logo Kompas.id
Politik & HukumBiaya Politik Tinggi Sumbang...
Iklan

Biaya Politik Tinggi Sumbang Kemunduran Demokrasi

Praktik jual beli suara disebut sebagai elemen terbesar dari mahalnya biaya politik di negeri ini.

Oleh
SUSANA RITA KUMALASANTI
· 4 menit baca
Baliho ajakan untuk menolak politik uang bernada satire terpasang di sudut salah satu pasar di Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan, sehari menjelang pemungutan suara pemilihan kepala daerah serentak 2020, Selasa (8/12/2020).
KOMPAS/JUMARTO YULIANUS

Baliho ajakan untuk menolak politik uang bernada satire terpasang di sudut salah satu pasar di Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan, sehari menjelang pemungutan suara pemilihan kepala daerah serentak 2020, Selasa (8/12/2020).

JAKARTA, KOMPAS — Biaya politik yang mahal telah menjadi salah satu penyumbang mundurnya demokrasi di negeri ini. Biaya politik yang mahal menjadi penghambat bagi orang-orang yang memiliki kualitas, kapasitas, dan integritas untuk terjun ke dalam bidang politik karena terhambat masalah biaya.

Untuk itu, reformasi pembiayaan partai politik sekaligus pembiayaan kontestasi politik mendesak untuk dilakukan. Pengaturan tentang pembatasan pemasukan (revenue) dan pengeluaran (spending) akan menghadirkan kompetisi politik yang lebih fair. Hal itu juga dapat menghindarkan aktor-aktor politik dari jebakan oligarki kapitalistik.

Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Kunjungi Halaman Pemilu

”Ketika tidak dibuat regulasi yang fair, playing field-nya tidak sama. Sehingga, ada partai atau kandidat yang resources-nya unlimited, sangat besar sekali sehingga spending-nya tidak akan terkontrol. Ini yang berbahaya. Jadi tidak fair, persaingan atau kompetisinya menjadi tidak fair. Inilah mengapa saya pikir baik dari sisi spending atau revenue harus diatur,” kata Juru Bicara Tim Nasional Kampanye Capres-Cawapres Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, Muhammad Kholid, saat menyikapi persoalan maraknya politik uang dalam kontestasi politik lima tahunan di Indonesia, dalam diskusi yang diselenggarakan LP3ES, Minggu (17/12/2023).

Hadir dalam diskusi tersebut, antara lain, Hotasi Nababan dari Tim Pemenangan Nasional Ganjar Pranowo-Mahfud MD; Fahri Hamzah dari Tim Kampanye Nasional Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka; peneliti KITLV Leiden dan Guru Besar Ilmu Politik Universitas Amsterdam Ward Berenschot; dan Guru Besar Ilmu Pemerintahan Universitas Diponegoro Budi Setiyono.

Baca juga: Dunia Hitam Pasca-pemungutan Suara Pemilu

Baliho kampanye yang memampang wajah calon anggota legislatif berjajar di Jalan Boulevard Piere Tendean, Manado, Sulawesi Utara, Kamis (7/12/2023).
KOMPAS/KRISTIAN OKA PRASETYADI

Baliho kampanye yang memampang wajah calon anggota legislatif berjajar di Jalan Boulevard Piere Tendean, Manado, Sulawesi Utara, Kamis (7/12/2023).

Kholid sepakat bahwa saat ini telah terjadi regresi demokrasi. Ada hal-hal yang patut dikoreksi dalam sistem demokrasi yang berjalan saat ini, yang perlu dilakukan secara bersama-sama. Bukan hanya oleh masyarakat sipil, melainkan juga unsur terpenting dalam demokrasi itu sendiri, yakni partai politik, harus berkontribusi dalam upaya ini.

Salah satu yang perlu dikoreksi adalah aspek prosedural dari demokrasi, yang mencakup biaya tinggi politik dan menghapus barrier-barrier atau penghambat kandidat berkualitas untuk terjun ke kancah politik.

Terkait dengan biaya politik yang mahal, Ward Berenschot mengungkapkan, ongkos politik yang tinggi menjadi salah satu penyebab korupsi dan persoalan kualitas anggota parlemen yang terpilih masuk ke Senayan. Menurut penulis buku Democracy for Sale itu, seharusnya tidak hanya orang kaya yang bisa duduk sebagai anggota parlemen.

”Saya terkejut, kemampuan Bawaslu sedikit sekali. Sedikit sekali orang yang ditangkap karena vote buying, sulit untuk membuktikannya meski sebenarnya sangat umum. Pertanyaannya, kenapa tidak melaksanakan peraturan baru untuk menghentikan vote buying?” ujarnya.

