DPR, DPD dan KPK, Termasuk di Antara Lembaga yang Boleh Tidak Pindah Dulu ke IKN
DIM RUU tentang Daerah Khusus Jakarta ternyata mengatur diperbolehkannya lembaga-lembaga tak langsung pindah ke IKN.
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah menambahkan usulan daftar inventarisasi masalah dalam Rancangan Undang-Undang tentang Daerah Khusus Jakarta atau RUU DKJ mengenai diperbolehkannya sejumlah lembaga untuk tidak langsung berpindah ke Ibu Kota Nusantara. Sejumlah lembaga tersebut akan terlindungi secara hukum dengan rumusan baru tersebut.
Sejumlah klausul dalam RUU DKJ masih menuai perdebatan dalam rapat Panitia Kerja (Panja) RUU DKJ di Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (15/3/2024). Di antaranya, persoalan peralihan aset dan pengaturan kewenangan kekhususan yang dimiliki Pemerintah Provinsi DKJ. Karena belum mendapat titik temu antara Panja Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah, pembahasan dua klausul itu bakal dilanjutkan pada rapat selanjutnya.
Untuk persoalan peralihan aset, Panja DPR tak sepakat dengan daftar inventarisasi masalah (DIM) dari pemerintah yang meminta Pasal 61 RUU DKJ untuk dihapus. Pasal 61 menegaskan bahwa pemerintah pusat menyerahkan kepemilikan dan pengelolaan kawasan Gelora Bung Karno (GBK), kawasan Monumen Nasional (Monas), dan kawasan Kemayoran kepada Provinsi DKJ.
Dalam DIM pemerintah disebutkan alasan pemerintah tidak setuju dengan Pasal 61 tersebut. Menurut pemerintah, semua itu merupakan barang milik negara berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Nusantara (IKN) dan diatur lebih lanjut pemanfaatannya oleh Kementerian Keuangan.
Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Suhajar Diantoro mengatakan, pihaknya sudah membahas masalah peralihan aset ini dengan seluruh kementerian dan lembaga. Ia pun mengungkapkan, untuk masalah pindah ke IKN ini tidak lantas seluruh lembaga, termasuk DPR, akan langsung pindah ke IKN. Semua harus menunggu gedungnya di IKN siap dipakai.
Baca juga: IKN Segera Jadi Pemerintah Daerah Khusus
”Bahkan di aturan peralihan (aset) nanti kami akan sebutkan bahwa sampai dengan IKN siap sepenuhnya, kan kita masih tetap di sini. Artinya, DPR sebelum gedungnya siap, kita masih di sini. Kemendagri mungkin baru akan pindah 300 orang, selebihnya masih di sini (Jakarta). Jadi, kalau kita atur, (aset) ini kita serahkan (ke Provinsi DKJ), nanti kasihan juga pemerintah pusat. Jadi miskin pula dia, tidak ada apa-apa lagi di sini,” ujar Suhajar.
Setelah mendengar penjelasan pemerintah, Ketua Panja RUU DKJ Supratman Andi Agtas memutuskan untuk menunda pembahasan masalah peralihan aset. Ia meminta pemerintah membuat aturan peralihan aset tersebut dan mengajukan kembali usulan DIM baru terkait dengan aturan peralihan aset ke panja.
Rumusan baru
Rapat pun diskors sekitar satu jam untuk jeda shalat. Setelah rapat kembali dimulai, tiba-tiba dibahas sejumlah usulan rumusan DIM baru dari pemerintah, salah satunya mengenai aturan peralihan aset. Rumusan baru yang diusulkan pemerintah berisi, ”Dalam rangka mendukung kelancaran pelaksanaan pemindahan IKN secara bertahap, penyelenggaraan urusan pemerintahan dan/atau kenegaraan, termasuk tempat kedudukan lembaga negara, lembaga dan organisasi lainnya yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan berkedudukan di IKN, masih tetap dapat dilaksanakan atau berkedudukan di wilayah DKJ sesuai dengan tahapan yang tertuang dalam peraturan presiden yang mengatur mengenai perincian rencana induk IKN.”
Artinya, DPR sebelum gedungnya siap, kita masih di sini. Kemendagri mungkin baru akan pindah 300 orang, selebihnya masih di sini (Jakarta).
Suhajar mengungkapkan, DIM tersebut baru saja dirumuskan oleh beberapa menteri setelah membaca semua aturan. Ia mengatakan, DIM itu berubah dari DIM yang diserahkan oleh Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian pada Rabu (13/3/2024) lalu. ”Namun, ingin saya sampaikan, dalam DIM yang kemarin diserahkan Pak Menteri (Tito), rumusan ini sudah ada, tetapi tidak selengkap ini,” ujarnya.
Ia menyebut ada 30 lembaga yang masuk klausul baru tersebut sehingga lembaga-lembaga itu diperbolehkan tidak langsung berpindah ke IKN. Di antaranya, DPR, Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Komisi Pemberantasan Korupsi, serta Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Dengan klausul baru ini, semua kementerian/lembaga lain yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan harus ke IKN terlindungi.
