logo Kompas.id
Politik & HukumProblem Daftar Pemilih hingga ...
Iklan

Problem Daftar Pemilih hingga Kecurangan Bayangi Pemilu di Luar Negeri

Problem daftar pemilih, kurangnya sosialisasi, serta potensi kecurangan masih membayangi pemilu di luar negeri.

Oleh
CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO
· 3 menit baca
Suasana di Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Abu Dhabi, Uni Emirat Arab, pada Senin (5/2/2024). PPLN Abu Dhabi siap menyelenggarakan pemilu di 10 TPS Abu Dhabi pada 10 Februari, 2024.
KOMPAS/MAWAR KUSUMA WULAN

Suasana di Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Abu Dhabi, Uni Emirat Arab, pada Senin (5/2/2024). PPLN Abu Dhabi siap menyelenggarakan pemilu di 10 TPS Abu Dhabi pada 10 Februari, 2024.

JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah masalah masih ditemui terkait penyelenggaraan pemilihan umum di luar negeri. Selain masalah daftar pemilih serta kejelasan lokasi pemungutan suara, potensi kecurangan juga masih membayangi penyelenggaraan pemilu di luar negeri yang kini sudah berjalan.

Problem daftar pemilih salah satunya ditemukan di Kuala Lumpur, Malaysia, yang menggelar pemungutan suara melalui metode tempat pemungutan suara luar negeri (TPSLN) pada Minggu (11/2/2024) ini. Titi Anggraini, salah satu pemantau pemilu dari Migrant Care, menuturkan, tidak sedikit warga negara Indonesia (WNI) di Malaysia yang belum tahu apakah mereka sudah terdaftar sebagai pemilih tetap atau tidak. Selain itu, mereka juga belum mengetahui cara mengecek apakah mereka sudah terdaftar ataukah belum dalam daftar pemilih tetap luar negeri (DPTLN).

Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Kunjungi Halaman Pemilu

”Kami sempat bantu cek, dan ternyata masih ada yang belum terdaftar di DPT,” kata Titi Anggraini. yang juga pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) ini.

Sejak 10 Februari, Migrant Care mengirimkan tim pemantau pemilu luar negeri dan wilayah perbatasan. Wilayah yang dipantau terutama wilayah dengan DPTLN terbanyak dari pekerja migran, yakni Hong Kong, Taiwan, Kuala Lumpur, Tawau, Singapura, Batam, dan Nunukan.

Baca juga: KPU Nilai Pemungutan Suara di Luar Negeri Lancar, tapi Kuala Lumpur Jadi Perhatian

Anggota Dewan Pembina Perludem, Titi Anggraini
KOMPAS/SATRIO PANGARSO WISANGGENI

Anggota Dewan Pembina Perludem, Titi Anggraini

Titi mengungkapkan, karena banyak WNI, termasuk di antaranya para pekerja migran, yang tak masuk DPTLN, jumlah pemilih yang masuk daftar pemilih khusus luar negeri (DPKLN) juga diperkirakan tinggi. Jika merujuk pada pemilu-pemilu sebelumnya, Titi memprediksi jumlah pemilih yang masuk DPKLN bisa 80 persen dari total pengguna hak pilih.

Kondisi itu dikhawatirkan akan menjadi persoalan karena para pemilih yang masuk DPKLN baru diperbolehkan mencoblos satu jam sebelum pemungutan suara ditutup. ”Karena jumlah pemilih yang menggunakan paspor atau kategori DPK ini banyak, dikhawatirkan akan ada antrean panjang. Kalau tidak dikelola dengan baik, khawatirnya akan muncul kegaduhan-kegaduhan,” tuturnya saat dihubungi, Sabtu (10/2/2024) malam.

Tak tahu lokasi pemilihan

Iklan

Persoalan lain adalah sebagian besar pemilih tidak mengetahui lokasi untuk pemilih. Direktur Eksekutif Migrant Care Wahyu Susilo menuturkan, dari percakapannya dengan sejumlah pekerja migran di Kuala Lumpur, mereka belum mendapatkan informasi mengenai lokasi TPSLN.

Karena jumlah pemilih yang menggunakan paspor atau kategori DPK ini banyak, dikhawatirkan akan ada antrean panjang. Kalau tidak dikelola dengan baik, khawatirnya akan muncul kegaduhan-kegaduhan.

