Penyidik Kesulitan Temukan Alat Bukti Bagi-bagi Uang pada Kasus Korupsi BTS
Sejauh ini ada Menpora Dito dan tenaga ahli Komisi I DPR, Nistra, yang disebut menerima Rp 27 miliar dan Rp 70 miliar.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Hingga saat ini, penyidik Kejaksaan Agung belum memeriksa sejumlah nama yang disebut dalam persidangan turut menerima aliran dana korupsi pembangunan menara base transceiver station atau BTS 4G Bakti Kementerian Komunikasi dan Informatika. Penyidik kesulitan menemukan alat bukti terkait dugaan adanya bagi-bagi uang kepada beberapa pihak.
Dari sejumlah nama yang disebut di persidangan turut menerima uang korupsi pembangunan menara BTS 4G, beberapa di antaranya telah ditetapkan sebagai tersangka, yakni Edward Hutahaean dan Sadikin selaku swasta, serta anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Achsanul Qosasi. Nama lainnya yang ditetapkan sebagai tersangka adalah Elvano Hatorangan selaku pegawai Bakti Kemenkominfo dan Feriandi Mirza selaku pejabat di Bakti Kemenkominfo.
Namun, tak demikian halnya terhadap Menteri Pemuda dan Olahraga Dito Ariotedjo yang turut disebut di persidangan menerima Rp 27 miliar. Ada pula sosok lain yang juga disebut-sebut menerima uang korupsi BTS, tetapi hingga saat ini belum diperiksa penyidik, yakni Nistra yang disebut merupakan tenaga ahli Komisi I DPR RI. Selain itu, ada pula sosok bernama Windu dan Suryo.
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Korupsi Kejaksaan Agung Febrie Adriansyah, Senin (8/1/2023), mengatakan, perkara pokok kasus korupsi pembangunan menara BTS 4G telah disidangkan. Kini, yang tengah didalami penyidik adalah rentetan dari kasus tersebut berupa dugaan adanya bagi-bagi uang kepada beberapa pihak. ”Sepanjang itu belum ketemu alat buktinya, pasti di (proses) gelar perkara, (yang bersangkutan) belum bisa dinyatakan tersangka,” kata Febrie.
Febri memberi contoh, uang yang disebut terkait dengan Dito. Terkait dengan hal itu penyidik telah menyita rekaman video (CCTV) penyerahan uang di kantor advokat Maqdir Ismail. Meski demikian, penyidik hingga kini belum mengetahui sosok yang menyerahkan uang tersebut.
Demikian pula terhadap sosok bernama Nistra dan Suryo, menurut Febrie, hingga saat ini pihaknya belum menemukan sosok bernama Suryo tersebut. Demikian pula Nistra, hingga saat ini penyidik belum memeriksa yang bersangkutan, apalagi menetapkannya sebagai tersangka. ”Itu, kan, tergantung alat bukti. Nah, selama alat bukti tidak ada, kita tidak bisa menetapkan (tersangka),” ujarnya.
Meski demikian, Febrie memastikan bahwa penyidik tetap mendalami nama-nama tersebut. Sementara itu, bagi mereka yang telah ditetapkan sebagai tersangka, Febrie berjanji akan segera membawa kasusnya ke pengadilan.
Direktur Penyidikan Jampidsus Kuntadi menambahkan, hingga saat ini penyidik masih mendalami kasus yang melibatkan Achsanul, Sadikin, dan Edward. Adapun berkas perkara untuk tersangka lainnya, Elvano dan Feriandi, sedang dalam proses pelimpahan kepada jaksa penuntut umum.
”Tinggal yang tersisa ini (Achsanul, Sadikin dan Edward). Masih penyidikan, masih berjalan,” kata Kuntadi.
Berkas perkara untuk tersangka lainnya, Elvano dan Feriandi, sedang dalam proses pelimpahan kepada jaksa penuntut umum.
Dikhawatirkan untuk kampanye
Secara terpisah, Wakil Ketua Lembaga Pengawasan dan Pengawalan Penegakan Hukum Indonesia (LP3HI) Kurniawan Adi Nugroho mempertanyakan keseriusan Kejagung menangani perkara tersebut. Sebab, penyidik dinilai tidak berupaya melakukan cara lain untuk mengungkap kasus tersebut, semisal melakukan penuntutan tanpa kehadiran terdakwa.
”Dugaan saya, kasus yang menjerat Nistra akan membuka misteri aliran uang Rp 70 miliar itu kepada siapa saja. Yang paling saya khawatirkan, uang korupsi dipakai untuk kampanye pemilihan legislatif atau pemilihan presiden,” ujar Kurniawan.
Sebagaimana diberitakan, Nistra disebut telah menerima uang sebesar Rp 70 miliar dari Irwan Hermawan atas perintah Direktur Utama Bakti Kemenkominfo, Anang Achmad Latif. Uang itu disebut ditujukan untuk Komisi I DPR RI.
Demikian pula terkait alat bukti berupa CCTV, menurut Kurniawan, hal itu hanyalah satu alat bukti. Sementara penyidik bisa mencari alat bukti lainnya. Oleh karena itu, Kurniawan berharap penyidik mendalami kasus tersebut dari fakta persidangan.
Menurut Kurniawan, pihaknya berencana mengajukan lagi permohonan praperadilan terhadap kasus tersebut. Sebab, hingga saat ini tidak ada kemajuan berarti dalam proses hukum meski sebelumnya LP3HI pernah mengajukan praperadilan juga dalam kasus yang sama.