RUU DKJ Bakal Dikebut, Baleg DPR Ingatkan Jangan seperti UU Cipta Kerja
Tanpa partisipasi publik bermakna, RUU Daerah Khusus Jakarta dikhawatirkan bermasalah seperti UU Cipta Kerja.
Oleh
KURNIA YUNITA RAHAYU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Anggota Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat dari sejumlah fraksi partai politik meminta agar pembahasan Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta dilakukan secara hati-hati dengan memperhatikan prinsip partisipasi publik yang bermakna. Tanpa partisipasi bermakna, rancangan undang-undang tersebut berisiko digugat kembali ke Mahkamah Konstitusi. Tak hanya itu, terdapat sejumlah pasal yang berisiko mengancam demokrasi dan diduga hanya untuk kepentingan pihak tertentu.
Anggota Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat (Baleg DPR) dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Ledia Hanifa Amaliah, mengatakan, meski telah disepakati untuk dibahas pada Masa Sidang IV Tahun 2023-2024, pembahasan Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ) belum dimulai. Hingga saat ini, pimpinan Baleg masih menjadwalkan rapat kerja dengan Menteri Dalam Negeri untuk memulai pembahasan. Adapun surat presiden (surpres) dan daftar inventarisasi masalah hingga kini masih ada di pimpinan DPR.
Menurut dia, pembahasan RUU DKJ yang bakal menjadi dasar hukum bagi status Jakarta setelah tidak lagi menjadi ibu kota harus dilakukan secara hati-hati, terutama dengan memperhatikan prinsip partisipasi publik secara bermakna. Meski program pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) akan dilanjutkan, itu tidak berarti pembahasan RUU DKJ bisa dikebut tanpa menyerap aspirasi masyarakat dalam pembahasannya. Berkaca dari pembahasan RUU yang mengesampingkan partisipasi publik bermakna, UU yang disahkan justru bermasalah dan rentan digugat ke Mahkamah Konstitusi.
“Orang bisa beralasan meaningful participation itu membuat proses pembahasan RUU menjadi lama. Tapi tetap saja itu tidak bisa dilakukan, kita perlu belajar dari Undang-Undang Cipta Kerja yang justru menjadi perkara karena dibuat tanpa partisipasi publik yang bermakna,” kata Ledia dihubungi dari Jakarta, Selasa (12/3/2024).
“Orang bisa beralasan meaningful participation itu membuat proses pembahasan RUU menjadi lama. Tapi tetap saja itu tidak bisa dilakukan, kita perlu belajar dari Undang-Undang Cipta Kerja yang justru menjadi perkara karena dibuat tanpa partisipasi publik yang bermakna.”
Sebelumnya, Ketua Baleg DPR Supratman Andi Agtas mengatakan, pembahasan RUU DKJ memang bakal dikebut. Politisi Partai Gerindra itu menargetkan RUU tersebut tuntas dibahas pada satu masa sidang. Pembahasan cepat dibutuhkan karena DKI Jakarta sudah kehilangan status sebagai ibu kota negara seiring dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (IKN) (Kompas, 5/3/2024).
Tak perlu tergesa-gesa
Dihubungi terpisah, anggota Baleg dari Fraksi Partai Nasdem, Taufik Basari, mengatakan, pembahasan RUU DKJ tidak perlu dilakukan secara tergesa-gesa. Ia mengatakan, mengacu pada Pasal 41 UU No 21/2023, perubahan status DKI Jakarta baru akan terjadi jika sudah ada pemindahan IKN yang ditandai ditetapkannya keputusan presiden (keppres) mengenai pemindahan IKN. Hingga saat ini, keppres dimaksud belum diterbitkan sehingga Jakarta masih berstatus sebagai ibu kota.
Selain itu, tambah Taufik, pasal tersebut juga bisa dimaknai agar ada persiapan sebelum pemindahan IKN dilakukan. Artinya, pembentuk UU, yakni DPR dan pemerintah, diminta mempersiapkan instrumen hukum sebelum ibu kota dipindahkan. Instrumen dimaksud adalah RUU DKJ.
“Jadi, kita bisa membahasnya secara mendalam dengan melibatkan partisipasi publik,” kata Taufik.
Ia menambahkan, partisipasi publik krusial untuk mengawal pembahasan sejumlah pasal. Salah satunya Pasal 10 yang mengatur soal penunjukan Gubernur DKJ oleh Presiden. Langkah tersebut berisiko memundurkan demokrasi karena selama ini kepala daerah dipilih melalui pemilihan kepala daerah.
“Saya mengajak publik mengawal (pembahasan) RUU DKJ karena ada sejumlah pasal yang membutuhkan perhatian publik. Selain penunjukan Gubernur DKJ oleh presiden, juga ada soal penerapan konsep aglomerasi yang di dalam usulan (draf RUU DKJ), itu akan dijalankan oleh wapres. Ini membutuhkan masukan dan diskusi mendalam dengan semua pihak yang berkepentingan dan terkait.”
“Saya mengajak publik untuk mengawal (pembahasan) RUU DKJ karena ada sejumlah pasal yang membutuhkan perhatian publik. Selain penunjukan gubernur DKJ oleh presiden, juga ada soal penerapan konsep aglomerasi yang di dalam usulan (draf RUU DKJ), itu akan dijalankan oleh wapres. Ini membutuhkan masukan dan diskusi mendalam dengan semua pihak yang berkepentingan dan terkait,” ujar Taufik.
Anggota Baleg dari Fraksi Partai Nasdem, Muhammad Farhan, mengatakan, menurut rencana, pembahasan RUU DKJ akan dilanjutkan Rabu (13/3/2024). Senada dengan Taufik, ia juga mengungkapkan bahwa pembahasan RUU tersebut perlu dilakukan secara teliti. Pembentuk UU harus membaca kembali pasal demi pasal, salah satunya mengenai penerapan konsep aglomerasi dan pembentukan lembaga yang akan mengelolanya.