Pimpinan Pusat Muhammadiyah Ridho Al-Hamdi. Melalui keterangan tertulis, kemarin, ia menyampaikan bahwa masa jabatan sembilan tahun terlalu lama dan tidak sehat untuk demokrasi. Bukan hanya itu, potensi penyelewengan wewenang juga semakin besar.
Jika mengacu pada negara-negara yang demokrasinya baik, menurut Ridho, mayoritas rentang masa kepemimpinan di negara-negara tersebut berkisar 4-6 tahun. Lebih dari itu, sistem demokrasi ada untuk membatasi masa jabatan, bukan malah memperpanjangnya.
”Terlalu lamanya masa jabatan kades juga berpotensi untuk melakukan penyelewengan kekuasaan atau abuse of power serta bisa merusak substansi demokrasi yang sudah baik,” ujarnya.
Karena itu, menurut Ridho, enam tahun masa jabatan merupakan pilihan yang bijak. Batasan maksimal dua periode juga pilihan yang tepat bagi masa jabatan kepala desa. Model dua kali masa jabatan banyak diadopsi negara demokrasi.
Menanggapi kritik itu, Supratman menegaskan, Baleg DPR tidak asal-asalan merevisi UU Desa. Setiap substansi revisi didasari penelitian dan naskah akademik. Namun, jika ada pihak yang menyebut upaya revisi UU Desa ini sebagai langkah politis DPR untuk mendapat simpati dari aparat desa menjelang Pemilu 2024, ia menyebut hal itu sah-sah saja.
”Orang boleh berpendapat apa saja menyangkut soal ini dekat pemilu atau tidak. Tetapi, kan, yang pasti bahwa ini semua orang setuju. Jadi, saya tidak bisa berbuat apa-apa,” ucapnya.
Onas Kristiani, Kepala Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, juga menampik bahwa perpanjangan masa jabatan kepala desa itu sarat kepentingan politik. Menurut dia, para kepala desa sudah hampir dua tahun memperjuangkan perpanjangan masa jabatan sampai harus berunjuk rasa. ”Kami kesulitan menyelesaikan program-program kerja dalam waktu yang terlalu singkat. Padahal, untuk membangun desa butuh ketenangan,” ujarnya.
Secara terpisah, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Abdul Halim Iskandar menegaskan, soal perpanjangan masa jabatan kepala desa, kementerian yang ia pimpin telah menyusun kajiannya. Kajian tersebut secara resmi akan disampaikan kepada DPR setelah mendapat perintah dari Presiden.
Sementara terkait alokasi dana desa yang juga diusulkan naik dari 10 persen menjadi 15 persen dari total dana transfer daerah, Halim mengatakan, kenaikan bertujuan untuk menangani kemiskinan, meningkatkan kualitas sumber daya manusia, serta mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi di desa.