Tokoh Bangsa Prihatinkan Nepotisme Menjelang Pemilu 2024
Sejumlah tokoh bangsa berkumpul di Rembang untuk menyuarakan keprihatinan terkait gejala nepotisme serta krisis nilai dan etika yang terjadi di lingkaran kekuasaan menjelang Pemilihan Presiden 2024.
REMBANG, KOMPAS — Sejumlah tokoh bangsa merasa prihatin dengan gejala nepotisme dan krisis nilai serta etika yang terjadi di lingkaran kekuasaan menjelang Pemilu 2024. Para pemegang kekuasaan dan masyarakat diingatkan agar kembali kepada nilai-nilai luhur bangsa agar demokrasi tidak semakin rusak.
Hal tersebut disampaikan para tokoh yang tergabung dalam Majelis Permusyawaratan Rembang dalam konferensi pers di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, Minggu (12/11/2023). Sebelumnya, para tokoh itu berkunjung ke kediaman Kiai Haji Ahmad Mustofa Bisri atau Gus Mus di kawasan Leteh, Kecamatan Rembang.
Konferensi pers tersebut antara lain dihadiri oleh Goenawan Mohamad, Omi Komaria Madjid, Lukman Hakim Saifuddin, Antonius Benny Susetyo atau Romo Benny, dan Erry Riyana Hardjapamekas.
Omi Komaria Madjid mengatakan, dalam pertemuan itu, dirinya curhat kepada Gus Mus. Omi merasa sedih, kesal, dan marah karena pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), yang diperjuangkan pada Reformasi 1998 untuk kelangsungan negara, tidak ditunaikan secara sungguh-sungguh oleh penguasa saat ini. KKN justru semakin menggurita dalam penyelenggaraan negara.
”Justru negara sudah diselewengkan jauh sebagai ajang korupsi, kolusi, dan nepotisme. Sangat memprihatinkan. Bahkan, nepotisme kekuasaan dipertontonkan kepada kita semua secara terbuka tanpa rasa malu dan salah sama sekali,” kata Omi, istri almarhum cendekiawan Nurcholish Madjid atau Cak Nur.
Omi melanjutkan, apa yang terjadi akhir-akhir ini memperlihatkan bahwa kekuasaan bisa menutup hati nurani seseorang. Hal itu sangat memprihatinkan. Walakin, sebagaimana kata Cak Nur, Omi menyebut, masyarakat tidak boleh menyerah dan harus terus bersuara untuk mencapai tujuan yang ditetapkan para pendiri bangsa.
Goenawan Mohamad mengatakan, situasi yang terjadi menjelang Pemilu 2024 ini makin mencemaskan. Sebab, banyak aturan bersama yang mulai dibongkar-bongkar, bahkan dirusak.
Baca juga: Maklumat Keprihatinan Para Tokoh terhadap Putusan MK
”Terjadinya skandal di Mahkamah Konstitusi menunjukkan itu. Belum lagi nanti, saya dengar pemaksaan penutupan saluran suara dan sebagainya. Kalau itu terjadi, pilpres (pemilihan presiden) yang akan datang bisa tegang,” katanya.
Menurut Goenawan, pemenang dalam pilpres yang prosesnya mengabaikan hati nurani ini akan mendapatkan kemenangan kosong. Sebab, kemenangan sejati akan diraih apabila ada legitimasi, yaitu diterima, masuk akal, dan sesuai hati nurani, bukan sekadar legalitas. Jika situasi tak berubah, dia khawatir, siapa pun yang menang akan cacat dan cacat itu terbawa terus sehingga politik tidak akan berlangsung dengan sehat.
Oleh sebab itu, kata Goenawan, sejumlah tokoh memutuskan mengadakan pertemuan tersebut. Mereka hendak mengingatkan kepada semua pihak, bukan hanya kepada penguasa. ”Ini sebenarnya tujuan kami datang ke Rembang. Gus Mus tadi menganjurkan lebih diperluas lagi pertemuan seperti ini. Insya Allah kita bisa,” ujarnya.
Lukman Hakim Saifuddin mengatakan, Gus Mus yang memiliki kejernihan berpikir dan kedalaman rasa juga merasakan hal yang sama dengan yang dirasakan para tokoh yang hadir. Secara eksplisit, Gus Mus mengatakan, apa yang disampaikan tokoh-tokoh itu sebenarnya refleksi dari apa yang dirasakan masyarakat.
”Beliau (Gus Mus) mengatakan, kita saat ini sedang mengalami krisis nilai. Ini tidak hanya dialami oleh sebagian penyelenggara negara, tetapi juga masyarakat secara keseluruhan,” kata Lukman, Menteri Agama periode 2014-2019.
Bahkan, nepotisme kekuasaan dipertontonkan kepada kita semua secara terbuka tanpa rasa malu dan salah sama sekali.
Lukman mengungkapkan, Gus Mus berpendapat, perilaku dan sikap para penyelenggara negara tersebut bisa jadi disebabkan sebagian masyarakat juga mengalami krisis nilai yang sama. Padahal, menurut Gus Mus, politik tanpa dilandasi nilai, asas-asas kepatutan dan kepantasan, serta etika dan moral, hanya menjadi sebatas alat saling berebut kekuasaan.
