Panglima TNI: Pilkada Lebih Rawan ketimbang Pilpres dan Pileg
TNI memetakan, terdapat 15 provinsi yang memiliki tingkat kerawanan tinggi pada Pilkada 2024.
JAKARTA, KOMPAS — Pemilihan kepala daerah serentak tahun 2024 yang akan digelar pada November diperkirakan lebih rawan dibandingkan penyelenggaraan pemilu pada tahun yang sama. Kerusuhan antarkelompok pendukung hingga konflik suku, agama, ras, dan antargolongan berpotensi terjadi di 15 daerah dengan tingkat kerawanan tinggi, seperti Aceh dan Papua.
Mengacu pada data Komisi Pemilihan Umum (KPU), pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak tahun ini akan digelar di 545 daerah di seluruh Indonesia. Pilkada pada 27 November ini akan dilaksanakan di 37 provinsi, 415 kabupaten, dan 93 kota.
Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto dalam rapat kerja bersama Komisi I DPR di Gedung Nusantara II, Jakarta, Kamis (21/3/2024), menyampaikan, pihaknya telah memetakan serta menganalisis kerawanan-kerawanan yang berpotensi akan timbul pada Pilkada 2024. Ia menyebut, pelaksanaan pilkada tahun ini memiliki tingkat kerawanan yang lebih besar dibandingkan pemilihan presiden (pilpres) ataupun pemilihan legislatif (pileg) yang telah digelar pada 14 Februari 2024.
Baca juga: MK Perintahkan Pilkada Tetap Digelar November 2024
”Terdapat kemungkinan terjadi kerusuhan antarkelompok pendukung yang lebih besar apabila dihadapkan dengan jumlah alat keamanan yang terbatas. Selain itu, di beberapa daerah dimungkinkan terjadi konflik SARA apabila politik identitas digaungkan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Hal tersebut akan memicu perpecahan pada skala nasional apabila berbagai kemungkinan kerawanan tadi dimanfaatkan oleh pihak ketiga,” ujar Agus.
Badan Intelijen Strategis (Bais) TNI secara khusus telah membuat indeks kerawanan pada Pilkada 2024. Indeks ini telah diperbarui dengan berbagai perkembangan situasi keamanan yang terjadi akhir-akhir ini.
Data Bais TNI menunjukkan, terdapat 15 provinsi yang memiliki tingkat kerawanan tinggi. Provinsi-provinsi itu ialah Aceh, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara, Maluku, Maluku Utara, dan enam provinsi di Papua.
Tiap-tiap provinsi tersebut memiliki jenis dan macam kerawanan yang berbeda-beda, mulai dari konflik SARA, konflik di antara pasangan calon, bentrok antarpendukung fanatik, konflik elite politik, konflik di daerah basis partai politik tertentu, hingga konflik bersenjata yang terjadi di Papua.
Terdapat kemungkinan terjadi kerusuhan antarkelompok pendukung yang lebih besar apabila dihadapkan dengan jumlah alat keamanan yang terbatas. Selain itu, di beberapa daerah dimungkinkan terjadi konflik SARA apabila politik identitas digaungkan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.
Agus melanjutkan, wilayah Papua memiliki tingkat kerawanan tinggi karena kelompok separatis teroris (KST) terpantau mempunyai agenda untuk menggagalkan pilkada guna mendelegitimasi NKRI, serta mencari perhatian dunia internasional. Aksi KST bersenjata tersebut terjadi di tujuh wilayah rawan sepanjang periode 2024, yaitu di Kabupaten Maybrat, Kabupaten Puncak, Kabupaten Puncak Jaya, Kabupaten Intan Jaya, Kabupaten Nduga, Kabupaten Yahukimo, dan Kabupaten Pegunungan Bintang.
”Meningkatnya aksi KST dipengaruhi oleh akan datangnya pemilu serentak, adanya caleg (calon anggota legislatif) atau pasangan calon yang berafiliasi dalam kelompok KST, apabila kalah dalam perolehan suara, memiliki kemungkinan gangguan keamanan yang lebih besar,” ungkap Agus.
Daerah lain yang juga patut mendapat perhatian lebih adalah Provinsi Aceh. Pada masa tenang pemungutan suara Pileg dan Pilpres 2024 lalu terdapat beberapa kasus di Aceh yang memungkinkan akan terjadi kembali pada pilkada serentak nanti.
