Sejumlah ”Vokalis” DPR Terancam Gagal Kembali ke Senayan
Sejumlah anggota DPR yang tergolong aktif bersuara kalah bersaing sehingga terancam gagal kembali ke parlemen.
JAKARTA, KOMPAS — Kendati sudah berpengalaman menjadi legislator serta menduduki jabatan strategis di partai politik, sejumlah calon anggota legislatif petahana yang relatif vokal bersuara terancam gagal kembali menduduki kursi DPR. Persaingan ketat, perubahan peta pemilih, serta masifnya praktik politik uang pada Pemilu 2024 ditengarai menjadi penyebab sejumlah caleg petahana bertumbangan, tak berhasil menembus parlemen.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menetapkan hasil perolehan suara partai politik peserta Pemilu 2024 pada Rabu (20/3/2024). Dari hasil rekapitulasi tersebut, dipastikan ada delapan partai politik (parpol) yang memenuhi ambang batas parlemen 4 persen suara sah nasional.
Kedelapan partai tersebut ialah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Partai Golkar, Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Nasdem, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Demokrat. Namun, KPU masih belum menentukan raihan kursi DPR untuk kedelapan parpol tersebut serta caleg yang lolos ke DPR karena masih menunggu sengketa hasil pemilu selesai di Mahkamah Konstitusi (MK).
Walaupun demikian, caleg yang lolos ke DPR sudah bisa diperkirakan dengan melihat perolehan suara para calon wakil rakyat tersebut. Hal ini juga berlaku bagi para caleg petahana, anggota DPR yang kembali maju pada pemilu legislatif (pileg) tahun ini.
Dari hasil rekapitulasi suara yang telah ditetapkan KPU, dapat diperkirakan sejumlah nama caleg petahana terancam gagal kembali duduk di DPR. Bahkan, di antara para caleg petahana itu terdapat sejumlah nama yang tergolong aktif bersuara di DPR, pesohor, serta punya jabatan strategis di partai politik.
Mereka, antara lain, merupakan caleg petahana dari PDI-P, seperti Arteria Dahlan, Masinton Pasaribu, Trimedya Panjaitan, Johan Budi, Kris Dayanti, Eriko Sotarduga, Djarot Saiful Hidayat, dan Junimart Girsang. Mereka terancam gagal kembali ke Senayan karena kalah bersaing dengan rekan sesama partai atau disingkirkan caleg dari partai lain.
Eriko Sotarduga dan Masinton Pasaribu dari PDI-P yang bertarung di Daerah Pemilihan (Dapil) DKI Jakarta II, misalnya, masing-masing hanya meraih 48.737 suara dan 50.992 suara. Raihan suara mereka kalah dari jumlah suara yang diperoleh caleg baru, Once Mekel (60.623 suara), yang juga maju dari PDI-P. Padahal, dari tujuh kursi yang diperebutkan para caleg di Dapil DKI Jakarta II, PDI-P diprediksi hanya meraih satu kursi DPR.
Baca juga: PDI-P Diperkirakan Masih Duduki Kursi Ketua DPR
Demikian pula dengan dua caleg petahana lain dari PDI-P yang maju di Dapil Sumatera Utara III, Djarot Saiful Hidayat dan Junimart Girsang. Djarot yang juga pernah menjadi Gubernur DKI Jakarta hanya mampu meraih 54.366 suara, sedangkan Junimart yang sudah dua periode di DPR meraih 75.401 suara. Raihan tersebut hanya menempatkan keduanya di urutan ketiga dan keempat dalam daftar perolehan suara terbanyak caleg di PDI-P di Dapil Sumut III.
Meski terdapat 10 kursi DPR yang diperebutkan di dapil tersebut, PDI-P diprediksi hanya akan mendapatkan dua kursi. Jika merujuk pada ketentuan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, bahwa caleg pemenang pemilu adalah yang meraih suara terbanyak, dua kursi PDI-P diberikan kepada caleg dengan suara terbanyak pertama dan kedua. Mereka adalah caleg petahana, Bob Andika Mamana Sitepu, yang meraih 94.621 suara, dan Bane Raja Manalu, caleg pendatang baru yang memperoleh 91.169 suara.
Caleg petahana lain yang juga cukup vokal di DPR, Taufik Basari, yang bertarung di Dapil Lampung I, juga terancam gagal kembali ke parlemen. Caleg dari Partai Nasdem itu meraih 75.693 suara, jauh di bawah raihan suara koleganya, Rahmawati Herdian (94.133 suara). Padahal, Nasdem diperkirakan hanya mendapatkan satu dari 10 kursi DPR di Dapil Lampung I.
Masih di Dapil Lampung I, Wakil Ketua DPR dari Fraksi Partai Golkar Lodewijk F Paulus juga terancam tak kembali ke DPR. Sekretaris Jenderal Partai Golkar itu diketahui hanya berada di urutan kedua caleg dengan suara terbanyak dengan 50.093 suara. Ia kalah dari Ryko Menoza, mantan Bupati Lampung Selatan yang meraih 53.813 suara.
