Arief Hidayat Jadi Ketua Alumni GMNI, MKMK Nilai Tak Langgar Etik
Ketua Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia Arief Hidayat, yang juga hakim MK, dinilai MKMK tak langgar etik.
Oleh
SUSANA RITA KUMALASANTI
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi atau MKMK menyatakan Hakim Konstitusi Arief Hidayat tidak terbukti melanggar etik karena menjabat Ketua Persatuan Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia atau PA GMNI. Sebelum ditunjuk, Arief telah meminta izin ke Dewan Etik.
”Oleh karena itu, seorang hakim konstitusi yang menjabat sebagai ketua/pimpinan organisasi kemasyarakatan tidak serta-merta dapat dikatakan melanggar kode etik dan perilaku hakim konstitusi. Hal demikian harus dinilai secara kasuistis yang harus dikaitkan dengan situasi faktual yang terjadi dalam masyarakat,” kata anggota MKMK, Ridwan Mansyur, saat membacakan pertimbangan, Kamis (28/3/2024).
Sebelumnya, Arief dilaporkan oleh Aliansi Pemuda Berkeadilan yang mempersoalkan status Arief sebagai Ketua PA GMNI periode 2021-2026. Arief dilantik oleh Megawati Soekarnoputri yang juga Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Arief pun dinilai memiliki afiliasi politik dengan PDI-P.
Dalam pertimbangannya, MKMK mengungkapkan hasil klarifikasi yang dilakukan terhadap Arief. Menurut Ridwan, sebelum mencalonkan diri sebagai Ketua PA GMNI, Arief telah beritikad baik dengan meminta izin kepada Dewan Etik. Melalui surat dengan nomor 09/DEHK/U.02/V/2021, Dewan Etik memperkenankan Arief untuk dicalonkan sebagai Ketua PA GMNI.
”Dengan demikian, secara implisit, Dewan Etik telah mempertimbangkan proses pencalonan hakim terlapor sebagai Ketua PA GMNI dalam perspektif Sapta Karsa Hutama,” kata Ridwan.
Seorang hakim konstitusi yang menjabat sebagai ketua/pimpinan organisasi kemasyarakatan tidak serta-merta dapat dikatakan melanggar kode etik dan perilaku hakim konstitusi.
Tak terafiliasi ke partai
Dewan Etik MK merupakan lembaga sejenis MKMK yang dibentuk MK untuk menjaga dan mengawasi perilaku hakim konstitusi dengan mengacu pada kode etik dan pedoman perilaku hakim konstitusi Sapta Karsa Hutama.
MKMK juga menyinggung Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga PA GMNI yang mendasarkan diri pada Pancasila dan UUD 1945. Selain itu, sifat dan watak organisasi PA GMNI pun dipertimbangkan, yaitu bahwa ormas tersebut bersifat kekeluargaan, gotong royong, intelektual, dan terbuka untuk seluruh warga negara.
”Dengan merujuk hal tersebut, PA GMNI bukan organisasi berafiliasi ke partai tertentu karena sifat keanggotaannya yang terbuka. Dalam penalaran yang wajar setiap warga negara tidak terhalang haknya untuk menjadi anggota. Lagi pula, organisasi kemasyarakatan tersebut bukan organisasi terlarang yang aktivitasnya bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945,” tutur Ridwan.
Berkenaan dengan pelantikan yang dilakukan oleh Megawati, hal itu dilakukan karena perempuan politisi tersebut merupakan Ketua Dewan Pertimbangan PA GMNI. Saat pelantikan, Megawati tidak dalam kedudukan sebagai ketua umum partai politik.
Lebih jauh Ridwan mengungkapkan, penerapan prinsip Sapta Karsa Hutama harus tetap mempertimbangkan perubahan sosial yang menuntut dilakukannya perubahan cara pandang dalam menilai perilaku pejabat publik pada umumnya dan hakim konstitusi pada khususnya.