Perseteruan AHY-Moeldoko Berakhir, Friksi di Kabinet Masih Mengintai
Meski perseteruan AHY-Moeldoko berakhir, friksi dan bahkan potensi konflik antarmenteri dari parpol dinilai masih ada.
JAKARTA, KOMPAS — Perseteruan terkait perebutan kursi Ketua Umum Partai Demokrat antara Agus Harimurti Yudhoyono dan Moeldoko dimungkinkan berakhir setelah keduanya bertemu dan bersalaman di sidang kabinet paripurna. Namun, bukan berarti friksi dalam kabinet berakhir. Friksi baru antara Presiden Joko Widodo dan sejumlah menteri dari partai politik, yang menjadi lawan dari calon presiden-calon wakil presiden Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, masih mengintai.
Direktur Algoritma Research and Consulting Aditya Perdana, saat dihubungi, Senin (26/2/2024), mengatakan, berakhirnya perseteruan antara Agus Harimurti Yudhoyono dan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko sudah terindikasi sejak jauh-jauh hari. Indikasi dimaksud muncul sejak lobi-lobi dan kecenderungan bergabungnya Demokrat ke koalisi pemerintahan.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Hanya saja, secara formal hal itu baru terlihat pada adegan bersalaman saat sidang kabinet paripurna di Istana Negara, Jakarta, Senin. Hal ini terjadi beberapa hari setelah Agus Harimurti dilantik sebagai Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Negara (BPN) oleh Presiden Joko Widodo.
Baca juga: Presiden Jokowi Sarapan Gudeg Bersama AHY di Yogyakarta
Sekalipun perseteruan antara Agus Harimurti dan Moeldoko berakhir, menurut Aditya, friksi bahkan potensi konflik antarmenteri dari partai politik (parpol) di kabinet masih ada. Di tengah masa transisi pemerintahan hingga Oktober mendatang, ia pun memprediksi bahwa situasi politik akan sangat dinamis.
”Selama tujuh bulan ini, tentu dinamikanya akan sangat tinggi karena masih ada pihak yang keberatan atas hasil pemilu dan mendorong delegitimasi hasil pemilu,” kata Aditya saat dihubungi dari Jakarta, Senin (26/2/2024).
Dukungan parpol yang menjadi bagian dari Kabinet Indonesia Maju saat ini terbagi menjadi tiga. Ada Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang mengusung pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
Berikutnya, Partai Nasdem dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang mengusung Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar. Selain itu, sebagian besar lainnya, antara lain, Partai Golkar, Partai Gerindra, Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Demokrat, merupakan pengusung Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Selama tujuh bulan ini, tentu dinamikanya akan sangat tinggi, karena masih ada pihak yang keberatan atas hasil pemilu dan mendorong delegitimasi hasil pemilu.
Baca juga: MUI dan Muhammadiyah Minta Semua Pihak Jaga Situasi Kondusif Seusai Pemilu
Berdasarkan hasil hitung cepat sejumlah lembaga terhadap perolehan suara Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024, Prabowo-Gibran unggul atas Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud. Meski demikian, kubu Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud menduga terjadi kecurangan dalam pemilu. Wacana untuk membawa sengketa hasil pemilu ke Mahkamah Konstitusi didengungkan. Tak hanya itu, wacana untuk mengajukan hak angket di Dewan Perwakilan Rakyat untuk menyelidiki kecurangan pemilu juga dikemukakan.
Baca juga: Ganjar Dorong DPR Gunakan Hak Angket Dugaan Kecurangan Pilpres
Aditya melanjutkan, di tengah ketidakpuasan atas hasil pemilu tersebut, potensi konflik antarparpol bisa berdampak pada kerja menteri-menteri mereka di kabinet. Hal tersebut perlu diantisipasi karena bakal merugikan masyarakat.
”Walaupun masa pemerintahan Presiden Jokowi belum selesai, peran untuk menyelesaikan friksi ini justru ada pada Pak Prabowo sebagai pemimpin yang sudah legitimate. Pak Prabowo perlu menunjukkan bagaimana implementasi mengakomodasi semua pihak dalam pemerintahannya nanti, sudah dipastikan semua atau masih pilah-pilih,” kata Aditya.
Menurut Aditya, peran Prabowo bakal lebih signifikan ketimbang Jokowi karena parpol-parpol yang ada di kabinet sudah berorientasi ke masa depan. Langkah politik yang mereka rumuskan tentu berbeda antara sebelum dan sesudah Pemilu 2024 berlangsung. ”Ini yang akan menjadi menarik karena koridornya sebenarnya, kan, soal akomodasi politik,” ujarnya.
Walaupun masa pemerintahan Presiden Jokowi belum selesai, tetapi peran untuk menyelesaikan friksi ini justru ada pada Pak Prabowo sebagai pemimpin yang sudah legitimate.
