Menko Polhukam: Pemerintah Akan Tampung Sementara Pengungsi Rohingya
Menko Polhukam menyebut pemerintah masih mendata jumlah pengungsi Rohingya di tiga provinsi, yaitu Aceh, Sumatera Utara, dan Riau, untuk ditampung sementara dengan alasan kemanusiaan.
JAKARTA, KOMPAS — Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menegaskan bahwa Pemerintah Indonesia akan menampung sementara pengungsi Rohingya dengan alasan kemanusiaan. Pemerintah sedang mendata para pengungsi terutama di tiga provinsi besar, yaitu Aceh, Sumatera Utara, dan Riau, untuk mencarikan tempat tinggal sementara bagi mereka.
”Sementara demi kemanusiaan, dicarikan tempat tinggal sementara. Namun, kami juga harus memperhatikan kepentingan nasional karena banyak manusia yang memerlukan (bantuan),” ujar Mahfud saat ditanya wartawan di Jakarta, Kamis (14/12/2023).
Ia menjelaskan, menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), negara tujuan pengungsi harus memberikan perlindungan terutama yang sudah menandatangani Konvensi 1951 tentang Status Pengungsi. Namun, Indonesia tidak menandatangani itu. Oleh karena itu, Indonesia sebenarnya berhak mengusir para pengungsi menurut hukum internasional. Namun, karena diplomasi Indonesia adalah diplomasi kemanusiaan, semua pengungsi yang datang akan ditampung.
Baca juga: Ratusan Pengugsi Rohingya Kembali Masuk Aceh
”Ini sudah bertahun-tahun malah bertambah terus ditampung di sana, bertambah lagi. Ditampung di sana, bertambah lagi. Yang sekarang ini, masyarakat lokalnya sudah mulai protes mereka juga miskin, mengapa menampung orang,” kata Mahfud.
Ini sudah bertahun-tahun malah bertambah terus ditampung di sana, bertambah lagi. Ditampung di sana, bertambah lagi. Yang sekarang ini, masyarakat lokalnya sudah mulai protes mereka juga miskin, mengapa menampung orang.
Mahfud menegaskan bahwa menampung pengungsi Rohingya adalah tugas kemanusiaan negara. Oleh karena itu, pemerintah akan mencarikan tempat yang aman, yaitu penampungan sementara. Artinya, suatu saat para pengungsi juga bisa dipulangkan kapan saja.
Konstitusi Indonesia menganut kemanusiaan sehingga mereka tetap akan dicarikan tempat sementara. Anggaran akan dicarikan posnya dari APBN karena pemda tidak memiliki APBD untuk program penampungan sementara itu.
Terkait dengan tokoh agama yang mau menampung para pengungsi itu, kata Mahfud, hal itu dipersilakan. Namun, sikap pemerintah akan tetap sesuai dengan hukum internasional. Konstitusi Indonesia menganut kemanusiaan sehingga mereka tetap akan dicarikan tempat sementara. Anggaran akan dicarikan posnya dari APBN karena pemda tidak memiliki APBD untuk program penampungan sementara itu.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo meminta permasalahan pengungsi Rohingya ini ditangani oleh Menko Polhukam selaku menteri yang membidangi permasalahan itu.
Masih berdatangan
Di tengah pro dan kontra menyikapi kehadiran pengungsi Rohingya di Provinsi Aceh, Kamis, sebuah kapal membawa 50 pengungsi berlabuh di Gampong Seuneubok Baroh, Kecamatan Darul Aman, Aceh Timur. Hingga kini lebih dari 1.600 pengungsi Rohingnya berada di Aceh.
Sekretaris Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten Aceh Timur Syamsul Bahri mengatakan, untuk sementara waktu pengungsi ditempatkan di gedung olahraga milik pemerintah setempat. Pemkab Aceh Timur sedang berkoordinasi dengan para pihak untuk mencari lokasi penampungan yang lain.
Syamsul mengatakan, para pengungsi itu diketahui oleh warga saat berada di pantai sekitar pukul 05.30 WIB. Setelah didata, mereka dibawa ke gedung olahraga. ”Rencana awal akan dibawa ke Lhokseumawe (kamp penampungan), tetapi di sana juga banyak pengungsi,” kata Syamsul.
Rencana awal akan dibawa ke Lhokseumawe (kamp penampungan), tetapi di sana juga banyak pengungsi.
Kehadiran 50 pengungsi tersebut menambahkan daftar panjang pengungsi masuk ke Aceh. Sepanjang 2023, lebih dari 1.600 orang Rohingya datang ke Aceh. Mereka berlayar dari Bangladesh dan Myanmar menggunakan perahu kayu. Belakangan polisi mencium adanya dugaan tindak pidana penyelundupan manusia dan perdagangan orang di balik kedatangan pengungsi tersebut.
Kedatangan pengungsi kini disikapi beragam oleh warga Aceh. Sebagian warga menolak keras karena menganggap para pengungsi itu sengaja dibawa oleh penyelundup. Namun, sebagian lainnya menganggap pengungsi Rohingya layak dibantu dengan alasan kemanusiaan.
