Penegak Hukum Harus Bersikap Adil, Bukan Menunda Pemeriksaan
Penundaan pemeriksaan terhadap laporan dugaan korupsi yang melibatkan peserta pemilu adalah bentuk ketidakadilan. Namun, Jaksa Agung memandang penundaan itu bertujuan untuk antisipasi politik praktis.
Oleh
HIDAYAT SALAM, DIAN DEWI PURNAMASARI, WILLY MEDI CHRISTIAN NABABAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Instruksi Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin yang meminta agar Tindak Pidana Khusus dan Bidang Intelijen Kejaksaan Agung menunda proses pemeriksaan terhadap para calon presiden, calon wakil presiden, calon anggota legislatif, serta calon kepala daerah dinilai berpotensi membiarkan seseorang bermasalah hukum untuk terpilih. Jelang Pemilu 2024 ini semestinya menjadi momentum bagi penegakan hukum berdiri di atas kebenaran dan keadilan sebagai pembelajaran bagi masyarakat dan peserta pemilu.
”Saat ini yang harus dipastikan dan dikawal adalah penegakan hukum yang profesional, transparan, dan akuntabel. Dengan demikian, apabila ada kecenderungan penyimpangan, segera bisa dikoreksi,” kata pengajar Hukum Pemilu Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Titi Anggraini, saat dihubungi dari Jakarta, Senin (21/8/2023).
Burhanuddin melalui keterangan tertulis yang diterima Kompas, Senin, menyampaikan, menyambut pemilu serentak, ia mengeluarkan memorandum kepada jajaran Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen. Memorandum itu harus segera ditindaklanjuti oleh jajaran di bawahnya di seluruh Indonesia. Isi dari memorandum itu adalah penanganan laporan pengaduan dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan capres, cawapres, caleg, dan calon kepala daerah harus dilakukan secara cermat dan hati-hati. Penyidik kejaksaan diminta mengantisipasi adanya indikasi kampanye hitam terselubung yang menghambat terciptanya pemilu yang sesuai dengan prinsip undang-undang.
”Bidang Tindak Pidana Khusus dan Bidang Intelijen agar menunda proses pemeriksaan terhadap pihak yang dimaksud, baik dalam tahap penyelidikan maupun penyidikan sejak ditetapkan dalam pencalonan sampai selesainya seluruh rangkaian tahapan pemilihan,” kata Burhanuddin.
Kebijakan itu diambil untuk mengantisipasi disalahgunakannya proses penegakan hukum sebagai alat politik praktis dalam pemilu.
Antisipasi itu, menurut Titi, semestinya dilakukan dengan menjaga institusi penegak hukum agar bekerja seadil-adilnya. Sebab, keadilan yang tertunda adalah bentuk ketidakadilan itu. Untuk itu, proses penegakan hukum harus dilakukan secara proporsional, transparan, dan akuntabel. Dengan demikian, publik bisa ikut menilai apakah suatu kasus dipolitisasi atau tidak.
”Potensi gesekan antarpendukung bisa saja terjadi dalam kontestasi demokrasi, tetapi para elite partai juga harus bertanggung jawab mengendalikan massa serta aparat keamanan juga harus mampu mengantisipasi,” tutur Titi.
Sementara itu, Komisi Pemberantasan Korupsi berkomitmen bertindak sesuai amanah Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK untuk memberantas korupsi. Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri mengatakan, KPK akan memastikan penegakan hukum dilakukan dengan prosedur hukum yang berlaku dengan asas profesional dan proporsional.
Sebab, keadilan yang tertunda adalah bentuk ketidakadilan itu. Untuk itu, proses penegakan hukum harus dilakukan secara proporsional, transparan, dan akuntabel.
Prinsip transparansi dan akuntabilitas, imbuhnya, akan menjadi pegangan ketika KPK memverifikasi dan menindaklanjuti proses penyelidikan dan penyidikan sampai persidangan.
Wakil Ketua MPR Arsul Sani mengatakan, memo Jaksa Agung kepada jajarannya untuk menunda pemeriksaan terhadap capres hingga calon kepala daerah juga dilakukan saat Pemilu 2014 dan 2019. Hal itu juga turut dilakukan Kepala Polri pada pemilu sebelumnya.
Ia pun meminta masyarakat tidak memahami memo tersebut sebagai bentuk impunitas. Sebab, hal yang ditunda hanya pemeriksaan, penyelidikan, dan penyidikan pada saat proses pencalonan berlangsung. Artinya, bukan menghentikan proses hukum yang telah berjalan.
Guna menjaga Pemilu 2024 berjalan adil, Burhanuddin memerintahkan Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung untuk optimalisasi penegakan hukum Pemilu 2024. Mereka diminta mengidentifikasi dan inventarisasi terhadap segala bentuk potensi tindak pidana pemilu, baik yang terjadi sebelum, saat, maupun setelah penyelenggaraan pemilu. Mereka juga diminta untuk segera menyusun petunjuk teknis terkait penanganan tindak pidana pemilu guna mengantisipasi terjadinya disparitas dalam penanganan perkara.
Di sisi lain, kejaksaan juga menjadi bagian dari salah satu subsistem dalam Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) Tindak Pidana Pemilu sehingga harus lebih aktif, kolaboratif, dan koordinatif dalam setiap penanganan laporan pengadaan tindak pidana umum ataupun tindak pidana khusus yang melibatkan kandidat pemilu.
”Perlu penanganan secara khusus dengan tetap mengedepankan kecermatan dan kehati-hatian guna mengantisipasi adanya indikasi terselubung yang bersifat black campaign yang dapat menghalangi suksesnya pemilu. Serta untuk menghindari proses penegakan hukum yang dilakukan oleh kejaksaan dapat dipergunakan sebagai alat politik praktis oleh pihak-pihak tertentu,” tuturnya.
Ia menilai, kejaksaan berperan strategis untuk ikut menyukseskan pemilu yang akan dilaksanakan dalam hitungan bulan. Oleh karena itu, Jaksa Agung berharap agar pejabat terkait Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen dapat mengolah dan menelaah masalah-masalah berdasarkan keahlian untuk memitigasi sebelum kasus muncul ke permukaan. Dalam perhelatan pemilu, kejaksaan memiliki sikap yang tegas untuk netral serta menjaga netralitas aparat penegak hukum selama pemilu.
”Kejaksaan harus senantiasa menjaga dan menjunjung tinggi netralitas dengan tidak memihak atau berafiliasi dengan partai politik ataupun kepentingan politik mana pun, terlebih dalam pelaksanaan tugas pokok fungsinya, khususnya dalam penegakan hukum,” kata Burhanuddin menegaskan.