Pembela Ungkap Syahrul Dipenjara karena Berseberangan Politik dengan Penguasa
Kasus Syahrul naik ke persidangan karena partai bekas Menteri Pertanian itu berseberangan dengan politik penguasa.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Bekas Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menilai kasus dugaan korupsi berupa pemerasan, pemotongan pembayaran pegawai, dan penerimaan gratifikasi yang didakwakan kepadanya bermuatan politik. Selain itu, perkara ini juga dinilai sebagai buntut kasus pemerasan yang diduga dilakukan bekas Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Firli Bahuri.
Pernyataan tersebut disampaikan tim penasihat hukum Syahrul secara bergantian dalam sidang pembacaan eksepsi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (13/3/2024). Salah satu penasihat hukum Syahrul, Djamaludin Koedoeboen, mengungkapkan, Syahrul telah meraih banyak penghargaan, baik nasional maupun internasional, selama menjabat Menteri Pertanian periode 2019-2024.
Di antaranya, penghargaan antigratifikasi dan pengelolaan laporan harta kekayaan penyelenggara negara terbaik tahun 2019. Keduanya diberikan oleh KPK. ”Namun, sungguh malang nasibnya karena di pengujung akhir jabatannya tergelincir dalam pusaran politik kekuasaan yang tidak fairness sehingga saat ini dengan terpaksa harus menjalani penahanan di hotel prodeo KPK yang tidak semestinya diharapkan,” kata Djamaludin.
Sidang diikuti Syahrul bersama dengan dua bekas pejabat di Kementerian Pertanian, yakni Kasdi Subagyono dan Muhammad Hatta. Eksepsi Kasdi dan Hatta juga dibacakan oleh penasihat hukum masing-masing.
Namun, sungguh malang nasibnya karena di pengujung akhir jabatannya tergelincir dalam pusaran politik kekuasaan yang tidak fairness sehingga saat ini dengan terpaksa harus menjalani penahanan di hotel prodeo KPK yang tidak semestinya diharapkan.
Sidang dipimpin Ketua Majelis Hakim Rianto Adam Pontoh yang didampingi Fahzal Hendri dan Ida Ayu Mustikawati sebagai hakim anggota. Hadir juga jaksa penuntut umum dari KPK.
Lebih jauh Djamaludin mengatakan, banyak kawan politik Syahrul yang terlepas dari jeratan hukum. Bahkan, perkaranya nyaris dibekukan dan tidak dilanjutkan prosesnya. Berbeda dengan Syahrul yang disidangkan karena partainya berseberangan dengan politik penguasa. Namun, Djamaludin tak memberikan contoh kasusnya apa dan kawan politik Syahrul yang dimaksud itu siapa.
Banyak kawan politik Syahrul yang terlepas dari jeratan hukum. Bahkan, perkaranya nyaris dibekukan dan tidak dilanjutkan prosesnya. Berbeda dengan Syahrul yang disidangkan karena berseberangan dengan politik penguasa.
Ia juga menilai kasus ini merupakan buntut dari perkara dugaan pemerasan yang dilakukan Firli Bahuri terhadap Syahrul hingga akhirnya Firli ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Metro Jaya.
Djamaludin mengatakan, pemerasan yang diduga dilakukan Firli terhadap Syahrul menggunakan alasan adanya penyelidikan atas perkara ini. Jika Syahrul tidak memenuhi permintaan Firli, maka akan ditetapkan sebagai tersangka.
”Karena terdakwa (Syahrul) dipandang tidak dapat memenuhi permintaan tersebut, maka terdakwa kemudian ditetapkan sebagai tersangka serta selanjutnya dilakukan pula tindakan penangkapan dan penahanan,” kata Djamaludin.
Sangat disayangkan, bilamana ternyata proses penyidikan yang dilanjutkan setelah Firli Bahuri dinyatakan sebagai tersangka ternyata hanyalah sebagai ’penutup malu’ dari institusi KPK seakan-akan pemerasan tersebut hanya dilakukan oleh seorang oknum Ketua KPK.
Menurut dia, proses hukum dalam penyelidikan dan penyidikan perkara Syahrul telah dicemari dengan adanya niat untuk pemerasan. Akibatnya, cukup alasan jika perkara Syahrul dimulai dan disusun dengan maksud dan tujuan tertentu.
Oleh karena itu, tambah Djamaludin, terdapat kejanggalan ataupun fakta yang masih prematur, bahkan tidak didasari oleh kenyataan yang sesungguhnya. Ia juga menilai, perkara ini tidak dimaksudkan sebagai upaya penegakan hukum, tetapi rangkaian sandiwara dari Firli demi memuluskan rencananya melakukan tindak pidana pemerasan tersebut.
”Sangat disayangkan, bilamana ternyata proses penyidikan yang dilanjutkan setelah Firli Bahuri dinyatakan sebagai tersangka ternyata hanyalah sebagai ’penutup malu’ dari institusi KPK seakan-akan pemerasan tersebut hanya dilakukan oleh seorang oknum Ketua KPK,” kata Djamaludin.
Djamaludin memohon kepada majelis hakim untuk menerima eksepsi dari penasihat hukum Syahrul dan menyatakan rumusan surat dakwaan penuntut umum tidak cermat, tidak jelas, dan tidak lengkap serta kabur sehingga batal demi hukum. Ia menegaskan, lebih baik membebaskan seribu orang bersalah daripada menghukum satu orang yang tidak bersalah.
Seusai mendengarkan eksepsi dari penasihat hukum, masing-masing terdakwa menyatakan cukup. Jaksa penuntut umum KPK akan menanggapi eksepsi masing-masing penasihat hukum terdakwa secara tertulis pada persidangan berikutnya. Rianto akan melanjutkan sidangnya pada Rabu (20/3/2024).