Baca juga: Rahasia Caleg Modal Cekak Menembus Parlemen

Iklan
Ilustrasi: Uang Dalam Amplop
KOMPAS/MEGANDIKA WICAKSONO

Ilustrasi: Uang Dalam Amplop

Ia menambahkan, praktik jual beli suara tersebut merupakan elemen terbesar dari mahalnya biaya/ongkos politik di negeri ini.

Ia pun menyarankan perlunya evaluasi sistem elektoral, termasuk di dalamnya mengevaluasi hubungan antara partai politik dan calon bupati/gubernur/anggota legislatif. Hubungan kedua pihak itu seharusnya lebih dekat sehingga mahar politik bisa dihapuskan.

Menurut Kholid, tak hanya mahar politik untuk memperoleh dukungan parpol yang diperlukan oleh bakal calon kepala daerah atau anggota legislatif. Namun, ada hal-hal lain yang akan ditanyakan pengurus partai politik terhadap bakal calon tersebut seperti berapa dana yang disiapkan untuk membiayai saksi, alat peraga kampanye, dan biaya kampanye. Dana-dana tersebut sangat dibutuhkan dan memang sangat mahal.

Ia berharap, elite-elite partai politik tidak menutup mata atas permasalahan tersebut. Sebab, apabila hal itu tidak diselesaikan, selamanya demokrasi di Indonesia akan berbiaya tinggi.

Bendera sejumlah partai politik dipasang di sepanjang tepi Jembatan Layang Lempuyangan, Yogyakarta, Kamis (7/12/2023).
KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO

Bendera sejumlah partai politik dipasang di sepanjang tepi Jembatan Layang Lempuyangan, Yogyakarta, Kamis (7/12/2023).

”Partai-partai politik akan terjebak dengan biaya politik yang mahal. Dan, kualitas demokrasi dan output yang kita hasilkan memang kandidat dengan spending dana cukup besar sehingga mereka tidak lagi berorientasi untuk fighting kebijakan publik yang lebih berpihak kepada masyarakat. Sehingga, yang terjadi adalah capitalism driven, policy-policy lebih banyak didorong oleh kepentingan permodalan,” kata Kholid.

Hotasi Nababan mengungkapkan, pihaknya juga tidak mendukung praktik politik uang. Pihaknya melarang dilakukannya vote buying, termasuk melakukan serangan fajar, kepada para pemilih. Namun, menurut Hotasi, persoalan tersebut sangat terkait dengan kondisi masyarakat yang belum sejahtera.

”Uang bisa membeli apa pun. No matter what. Di negara-negara berkembang, kita berusaha ada aturan, ada Bawaslu. Tapi, kalau ada yang tertangkap, itu karena apes,” ujarnya.

Ia pun mengusulkan solusi untuk permasalahan tersebut dengan digitalisasi sistem pemilu. ”Kalau dengan sistem sekarang, mau diotak-atik aturannya, pengawasannya akan selalu terdistorsi. Akan selalu ada penyelewengan. Kita harus gunakan teknologi, harus berani voting dengan electronic voting. Belajar dan contoh saja dari Brasil. Itu akan menekan biaya besar sekali dan akan mengurangi serangan fajar,” ujar Hotasi.

Baca juga: Saksi Parpol, Ujung Tombak Pengawal Suara dalam Pemilu

Suasana simulasi pemungutan dan penghitungan suara Pemilu 2024 di kantor Komisi Pemilihan Umum, Jakarta, Selasa (22/3/2022).
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN

Suasana simulasi pemungutan dan penghitungan suara Pemilu 2024 di kantor Komisi Pemilihan Umum, Jakarta, Selasa (22/3/2022).

Berbeda dengan Hotasi, Kholid justru menekankan perlunya aturan yang jelas dan penegakan aturan. Menurut dia, ada faktor abu-abunya sebuah aturan sehingga menjadi multitafsir dan menjadi pasal karet dalam implementasinya.

”Saya kandidat juga. Dalam satu kota saja, Panwas-nya punya aturan beda-beda dalam menafsirkan satu pasal. Antara kecamatan satu dengan kecamatan lainnya berbeda, padahal satu kota. Oleh karena itu, rule of law-nya harus clear. Tidak multitafsir sehingga tidak menjadi pasal karet,” katanya.

Sementara itu, Fahri Hamzah lebih banyak menyoroti pentingnya memikirkan gagasan-gagasan untuk memperbaiki kualitas demokrasi. Ia berharap, kaum intelektual tak terjebak untuk hanya membicarakan orang, tetapi harus beralih pada gagasan.

Editor:
ANTONY LEE
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000