Agenda Pemberantasan Korupsi Capres Belum Sentuh Akar Persoalan
Program pemberantasan korupsi yang ditawarkan ketiga bakal capres-cawapres dinilai belum menyentuh akar persoalan.
JAKARTA, KOMPAS - Visi dan misi pemberantasan korupsi dari ketiga bakal pasangan calon presiden dan wakil presiden dinilai belum menyentuh akar persoalan. Butuh penajaman agar pencegahan dan pemberantasan korupsi lebih terarah.
Dalam dokumen visi dan misi ketiga bakal pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres), isu pemberantasan korupsi menjadi salah satu atensi. Dalam analisis konten oleh Litbang Kompas pun ditemukan diksi ”korupsi” dan ”KPK” disebut berulang oleh seluruh kandidat.
Bakal capres-cawapres dari Koalisi Perubahan (Partai Nasdem, PKB, dan PKS), Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, misalnya, menekankan pentingnya pemberantasan korupsi tanpa tebang pilih. Tak hanya itu, disebutkan pula tujuh program prioritas untuk mewujudkan hal tersebut. Program itu ialah perbaikan skor Indeks Persepsi Korupsi Indonesia dari 34 (2022) ke 44-46 (2029); memperkuat pencegahan korupsi melalui Sistem Integritas Nasional (SIN) yang melibatkan pemerintah dan swasta; serta memperkuat pencegahan dan pemberantasan korupsi di seluruh sektor, termasuk sektor-sektor strategis seperti sumber daya alam, alutsista, program sosial, infrastruktur, dan badan usaha milik negara.
Selanjutnya, mengembalikan independensi KPK; mendorong pengesahan RUU Perampasan Aset; memfasilitasi masyarakat sipil di bidang pemberantasan dan pencegahan korupsi, serta menempatkannya sebagai mitra strategis pemerintah; dan memasukkan budaya antikorupsi dalam pendidikan.
Baca juga: ”Pertarungan Simbolis” dalam Visi dan Misi Bakal Capres-Cawapres
Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Nasdem Willy Aditya mengatakan, tujuh program itu senapas dengan misi pasangan Anies-Muhaimin tentang demokrasi, hukum, dan kedaulatan rakyat. Hal ini bermakna bahwa sistem demokrasi, hukum, dan kedaulatan rakyat akan direstorasi dengan berpijak pada cita-cita pendiri bangsa.
”Demokrasi yang mengarusutamakan keterlibatan rakyat kami yakini akan makin berkualitas jika sistem dan hukum berlaku adil untuk semua, dan itu semua akan berlangsung jika korupsi benar-benar bisa diberantas,” ujarnya, di Jakarta, Minggu (29/10/2023).
Lebih jauh, program pencegahan dan pemberantasan korupsi Anies-Muhaimin itu berdasarkan pada spektrum luas pencegahan dan pemberantasan korupsi. Program antikorupsi harus dibangun secara kuantitatif, dalam arti meningkatkan Indeks Persepsi Korupsi. Adapun secara kualitatif berupa pergaulan antikorupsi yang dibangun dari pendidikan, literasi, dan pelibatan luas masyarakat untuk berpartisipasi dalam budaya antikorupsi.
”Kami meyakini perlawanan terhadap korupsi adalah perlawanan yang harus sistemik. Karena itu, perlu dorongan struktur, infrastruktur, dan suprastruktur,” katanya.
Baca juga: Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Merosot Tajam
Teknologi informasi
Sementara pasangan yang diusung oleh PDI-P, PPP, Hanura, dan Perindo, Ganjar Pranowo-Mahfud MD, berkomitmen untuk mempercepat dukungan teknologi informasi dan penguatan KPK bersama dengan kejaksaan dan Polri dalam agenda pemberantasan korupsi, serta mengamankan aset negara dari koruptor.
Pasangan ini juga berkomitmen untuk menempatkan pemberantasan korupsi yang tegas untuk terwujudnya pemerintahan yang bersih dan dipercaya rakyat sebagai salah satu dari tiga pilar untuk menopang seluruh program aksi.
Sebab, bebas dari korupsi merupakan salah satu ciri utama pemerintahan yang bersih. Korupsi tidak hanya mengurangi dana yang seharusnya dialokasikan untuk pembangunan, tetapi juga merusak kepercayaan publik terhadap pemerintah. Padahal, kepercayaan ini penting untuk mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam setiap sendi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Ketua DPP Partai Perindo Tama S Langkun menegaskan, implementasi dari visi-misi dalam pemberantasan korupsi menjadi perhatian utama Ganjar-Mahfud. Pasalnya, agenda pemberantasan korupsi menjadi salah satu fondasi untuk memastikan semua misi yang akan dikerjakan bisa tercapai dan tepat sasaran. ”Pemberantasan korupsi menjadi bagian dari tujuan besar agar demokrasi berjalan baik,” ujarnya.