Selain itu, lanjut Agus, partai lokal Aceh juga disinyalir sebagai wadah untuk mengakomodasi aspirasi eks kombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Hal ini diyakini akan menjadi pemicu konflik kepentingan antara bekas kombatan dan nonkombatan. ”Apabila hasil pilkada tidak memenuhi harapan salah satu pasangan calon, diperkirakan akan memantik potensi konflik horizontal,” katanya.
Agus juga melihat adanya potensi upaya penarikan perhatian massa dengan cara pengibaran bendera bulan bintang. Apabila hal ini terjadi, tentunya akan menimbulkan provokasi bagi kelompok lainnya.
Antisipasi dini
Untuk itu, menurut Agus, semua kerawanan ini perlu diantisipasi sejak dini. Tahapan pilkada perlu mendapat perhatian serius, khususnya terkait pengamanan, mulai dari tahap pendaftaran, kampanye, masa tenang, pemungutan suara, penghitungan dan rekapitulasi suara, hingga penetapan hasil pilkada.
”TNI juga akan terus melakukan mitigasi dalam menghadapi potensi kerawanan yang ditimbulkan oleh beberapa sebab yang disampaikan sebelumnya. Mitigasi yang dilakukan TNI juga tetap dalam posisi menjujung tinggi netralitas dalam pilkada,” kata Agus.
Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto mengikuti rapat kerja dengan Komisi I DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (21/3/2024).
Selanjutnya, Satuan Komando Kewilayahan (Satkowil) akan turut aktif memantau gejala intoleransi dan ketidakharmonisan sosial. Satkowil juga akan terus berkoordinasi secara aktif dengan KPU serta pihak-pihak terkait untuk menyusun rencana kontingensi pengamanan pilkada.
Pemetaan kerawanan Pilkada 2024 tak hanya dilakukan TNI, tetapi juga oleh Badan Intelijen Negara (BIN). Dalam rapat kerja bersama Komisi I DPR, Kamis ini, Wakil Kepala BIN Letjen I Nyoman Cantiasa mengungkapkan, pihaknya telah menganalisis dan melakukan deteksi dini terhadap potensi-potensi kerawanan yang akan terjadi di Pilkada 2024. Namun, ia enggan mengungkapkan hasil analisis BIN tersebut.
Baca juga: Usulkan Percepatan Pilkada, DPR Siap Bahas Kilat Revisi UU Pilkada
”Intinya, BIN ini, kan, bertugas melaksanakan deteksi dini, mencegah dini semua terkait dengan ancaman, tantangan, hambatan, gangguan terhadap negara. Jadi, ya, kami juga memetakan semua yang ada, baik yang di luar negeri, dalam negeri, semua ideologi politik, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan. Itu kami petakan,” ucap Cantiasa.
Cantiasa hanya berharap semua pihak bisa ikut menjaga kondusivitas bangsa. Tak hanya itu, koordinasi antarkementerian dan lembaga juga penting dalam upaya mewujudkan situasi negara yang kondusif tersebut.
”Jadi, kita harus sama-sama menjaga. Kedamaian itu harus dijaga. Kita harus ciptakan kedamaian. Kedamaian, ketertiban itu tidak simsalabim jatuh dari langit. Itu harus kita ciptakan,” tutur Cantiasa.
Sementara itu, Komisi I mengapresiasi TNI karena telah membantu Polri dalam penyelenggaraan Pemilu 2024. Menurut Ketua Komisi I DPR Meutya Hafid, semua aparat TNI telah bekerja maksimal sehingga pemilu bisa berjalan lancar dan aman. Ia berharap keberhasilan ini juga bisa tercipta pada pelaksanaan pilkada nanti.
Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Golkar, Dave Laksono, menambahkan, Komisi I DPR berkomitmen akan mendukung pemenuhan anggaran yang dibutuhkan TNI ataupun BIN untuk menanggulangi potensi kerawanan yang ada. Dengan begitu, stabilitas nasional bakal terjaga. ”Kita perlu memastikan proses demokrasi di Indonesia yang sekali lima tahun ini dapat berlangsung dengan aman, damai, dan tertib,” ujarnya.