Pemerintah menanti undangan dari DPR untuk membahas bersama RUU Perampasan Aset yang telah diusulkan sejak awal Mei lalu.
Oleh
CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO, NIKOLAUS HARBOWO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah menanti tindak lanjut usulan pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Perampasan Aset Hasil Tindak Pidana yang telah diajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Lobi politik terus dilakukan pemerintah demi memuluskan penyelesaian pembahasan rancangan regulasi yang dinilai penting untuk pemberantasan korupsi tersebut.
Hingga masa persidangan V tahun sidang 2022-2023 berakhir pada Kamis (13/7/2023), DPR belum juga memproses usulan pembahasan RUU tentang Perampasan Aset Hasil Tindak Pidana yang diajukan pemerintah. Padahal, Presiden Joko Widodo telah menyerahkan surat presiden (surpres) berisi usulan RUU Perampasan Aset sebelum masa persidangan V dimulai pada 4 Mei 2023.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly mengatakan, saat ini pemerintah masih menanti undangan pembahasan RUU Perampasan Aset dari DPR. Sebab, pembahasan rancangan regulasi itu kini tergantung sikap DPR.
”Ya, kan, tergantung DPR. Kalau sudah dipanggil (ke DPR), kami datang,” kata Yasonna di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis, ketika ditanya mengenai RUU Perampasan Aset yang tak kunjung diproses oleh DPR.
Ya, kan, tergantung DPR. Kalau sudah dipanggil (ke DPR), kami datang.
Yasonna menegaskan, pemerintah tidak bisa menekan DPR agar segera membahas RUU Perampasan Aset. Meski begitu, pemerintah terus melancarkan lobi agar RUU tersebut dapat segera terbentuk. ”Ya, nanti kita jumpai pimpinan. Atau, sekarang, kan, apakah sudah ditunjuk pansus (panitia khusus) atau apa, kan, kita harus lihat dulu, ya. Belum ada panggilan,” ujarnya.
Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) itu menegaskan, RUU Perampasan Aset merupakan prioritas yang harus diselesaikan secepatnya. ”Ya, kita selesaikan dong. Itu prioritas kita,” katanya saat ditanya sikap pemerintah jika DPR tak kunjung membahas hingga berakhirnya masa jabatan.
RUU Perampasan Aset memang menjadi salah satu regulasi prioritas pemerintah. Dalam beberapa kesempatan, Presiden Jokowi mendorong penyelesaian pembentukan RUU Perampasan Aset. Saat meresmikan Hunian Milienial untuk Indonesia di Depok, Jawa Barat, pada medio April lalu, misalnya, Presiden menegaskan bahwa UU Perampasan Aset merupakan regulasi penting.
Dorongan pembentukan regulasi perampasan aset juga disampaikan Jokowi saat memberikan sambutan pada peringatan Hari Antikorupsi Sedunia tahun 2021 di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, awal Dsember 2021.
Tak hanya Presiden, Wakil Presiden Ma’ruf Amin juga mendorong agar RUU Perampasan Aser cepat dibahas dan ditetapkan. ”Dan (hal ini) sudah menjadi Prolegnas (Program Legislasi Nasional), artinya prioritas, sudah masuk (prioritas). Oleh karena (telah menjadi) prioritas, ya, kita dorong terus,” katanya pada pertengahan April lalu.
Tak masuk prioritas
Kendati sudah dua bulan diusulkan pemerintah, rupanya pembahasan RUU Perampasan Aset tak masuk prioritas. Menurut anggota Komisi III DPR, Arsul Sani, saat ini Komisi III DPR tengah memprioritaskan untuk membahas tiga RUU. Ketiga RUU itu adalah RUU tentang Hukum Acara Perdata, RUU tentang Mahkamah Konstitusi, dan RUU tentang Narkotika.
Di luar tiga RUU itu, Komisi III juga kebetulan sedang mempersiapkan secara serius dua RUU lain yang akan menjadi usulan inisiatif Komisi III. Kedua RUU tersebut ialah RUU tentang Penyadapan dan RUU tentang Jabatan Hakim.
”Barangkali, ini barangkali ya, karena pertimbangan-pertimbangan itu, maka pada level pimpinan kemudian belum di-follow up tentang RUU Perampasan Aset. Itu saja,” ujar Arsul.
Komisi III DPR, lanjutnya, tentu tidak bisa mendorong pimpinan untuk segera membacakan surpres RUU Perampasan Aset. Komisi III hanya bisa menunggu mekanismenya berjalan.
Ketika surpres masuk, itu menjadi kewenangan pimpinan DPR. Pimpinan DPR akan menggelar rapat pimpinan untuk kemudian dibicarakan kembali dalam rapat musyawarah pengganti Badan Musyawarah (Bamus) DPR. ”Nah, baru di situ diputuskan, alat kelengkapan dewan mana yang akan ditugaskan. Karena RUU Perampasan Aset itu memang isinya terkait dengan penegakan hukum, tentunya memang itu yang paling pas di Komisi III. Tetapi, karena Komisi III sedang membahas tiga RUU, ya, barangkali menunggu paling enggak satu atau dua RUU yang sudah dibahas itu selesai,” tuturnya.
Menurut dia, tidak tertutup kemungkinan RUU Perampasan Aset akan dibahas pada masa sidang tahun ini. Namun, sekali lagi, RUU Perampasan Aset tentu baru bisa dibahas setelah RUU MK diselesaikan. ”RUU MK, kan, kami bahas sejak sebelum surpres RUU Perampasan Aset itu masuk,” ucapnya.