Baca juga: Suara Generasi Muda Jadi Rebutan di Pemilu 2024
Tama melanjutkan, agenda pemberantasan korupsi dipastikan akan terwujud karena kehadiran Mahfud yang rekam jejaknya selama menjabat Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan tidak mengenal kompromi pada korupsi dan koruptor.
”Selain keberanian, rekam jejak juga penting untuk menggaransi agenda pemberantasan korupsi. Ketika pemimpin tidak punya beban masa lalu dan bersih secara integritas, saya rasa itu menjadi salah satu modal yang sangat kuat,” tuturnya.
Adapun pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, yang diusung oleh Koalisi Indonesia Maju (Gerindra, Golkar, PAN, Demokrat, Partai Bulan Bintang, PSI, Garuda, Gelora, dan Prima), menekankan pada pentingnya reformasi politik, hukum, dan birokrasi demi mencegah serta menanggulangi korupsi.
Sistem pembiayaan politik
Untuk mewujudkan hal tersebut, seperti dikutip dari dokumen visi dan misi pasangan ini, sistem pendanaan dan pembiayaan politik menjadi salah satu perhatian untuk dibenahi, utamanya yang bisa menjamin independensi, transparansi, dan menjaga keberlangsungan demokrasi.
”Dalam reformasi hukum, prinsipnya, jangan sampai hukum hanya tajam ke bawah, tetapi tumpul ke atas. Tajam ke lawan, tumpul ke kawan. Kami perkuat KPK. Kami dukung penuh penegak hukum untuk menjalankan tugasnya tanpa intervensi,” ujar Koordinator Juru Bicara Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra.
Pada saat bersamaan, jika kelak terpilih pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024, pasangan Prabowo-Gibran akan memprioritaskan pemberantasan korupsi pada sektor yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak. Ini seperti di sektor pertanian, perdesaan, perikanan, pendidikan, kesehatan, kehutanan, sumber daya alam, dan tenaga kerja.
Pemberantasan korupsi juga akan diseimbangkan dengan pencegahan dan sistem pencegahan akan dibangun secara terstruktur. Pemberantasan titik beratnya ada pada menghilangkan keuntungan para pelaku sekaligus pemulihan kerugian keuangan negara.
Sementara pencegahan bisa melalui program edukasi antikorupsi bagi generasi muda, menobatkan KPK sebagai pusat keunggulan (center of excellence), hingga bersinergi dengan sektor swasta. Selain KPK, Prabowo-Gibran juga bertekad untuk menguatkan serta tidak mengintervensi kepolisian, kejaksaan, dan kehakiman dalam penegakan kasus korupsi.
Prabowo-Gibran, lanjut Herzaky, akan membangun bank tanah sebagai dasar kebijakan untuk meningkatkan kemanfaatan tanah. Selain itu, mereka juga akan meninjau ulang aturan tentang zona hunian tempat tinggal perkotaan sehingga tercipta pembangunan berkeadilan. Terakhir, mencabut Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2016 dan menambah jenis barang dan jasa kebutuhan hidup layak sebagai dasar penetapan upah minimum.
Meskipun demikian, peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM), Zaenur Rohman, menilai, visi-misi pemberantasan korupsi dari ketiga bakal pasangan capres-cawapres belum menyentuh akar masalah. Misi yang ingin dicapai masih berupa tawaran umum, bahkan cenderung tidak fokus.
Ia pun mengingatkan bahwa pemberantasan korupsi harus dijadikan prioritas mengingat Indeks Persepsi Korupsi Indonesia berada di posisi yang sama dengan sembilan tahun lalu.
”Kalau masih ada korupsi, jalannya pemerintahan dan pembangunan tidak akan bisa berjalan baik dan bersih, sulit menjalankan pemerintahan untuk rakyat, bahkan bisa menjadi beban masyarakat,” ujarnya.
Oleh karena itu, menurut Zaenur, perlu penajaman visi-misi dalam pemberantasan korupsi. Hal ini penting karena visi dan misi akan menjadi acuan pembuatan rencana pembangunan jangka menengah nasional setelah capres-cawapres terpilih. Maka, pembahasan yang lebih komprehensif dengan melibatkan partisipasi masyarakat harus dilakukan agar arah pemberantasan korupsi setelah terpilihnya pemerintahan baru hasil Pemilu 2024 lebih optimal.