Bekas Kajari Buleleng Diduga Terima Gratifikasi Rp 24,4 Miliar, Istri dan Anak Diperiksa
Bekas Kepala Kejaksaan Negeri Buleleng Fahrur Rozi diduga menerima gratifikasi Rp 24,4 miliar. Guna kepentingan penyidikan, anak dan istri Fahrur pun diperiksa.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kejaksaan Agung terus mendalami kasus dugaan gratifikasi terhadap bekas Kepala Kejaksaan NegeriBuleleng Fahrur Rozi yang diduga menerima gratifikasi Rp 24,4 miliar. Komisi Kejaksaan mengapresiasi langkah Kejaksaan Agung yang langsung memproses pidana dan menahan yang bersangkutan.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana, Jumat (1/9/2023), menyampaikan, hingga saat ini penyidik Kejagung masih mendalami kasus penerimaan gratifikasi oleh bekas Kepala Kejari Buleleng tersebut. Selain Fahrur Rozi, penyidik Kejagung juga menetapkan satu orang lagi, yakni Suswanto selaku Direktur Utama CV Aneka Ilmu.
Untuk mempercepat penyidikan, penyidik telah menahan Fahrur dan Suswanto sejak Agustus lalu. Penyidik juga telah memanggil dan memeriksa tiga saksi yang merupakan keluarga Fahrur, yakni BD selaku istri Fahrur; RIPF selaku anak Fahrur; dan NQ selaku kakak kandung Fahrur. Pada Jumat ini, penyidik memanggil dan meminta keterangan dari NPS selaku karyawan CV Aneka Ilmu.
Pada kasus tersebut, kata Ketut, Fahrur diduga menerima uang sebagai komisi yang jumlahnya mencapai Rp 24,4 miliar dari 2006 hingga 2019. Penerimaan uang tersebut tidak sesuai dengan profilnya sebagai aparatur sipil negara yang bertugas sebagai jaksa. Untuk mengelabuhi pengawasan, penerimaan itu dibuat seolah-olah sebagai pinjaman modal dari Fahrur kepada Suswanto.
Padahal, dari penyidikan ditemukan bahwa Fahrur berperan menawarkan buku yang diterbitkan CV Aneka Ilmu kepada dinas pendidikan pemerintah daerah setempat, desa, dan pihak lainnya. Salah satu yang terungkap adalah peran Fahrur yang mengarahkan agar desa-desa di Kabupaten Buleleng, Bali, membeli buku dari CV Aneka Ilmu dalam rangka melaksanakan proyek pengadaan buku perpustakaan desa di Kabupaten Buleleng.
”Peran tersangka FR tersebut telah menguntungkan tersangka S (Suswanto) selaku pemilik CV Aneka Ilmu untuk memperoleh proyek pengadaan buku dan FR diuntungkan dengan memperoleh sejumlah uang,” kata Ketut. Menurut Ketut, penyidik masih mengembangkan kasus ini dan tidak tertutup kemungkinan adanya tersangka baru.
Dari penyidikan ditemukan bahwa Fahrur berperan menawarkan buku yang diterbitkan CV Aneka Ilmu kepada dinas pendidikan pemerintah daerah setempat, desa, dan pihak lainnya.
Gerak cepat
Secara terpisah, anggota Komisi Kejaksaan, Bhatara Ibnu Reza, menyampaikan apresiasi terhadap langkah Kejagung yang langsung memproses pidana terhadap Fahrur. Langkah itu penting agar masalah tersebut tidak berlarut-larut dan mencegah timbulnya pandangan negatif terhadap kejaksaan.
”Apa yang terjadi ini menunjukkan langkah-langkah kejaksaan sudah tepat terhadap salah satu pimpinan satuan kerjanya. Sebab, tantangan dari aparat penegak hukum ini adalah membangun kepercayaan publik terhadap institusi, terhadap penegakan hukum, dan terhadap kewibawaan pemerintah,” kata Bhatara.
Menurut Bhatara, kejaksaan sudah belajar dari pengalaman sebelumnya, yakni ketika turunnya kepercayaan publik ketika ada anggotanya yang terlibat dalam perbuatan pidana. Kini, kejaksaan tampak lebih responsif dengan segera mencopot dan memproses pegawainya yang terlibat pidana.
Oleh karena itu, lanjut Bhatara, sikap itu tetap harus dikawal dan dilanjutkan sampai pengadilan. Kejaksaan diharapkan tetap menunjukkan ketegasannya di persidangan dengan mengajukan tuntutan yang setimpal dengan perbuatan tersangka dan keadilan bagi masyarakat. Sebab, selain perbuatan pidana, Fahrur juga melanggar etika sebagai seorang jaksa.
”Kasus ini kan jaksa yang harusnya mengawasi proyek penyediaan buku, tetapi malah minta bagian,” kata Bhatara. Oleh karena itu, Komisi Kejaksaan mengingatkan kepada pegawai Kejaksaan agar tidak menyelewengkan kewenangannya yang dapat berujung pada tindak pidana. Sebab, perbuatan pidana yang dilakukan jaksa tidak hanya merugikan dirinya, tetapi juga merusak marwah institusi yang dibangun dengan susah payah.