Gugatan Almas Semata-mata Tuntut Ucapan Terima Kasih dari Gibran
Permintaan ucapan terima kasih jadi satu-satunya alasan Almas menuntut Gibran. Tidak ada motif politik darinya.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·2 menit baca
SURAKARTA, KOMPAS — Gugatan Almas Tsaqibbirru terhadap calon wakil presiden nomor urut 2, Gibran Rakabuming Raka, disebut semata-mata menuntut ucapan terima kasih. Tidak ada motif politik terkait dengan gugatan tersebut.
”Mas Almas ingin menuntut ucapan terima kasih Mas Gibran. Selama ini, Mas Gibran dikenal sebagai orang baik,” kata kuasa hukum Almas Tsaqibbirru, Arif Sahudi, saat ditemui, di Kota Surakarta, Jawa Tengah, Jumat (2/2/2024).
Almas menggugat Gibran terkait wanprestasi sebanyak dua kali ke Pengadilan Negeri Kota Surakarta melalui kuasa hukumnya. Gugatan pertama didaftarkan pada 22 Januari 2024 dengan Nomor Perkara 2/Pdt.G.S/2024/PN Skt. Sementara gugatan kedua didaftarkan pada 29 Januari 2024 dengan Nomor Perkara 25/Pdt.G/2024/PN Skt.
Isi dua gugatan itu sama. Almas meminta pengadilan menghukum Gibran membayar Rp 10 juta serta mengucapkan terima kasih kepada dirinya.
Almas adalah salah satu pihak yang mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi soal batas usia capres-cawapres. Ternyata, hanya gugatan Almas, sarjana hukum lulusan Universitas Surakarta, yang dikabulkan Mahkamah Konstitusi di antara para penggugat lainnya.
Dalam putusannya, MK menyatakan calon presiden dan wakil presiden berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum, termasuk pemilihan kepala daerah. Putusan itulah yang membuat Gibran yang saat itu berusia 36 tahun dapat dicalonkan sebagai calon wakil presiden mendampingi Prabowo Subianto.
”Namanya Almas itu juga manusia biasa. Ingin dipuji, ingin dikasih terima kasih, karena apa pun dia punya jasa itu (pencalonan Gibran),” kata Arif.
Meski demikian, Arif menyebut, kliennya sama sekali tidak pernah mengenal Gibran secara personal. Bahkan, ia mengklaim, kliennya juga tidak punya akun media sosial. Oleh karena itu, tak pernah ada upaya Almas menghubungi Gibran.
Upaya hukum, kata Arif, ditempuh guna memenuhi keinginan kliennya dengan cara elegan. Apalagi, nilai gugatan yang diajukan hanya Rp 10 juta. Hasil gugatan itu nantinya langsung diberikan ke panti asuhan.
”Jalur hukum adalah jalur paling elegan. Semua pihak merasa tidak direndahkan,” kata Arif.
Arif pun menegaskan tidak ada motif politik terkait dengan gugatan Almas kepada Gibran. Pendaftarannya pun tidak ia gembar-gemborkan ke media. Sebaliknya, ia akan mengundang banyak awak media jika mempunyai motif politik atas gugatan tersebut. Terlebih lagi, gugatan itu juga didaftarkan sebagai gugatan sederhana.
”Awalnya kami ingin gugatan yang cepat. Itu namanya gugatan sederhana. Kenapa demikian? Sekali lagi, niat kami hanya mengingatkan (untuk mengucapkan terima kasih),” kata Arif.
Bambang Ariyanto dari Humas Pengadilan Negeri Kota Surakarta menjelaskan, gugatan pertama Almas dengan Nomor Perkara 2/Pdt.G.S/2024/PN Skt harus dicoret dari daftar register perkara. Sebab, gugatan yang didaftarkan itu tidak bisa digolongkan sebagai gugatan sederhana.
Ketika mempelajari gugatan itu, jelas Bambang, hakim tidak menemukan adanya perjanjian tertulis ataupun tidak tertulis soal wanprestasi yang dimaksud Almas. Pembuktiannya mesti secara komprehensif.
”Dari gugatan awal itu ternyata bukan gugatan sederhana. Pembuktiannya tidak bisa secara sederhana sehingga harus diajukan gugatan biasa,” ucap Bambang.
Lantas, Almas kembali mengajukan gugatan dengan isi yang sama. Nomor perkara dari gugatan itu, 25/Pdt.G/2024/PN Skt. Menurut rencana, sidang pertama atas gugatan tersebut bakal berlangsung pada 15 Februari 2024 di Pengadilan Negeri Kota Surakarta.