Penyidik Dalami Peran Pihak Swasta dalam Kasus Jalur Kereta Besitang-Langsa
Negara diperkirakan mengalami ”total loss” dalam proyek pembangunan jalur kereta Besitang-Langsa.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penyidik Kejaksaan Agung terus mendalami keterlibatan pihak swasta dalam perkara dugaan korupsi pembangunan jalur kereta api Besitang-Langsa tahun 2017-2023 yang diperkirakan merugikan negara hingga Rp 1,3 triliun. Setelah menetapkan kembali satu tersangka dari pihak swasta, penyidik kembali memeriksa saksi dari pihak swasta.
Pada Selasa (23/1/2024) malam, penyidik Kejagung kembali menetapkan seorang tersangka dalam perkara dugaan korupsi pembangunan jalur kereta api Besitang-Langsa tahun 2017-2023. Tersangka tersebut berinisial FG, selaku pemilik PT Tiga Putra Mandiri Jaya. Dengan demikian, total terdapat 7 tersangka dalam kasus itu, yang terdiri dari 5 orang dari pihak Balai Teknik Perkeretaapian Medan Kementerian Perhubungan dan 2 lainnya dari swasta.
Keenam tersangka lainnya adalah AGP, selaku Kuasa Pengguna Anggaran sekaligus Kepala Balai Teknik Perkeretaapian Medan tahun 2017-2018; AAS, selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK); HH, selaku PPK; serta RMY selaku Ketua Kelompok Kerja (Pokja) Pengadaan Konstruksi tahun 2017. Tersangka berikutnya adalah pihak swasta, yakni AG selaku Direktur PT DYG.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana, Rabu (24/1/2024), mengatakan, setelah penetapan tersangka dari pihak swasta, penyidik kembali memanggil dan memeriksa dua saksi pada hari ini. Mereka berasal dari pihak konsultan.
Kedua tersangka tersebut adalah SMS, selaku Direktur PT Harawana Consultant, dan EHM, selaku pemimpin tim di PT Harawana Consultant. Keduanya diperiksa terkait dengan ketujuh tersangka. ”Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan,” ujar Ketut.
Kasus tersebut bermula dari proyek pembangunan jalur kereta api Besitang-Langsa yang dilakukan Balai Teknik Perkeretaapian Medan Kementerian Perhubungan dengan anggaran Rp 1,3 triliun. Namun, penentuan jalur kereta tersebut tidak dilakukan berdasarkan kajian kelayakan, kemudian terjadi pengalihan jalur dari perencanaan awal serta tidak ada penetapan trase jalur kereta api oleh Kemenhub.
Di sisi lain, proyek tersebut dipecah menjadi paket-paket pekerjaan sedemikian rupa agar pelaksanaan lelang dapat dikendalikan. Dengan demikian, pemenang lelang pekerjaan itu dapat diatur.
Saat ini, penyidik masih melakukan penghitungan kerugian negara. Untuk sementara, kerugian negara dalam kasus itu sebesar Rp 1,3 triliun, sama dengan nilai proyek tersebut. Sebab, sampai saat ini jalur Besitang-Langsa tersebut mengalami kerusakan dan tidak dapat dimanfaatkan.
Rekayasa paket pekerjaan
Terkait dengan penetapan tersangka ketujuh, yakni FG, Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejagung Kuntadi mengatakan, yang bersangkutan diduga telah mengondisikan paket pekerjaan dalam proyek pembangunan jalur kereta api Besitang-Langsa tahun 2017-2023. Dengan demikian, pelaksanaan paket pekerjaan dapat dijalankan sesuai dengan kehendaknya.
Hingga saat ini, menurut Kuntadi, penyidik masih melakukan penghitungan yang diperkirakan Rp 1,3 triliun. ”Tidak tertutup kemungkinan proyek ini dikategorikan sebagai total loss karena tidak dapat digunakan sama sekali,” kata Kuntadi.
Tersangka FG disangka melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).