Sejumlah perseteruan di Istana
Sebelumnya, Agus Harimurti dan Moeldoko terlibat dalam perebutan kursi Ketua Umum Partai Demokrat. Kisruh Demokrat bermula pada Februari 2021 ketika Agus Harimurti mengumumkan adanya upaya kudeta kepemimpinan partai politik tersebut dengan melibatkan sejumlah tokoh, baik kader internal, mantan pengurus, maupun pihak eksternal.
Agus Harimurti mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo ihwal upaya pihak tertentu untuk mengambil alih Demokrat. Hal itu berlanjut dengan sejumlah evaluasi kondisi partai diikuti pemecatan tujuh kader yang dianggap terlibat dalam kudeta kepemimpinan partai.
Pada awal Maret 2021, diselenggarakan Kongres Luar Biasa (KLB) Deli Serdang, Sumatera Utara. Dalam KLB yang dihadiri sejumlah kader yang telah dipecat Agus Harimurti itu, Moeldoko terpilih sebagai Ketua Umum Demokrat.
Setelahnya, terjadi saling gugat antara kubu KLB Deli Serdang dan Demokrat yang dipimpin Agus, baik di tingkat pengadilan negeri maupun PTUN. Setidaknya terdapat 16 gugatan ke pengadilan yang seluruhnya dimenangi oleh kubu Agus Harimurti.
Namun, tensi politik di Istana juga menghangat pada sisi lain, salah satunya ketika hubungan antara Presiden Jokowo dan PDI-P dikabarkan merenggang. Ketegangan antara Presiden Jokowi dan PDI-P tampak sejak putra Jokowi, Gibran, maju ke Pilpres 2024, setelah lahirnya putusan Mahkamah Konstitusi yang kontroversial.
Sejumlah elite PDI-P kemudian kerap menyindir dan ”menyerang” kebijakan pemerintah. Tak terkecuali capres-cawapres asal PDI-P, Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
Baca juga: Jokowi Absen di HUT PDI-P, Kehadiran Wapres Beri Spirit bagi PDI-P
Terlebih selama Pilpres 2024, Jokowi yang berasal dari PDI-P tak terlihat mendukung Ganjar-Mahfud. Gerak-gerik Jokowi dipandang sejumlah kalangan justru lebih mendukung anaknya yang berpasangan dengan Ketua Umum Partai Gerindra yang juga Menteri Pertahanan Prabowo Subianto.
Keretakan relasi Jokowi dan PDI-P itu mengalir ke internal kabinet. Sejumlah menteri dari PDI-P sempat dikabarkan ingin mundur meski kemudian ditepis partai yang dipimpin Megawati Soekarnoputri dan pihak Istana. Di luar itu, mereka juga tak tampak lagi intens mendampingi Jokowi saat kunjungan kerja atau momen-momen penting kenegaraan lainnya meski kunjungan ataupun momen itu terkait tugas pokok dan fungsi menteri.
Bahkan, untuk proses pengundangan peraturan, Menteri Sekretaris Negara Pratikno tampak mengambil alih. Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2024 tentang Tunjangan Kinerja Pegawai di Lingkungan Sekretariat Jenderal Bawaslu yang ditetapkan dan ditandatangani Presiden Jokowi pada Senin (12/2/2024), misalnya, diundangkan oleh Pratikno. Padahal, biasanya tugas itu merupakan tugas dari Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly yang berasal dari PDI-P.
Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto dalam wawancara dengan awak media, beberapa waktu lalu, tak menampik adanya indikasi ketidakharmonisan Jokowi dengan para menterinya. Misalnya, dalam penentuan akhir untuk menentukan penjabat kepala daerah tidak lagi melibatkan banyak kementerian.
Kemudian, ia menyebut jajaran menteri sudah terbelah. Tak hanya itu, ia mengungkapkan Menteri Sosial Tri Rismaharini telah memberikan testimoni bahwa kini para menteri diperiksa secara berlebih ketika ingin rapat kabinet.
Baca juga: Saat Soliditas Kabinet Bisa Ambyar...
Namun, pandangan itu ditampik pihak Istana. Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana menegaskan, tidak ada suasana pemilu dalam rapat atau sidang kabinet. Menteri yang berasal dari latar belakang parpol yang mendukung masing-masing capres juga disebutnya tetap akrab dan berkomunikasi dengan baik.
Dalam sidang kabinet paripurna yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo, di Istana Negara, Jakarta, Senin (26/2/2024), seluruh menteri dari parpol yang menjadi kubu lawan dari Prabowo-Gibran juga terlihat hadir. Parpol dimaksud selain PDI-P adalah Partai Nasdem, Partai Kebangkitan Bangsa, dan Partai Persatuan Pembangunan.