”Ada 30 lembaga, sudah terangkum semua di (DIM baru) sini, dan tidak menyebutkan batas waktu. Jadi, bisa kalau memang gedungnya tiga tahun belum siap (di IKN), ya tiga tahun masih di sini (Jakarta). Justru pasal ini menjadi payung hukum sehingga dia tidak mempunyai dampak hukum. Karena memang sesungguhnya pada saat pemerintah merancang pemindahan IKN, itu memang tidak sama dengan apa yang terbayang dengan masyarakat, tahun 2024 pindah semua. Jadi yang pindah 2024 ini terutama yang eksekutif. Itu pun bertahap,” ucapnya.
Anggota Panja RUU DKJ dari Fraksi Golkar, Supriansa, khawatir, jika DIM baru dari pemerintah disetujui dan DPR tidak segera pindah ke IKN, ini akan menimbulkan sejumlah konsekuensi, baik hukum maupun etis. DIM baru itu seakan-akan memperlihatkan bahwa ada sejumlah lembaga negara yang enggan pindah ke IKN.
Lebih tegasnya disebutkan secara baik, misalnya, mereka akan berpindah kantor di sana (IKN) setelah gedungnya siap.
”Kalimat tadi (DIM dari pemerintah) terlalu longgar. Jadi, ditekankan sedikit tidak apa-apa. Kita, kan, mau bernegara dengan baik. Lebih tegasnya disebutkan secara baik, misalnya, mereka akan berpindah kantor di sana (IKN) setelah gedungnya siap,” usulnya.
Anggota Panja RUU DKJ dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Putra Nababan, mengingatkan agar jangan sampai panja asal mengesahkan klausul itu. Semua pihak harus memahami seperti apa rincian induk IKN, dan bagaimana tahapan kementerian/lembaga yang harus pindah ke IKN.
”Jadi, paling tidak ada penjelasan dari pemerintah kepada kami, tidak blank seperti ini. Mendagri tidak menjelaskan soal kebutuhan DIM ini (dalam rapat Rabu) kemarin. Pemerintah tolong jelaskan seperti apa rencana induk IKN ini,” katanya.
Anggota Panja RUU DKJ dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Mardani Ali Sera, pun khawatir klausul yang disampaikan pemerintah tidak lebih kuat dari peraturan presiden soal perincian rencana induk IKN. ”Saya khawatir, di perpres sedemikian detail, sedangkan di (klausul baru pemerintah) ini ngasih payung hukum yang tidak leluasa. Ini saya seperti pendukung pemerintah ini, padahal saya oposisi, lho,” kelakarnya.
Pimpinan Panja RUU DKJ Achmad Baidowi menegaskan, Panja RUU DKJ dari DPR prinsipnya memahami kondisi hari ini terkait proses pembangunan IKN. Namun, ia berharap, dalam pengaturannya di RUU DKJ nanti jangan sampai memberikan ruang bagi orang untuk tidak mau pindah ke IKN. ”Jadi, rumusannya dibuat lebih tegas, tetapi memahami kondisi yang ada. Selanjutnya kita serahkan ke tim perumus dan tim sinkronisasi rumusan kalimatnya,” katanya.
Pemilihan gubernur Jakarta
Kemudian, mekanisme pemilihan gubernur Jakarta sama sekali belum dibahas dalam rapat Panja RUU DKJ, Jumat ini. Namun, Supriansa mengklaim, seluruh fraksi partai di Panja RUU DKJ telah sepakat agar gubernur Jakarta dipilih melalui mekanisme pemilihan langsung. Ini sesuai dengan DIM dari pemerintah.
Ketika kami mengusulkan kembali agar gubernur DKJ dipilih oleh rakyat, tetap tidak ada yang angkat tangan untuk protes. Artinya, kalau tidak menjawab, berarti setuju.
”Setidaknya pada saat (DIM dari pemerintah) disampaikan, tidak ada yang angkat tangan. Ketika kami mengusulkan kembali agar gubernur DKJ dipilih oleh rakyat, tetap tidak ada yang angkat tangan untuk protes. Artinya, kalau tidak menjawab, berarti setuju,” ujarnya.
Baca juga: Gubernur Jakarta Ditunjuk Presiden atas Usul DPRD, Demokrasi Pun Dinilai Dipreteli
Menurut Supriansa, hingga pengesahan RUU DKJ pada awal April 2024 nanti, perubahan sikap parpol mengenai isu tersebut tidak terlalu signifikan. Pun, jika ada fraksi yang tidak setuju, ia meyakini tidak lebih dari dua partai. ”Kalau misalnya hanya ada satu (fraksi) yang kurang setuju dan yang lainnya setuju, kan, itu artinya juga yang satu itu pasti mengikuti yang banyak,” ucapnya.
Anggota Panja RUU DKJ dari Fraksi Partai Demokrat, Herman Khaeron, senada dengan Supriansa. Ia melihat tidak ada perbedaan yang signifikan terkait mekanisme pemilihan gubernur Jakarta. ”Saya kira itu sudah tidak ada perbedaan. Kami sampai saat ini berpandangan, itu pilihan langsung,” tuturnya.