”(Kita harus) menyadarkan seluruh masyarakat dan seluruh penyelenggara negara untuk kembali kepada nilai-nilai luhur, etika, moral, dan seterusnya. Itu harus terus digaungkan, tidak hanya menggugah kesadaran kolektif kita sebagai bangsa, tapi juga bisa diimplementasikan di semua sektor dan aspek kehidupan kita,” ujarnya.
Baca juga: Ujian Kenegarawanan Anwar Usman Pasca-MKMK
Seusai konferensi pers, Lukman mengatakan, seruan-seruan yang disampaikan para tokoh itu tidak hanya ditujukan bagi para elite yang berkuasa, tetapi juga kepada semua warga negara. Hal itu karena penguasa merupakan cerminan dari masyarakat. Oleh karena itu, masyarakat juga punya kewajiban agar kehidupan bangsa tetap dijaga dengan menerapkan nilai luhur.
”Beliau (Gus Mus) mengatakan bahwa saat ini kita mengalami krisis nilai luhur, seperti asas kepatutan dan asas kepantasan, tidak berbasis pada moral dan etik. Politik yang tidak berbasis pada budaya nilai-nilai luhur itu bisa terjebak pada semata perebutan kuasa. Ini yang harus kita hindari bersama,” tuturnya.
Sementara itu, Romo Benny mengatakan, jika politik adalah jalan kebudayaan, politik harus dikembalikan pada kepatuhan, etika, dan moralitas publik. Menurut dia, akhir-akhir ini politik kehilangan keadaban. Kekuasaan kerap menjadi cara untuk melegalkan sesuatu dengan menafikan suara hati nurani, akal budi, dan akal sehat.
”Maka, mengembalikan politik jalan kebudayaan menjadi tanggung jawab semua pihak. Maka, kita mengawal demokrasi ini dengan mengembalikan politik jalan kebudayaan,” katanya.
Baca juga: Keraguan di Balik Janji Netralitas Jokowi
Setelah konferensi pers, Romo Benny menuturkan, para tokoh akan terus berjuang untuk selalu mengingatkan, baik penyelenggara negara maupun masyarakat. Dengan begitu, ada jaminan bahwa politik yang berjalan adalah politik keadaban dan politik kebudayaan.
”Nasihat ini bisa diserukan melalui tulisan, opini, ataupun mengingatkan secara langsung. Dengan begitu, kami berharap politik memiliki suara hati nurani,” ujar Benny.
Akan tetapi, terlepas dari semua keprihatinan itu, menurut Erry Riyana Hardjapamekas, Gus Mus mengajak semua pihak untuk bersangka baik karena tidak semua penyelenggara negara berlaku melenceng.
Oleh sebab itu, kata Erry, masih ada harapan untuk mengubah situasi dengan pemberian nasihat. ”Gus Mus tadi menyampaikan secara tegas, kita nasihati pemimpin kita dan kita nasihati juga masyarakat. Masyarakat tenang, sebagian besar penyelenggara negara pasti masih memiliki nurani. Yang tidak memiliki itu sebagian kecil yang kebetulan sedang memegang kekuasaan,” ujarnya.
Pertemuan dengan Gus Mus
Sejak pagi pada Minggu (12/11/2023), kediaman Gus Mus ramai. Sejumlah kendaraan bernomor polisi luar kota memadati jalanan menuju rumah tersebut.
Di Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin, yang dipimpin Gus Mus, yang letaknya di samping rumahnya, sedang digelar kegiatan manasik haji. Acara itu diikuti oleh ratusan orang dari Rembang dan sekitarnya.
Sejumlah tokoh, seperti Goenawan Mohamad, Lukman Hakim Saifuddin, Antonius Benny Susetyo, Omi Komaria Madjid, Sulistyowati Irianto, dan Erry Riyana, terpantau mulai berdatangan di kediaman Gus Mus pada sekitar pukul 09.00.
Pertemuan antara para tokoh dan Gus Mus berlangsung tertutup. Mereka baru keluar dari kediaman Gus Mus pada pukul 12.23. Setelah itu, para tokoh tersebut pergi ke sebuah rumah makan di kawasan Kabongan Lor untuk menggelar konferensi pers.
Sebelum konferensi pers, beredar poster terkait rencara pernyataan tokoh bangsa yang tergabung dalam Majelis Permusyawaratan Rembang. Menantu Gus Mus, Wahyu Salvana, mengemukakan, keluarga Gus Mus tidak tahu-menahu terkait adanya poster tersebut, termasuk acara di dalamnya.
Menurut Wahyu, kedatangan para tokoh untuk sowan biasa. Gus Mus menerima kunjungan mereka lantaran sedang ada waktu luang. ”Abah (Gus Mus) kaget ketika ada flyer yang tersebar dan viral itu. Kalau misal sudah tersebar jauh-jauh hari, Abah malah tidak akan berkenan. Intinya kami tekankan, tidak ada acara istimewa di Leteh, apalagi menyangkut hal-hal yang tertulis di flyer itu,” ujarnya.
Wahyu menuturkan, pihak keluarga Gus Mus berharap acara itu tidak dimaknai sebagai acara yang sengaja dibuat oleh Gus Mus. Sebab, selama ini Gus Mus, disebut Wahyu, tidak pernah membahas terkait politik ataupun pemilihan presiden di lingkungan keluarganya.
”Tidak pernah ada perintah untuk nyoblos ini atau ini, jadi kami bebas, merdeka menentukan pilihan. Abah orangnya sangat demokratis,” kata Wahyu.