”Mungkin berdasarkan pemilu yang (tahun-tahun) kemarin, dia bilang, ‘Apakah coblosan kami masih di sekolah Indonesia Kuala Lumpur? Apakah kami masih mencoblos di KBRI?’ Atau, ’Apakah kami menyoblos di Wisma Duta? Padahal, tahun ini, itu semua dikonsentrasikan di World Trade Centre Kuala Lumpur,” ujar Wahyu.

Pada Pemilu 2024 ini, pemungutan suara melalui pencoblosan langsung di TPSLN dipusatkan di World Trade Centre (WTC) Kuala Lumpur. Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) telah menyiapkan 223 tempat pemungutan suara untuk melayani 223.000 pemilih di lokasi tersebut.

Baca juga: Antisipasi Kerawanan pada Pemilihan Awal di Luar Negeri

Banyaknya pemilih yang belum mengetahui lokasi memilih, kata Wahyu, memperlihatkan bahwa sosialisasi mengenai pemilu Indonesia di Kuala Lumpur masih sangat terbatas. Apalagi, masih banyak pula pekerja migran yang belum tahu cara mengecek namanya apakah sudah terdaftar atau belum di DPTLN

”Itu mengapa kami menempatkan sukarelawan pemantau cukup besar. Dan, hari ini dan kemarin-kemarin juga, ada tahapan pemungutan suara lewat KSK (kotak suara keliling). Selesai proses pemungutan suara, ada teman yang memantau penghitungan suara sampai tanggal 15 Februari. (Sementara itu) Kami akan bertolak ke Hong Kong dan Taiwan untuk memantau di sana,” ujar Wahyu.

Direktur Eksekutif Migrant Care Wahyu Susilo pada konferensi pers secara daring tentang pemantauan pemilihan umum di luar negeri dan perbatasan, Sabtu (10/2/2024).
TANGKAPAN LAYAR ZOOM

Direktur Eksekutif Migrant Care Wahyu Susilo pada konferensi pers secara daring tentang pemantauan pemilihan umum di luar negeri dan perbatasan, Sabtu (10/2/2024).

Hal yang juga menjadi catatan adalah keterbatasan informasi mengenai bagaimana mengurus pindah memilih. ”Tadi kami sempat bertemu di tempat makan, mereka ternyata sudah dua tahun di sini, masih terdaftar di daerah asal, tetapi kemudian di DPT luar negeri tidak ada. Nah, situasi ini mungkin akan menimbulkan kebingungan,” tambah Titi.

Berdasarkan peraturan perundang-undangan, mereka masuk DPT dalam negeri, tetapi secara faktual mereka sudah dua tahun berdomisili di Kuala Lumpur. ”Statusnya sebenarnya sudah menjadi pemilih luar negeri. Hal-hal seperti ini mesti mampu, di hari-H, tidak menimbulkan kebingungan, baik bagi pemilih maupun bagi petugas di lapangan,” katanya.Pengetahuan teknis soal tata cara, prosedur, dan mekanisme dalam pemungutan suara oleh para petugas di lapangan harus betul-betul dijaga dan dipastikan mereka mengetahuinya dengan baik. ”Sehingga, tidak ada kemudian, istilahnya, kericuhan atau kebingungan menyangkut teknis. Dan standar kerja (juga) bisa sama antarpetugas,” ujar Titi.

Tangkapan layar seseorang membuka amplop pengembalian berisi surat suara bagi pemilih dengan metode pos yang diduga terjadi di Kuala Lumpur, Malaysia.
KOMPAS/IQBAL BASYARI

Tangkapan layar seseorang membuka amplop pengembalian berisi surat suara bagi pemilih dengan metode pos yang diduga terjadi di Kuala Lumpur, Malaysia.

Titi juga menyoroti besarnya potensi kecurangan yang terjadi pada pemungutan suara melalui metode pos. ”Pengiriman dengan metode pos ini kurang terjaga keamanannya. Pengiriman surat suara sama dengan surat biasa sehingga tidak bisa dipastikan apakah surat suara itu langsung diterima oleh nama pemilih yang tertera atau tidak. Ini yang kemudian potensial untuk disalahgunakan,” tuturnya.

Saat ini, sudah muncul dugaan sejumlah surat suara untuk pemilih di Kuala Lumpur menggunakan metode pos dicoblos oleh orang tidak dikenal. KPU dan Bawaslu telah mengirimkan tim untuk menelusuri kejadian tersebut.

Editor:
ANITA YOSSIHARA
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000