Nasib serupa dialami Wakil Ketua MPR Yandri Susanto yang maju dari Dapil Banten II. Dengan raihan 96.334 suara, Wakil Ketua Umum PAN itu hanya berada di urutan kedua caleg PAN dengan perolehan suara terbanyak di dapil tersebut. Politisi yang sudah 12 tahun menjadi anggota DPR itu kalah dari Edison Sitorus, calon anggota baru DPR dari PAN yang memperoleh 113.813 suara. Sementara itu, PAN yang mendapatkan 244.983 suara di Dapil Banten II kemungkinan besar hanya meraih satu kursi DPR.
Raihan suara PPP
Dari sembilan parpol di parlemen, hanya Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang diprediksi gagal mempertahankan posisinya di DPR. Partai berlambang Kabah itu hanya meraih 5.878.777 atau 3,87 persen suara nasional, di bawah angka ambang batas parlemen. Karena itu, jika gugatan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) yang diajukan PPP tidak dikabulkan Mahkamah Konstitusi, PPP tidak akan diikutkan dalam penghitungan kursi DPR.
Dengan demikian, semua caleg petahana dari PPP juga terancam gagal kembali menduduki kursi DPR. Padahal, tidak sedikit caleg petahana dari PPP yang tergolong aktif bersuara di DPR. Salah satunya Achmad Baidowi yang maju dari Dapil Jawa Timur XI. Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR itu, bahkan, meraih 359.189 suara dan menempati urutan kedua perolehan suara terbanyak caleg dari semua parpol di Dapil Jatim XI.
Baca juga:PPP dan Kisah Sejumlah Parpol yang Tersisih dari Parlemen
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi) Lucius Karus memprediksi, akan banyak caleg petahana yang gagal kembali ke DPR. Kursi di DPR diperkirakan akan lebih banyak diisi caleg pendatang baru meskipun selisihnya tak begitu besar.
Berkaca dari hasil Pemilu 2014 dan 2019, lanjut Lucius, persaingan antara caleg wajah lama dan baru selalu ketat. Pada Pemilu 2014, 57 persen kursi DPR diisi oleh pendatang baru, sedangkan 43 persen lainnya kembali diduduki petahana. Sementara itu, pada Pemilu 2019, 56 persen anggota DPR yang terpilih merupakan petahana dan 44 persen lainnya pendatang baru.
Akan banyak caleg petahana yang gagal kembali ke DPR. Kursi di DPR diperkirakan akan lebih banyak diisi caleg pendatang baru meskipun selisihnya tak begitu besar.
”Kalau melihat tren dua pemilu terdahulu, tampaknya kali ini peluang wajah baru yang akan lebih banyak walau selisihnya tak jauh-jauh banget. Caleg baru itu tampaknya lebih banyak berlatar pengusaha dan pesohor. Ini tentu memperlihatkan bagaimana kualitas pemilu legislatif kita pada 2024 ini,” kata Lucius saat dihubungi dari Jakarta, Minggu (24/3/2024).
Secara terpisah, Direktur Eksekutif Indonesia Political Review Ujang Komarudin mengatakan, ada sejumlah faktor yang menyebabkan para petahana gagal kembali menduduki kursi DPR. Namun, secara umum, persaingan ketat pada Pemilu 2024 yang menyebabkan para petahana kesulitan lolos ke Senayan.
Munculnya pesaing tangguh di dapil tertentu telah membuat caleg petahana tersebut terancam gagal kembali duduk di kursi DPR. Selain itu, para petahana juga dinilai tidak memanfaatkan secara maksimal jumlah pemilih muda yang mendominasi hampir 60 persen dari total pemilih pada Pemilu 2024.
”Misalnya nama petahana seperti Masinton dan Eriko dari Dapil Jakarta II, keduanya kalah perolehan suara dari Once Mekel yang lebih populer di kalangan anak muda. Mungkin juga Once memiliki kapasitas modal yang cukup besar,” ujar Ujang.
Baca juga:Hasil Pemilu 2024: PDI-P Menang, Ambisi "Hattrick" Terpenuhi
Ujang juga melihat banyak petahana yang tidak menyadari pentingnya mendekati pemilih muda. Bukan hanya itu, tidak sedikit pula petahana yang tak menjaga kedekatan atau merawat konstituen sehingga tidak mendapatkan dukungan suara.
Faktor lainnya adalah penggunaan politik uang yang semakin masif pada pemilu kali ini. ”Persaingannya makin ketat ditambah pakai politik uang yang semakin memuncak, makanya pemilu ini juga dinilai brutal dan saya lihat akan banyak gugatan dari para caleg dalam sengketa pemilu, terutama pileg ke MK,” katanya.