Seorang tokoh warga Sabang, Albina Rahman, dalam diskusi daring ”Pro-Kontra Imigran Rohingya”, Rabu (13/12/2023), mengatakan, dengan alasan kemanusiaan, warga Sabang telah memperlakukan pengungsi dengan baik, seperti memberikan izin mendarat dan membantu logistik darurat.
Bocah pengungsi di Aceh diberi minum.
Sebanyak 139 pengungsi Rohingya mendarat di Sabang pada 1 Desember 2023. Setelah dua hari bertahan di pantai, warga mendesak agar pengungsi itu dikeluarkan dari Sabang. Warga juga melakukan aksi penolakan. Namun, kini pengungsi itu di relokasi ke pelabuhan milik pemerintah setempat.
Albina mengatakan, warga tidak mendapatkan informasi konkret dari Komisi Tinggi Urusan Pengungsi PBB (UNHCR), Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM), dan pemerintah terkait durasi pengungsi itu tinggal di Sabang.
”Karena ketidakjelasan ini makanya timbul penolakan dari warga,” kata Albina.
Ia menambahkan, pada 2009, pertama kali Rohingya mendarat di Sabang dan warga menerima dengan tangan terbuka. Kala itu, menurut Albina, pengungsi terdampar tanpa sengaja. Kondisi pengungsi tersebut dalam keadaan sangat memprihantinkan, bahkan ada yang meninggal di dalam kapal.
Namun, belakangan, Albina menilai, pengungsi Rohingya sengaja datang ke Aceh. Pada rombongan pengungsi yang sekarang, dia melihat pengungsi memiliki gawai dan telepon satelit sehingga dia menyimpulkan latar belakang pelarian karena ekonomi bukan untuk menyelamatkan nyawa.
Albina menambahkan, sebagai daerah wisata, dia khawatir keberadaan Rohingya dapat mengganggu pariwisata. Terlebih saat ini para pengungsi ditempatkan di pelabuhan internasional, tempat kapal pesiar bersandar.
Hukum adat laut setiap orang yang berada dalam kondisi darurat maka wajib ditolong. Setelah dibantu secara darurat, maka pemerintah dan lembaga terkait harus mengambil alih penanganannya.
Sementara itu, Sekretaris Panglima Laot/Lembaga Adat Laut Aceh Azwir Nazar mengatakan, hukum adat laut setiap orang yang berada dalam kondisi darurat maka wajib ditolong. Setelah dibantu secara darurat, maka pemerintah dan lembaga terkait harus mengambil alih penanganannya.
Azwir mengatakan, tidak semua warga Aceh menolak kehadiran Rohingya. Menurut dia, masih banyak warga Aceh yang menyalurkan bantuan kemausiaan. Meski demikian, Azwir mendorong para pihak yang berwenang untuk menangani pengungsi secara cepat dan tepat agar tidak menimbulkan efek sosial pada masyarakat.
Perubahan pola pergerakan
Direktur Pusat Studi ASEAN Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, Dafri Agussalim mengatakan, ada perubahan pola pergerakan pengungsi ke Indonesia. Dulu, Indonesia dijadikan tempat transit, tetapi kini menjadi tanah tujuan.
Oleh sebab itu, Dafri mendorong pemerintah untuk bersiap diri menghadapi gelombang pengungsian sehingga penanganan dapat dilakukan lebih cepat. Jika tidak ditangani dengan cepat, justru akan menimbulkan gesekan dengan warga lokal.
Isu pengungsian bukan hanya dirasakan oleh Indonesia, melainkan juga menjadi beban bagi banyak negara di dunia. Indonesia harus berpartisipasi menangani persoalan pengungsi, terutama yang telah mendarat di Indonesia.
Dafri mengatakan, persoalan Rohingya membuat Indonesia dilematis. Satu sisi Indonesia tidak meratifikasi Konvensi Pengungsi tahun 1951, tetapi banyak regulasi lain yang mengatur tentang kemanusiaan.
”Jadi, kita mempunyai kewajiban untuk melindungi Rohingya, tetapi juga mendorong perdamaian ikut menyelesaikan faktor penyebab,” kata Dafri.
Baca juga: Pengungsi Rohingya Terus Berdatangan ke Aceh
Dalam wawancara sebelumnya, staf UNHCR Indonesia, Faisal Rahman, mengatakan, kehadiran pengungsi murni karena keinginan pengungsi, bukan difasilitasi oleh pihak tertentu. Terkait adanya indikasi penyelundupan hingga dugaan perdagangan orang, menurut Faisal, itu menjadi wilayah aparat penegak hukum.
Faisal menjelaskan, pihaknya tidak memiliki kewenangan untuk menentukan tempat penampungan. Dia berharap warga tidak menolak pengungsi sebab Aceh bukan daerah tujuan akhir pelarian Rohingya. (AIN/DEA)