Otto Hasibuan: Pemilu 2024 adalah Pemilu yang Damai dan Paling Baik
Kubu Prabowo menilai, tudingan kemenangan Prabowo-Gibran karena kecurangan dan bansos melukai hati masyarakat.
Oleh
SUSANA RITA KUMALASANTI
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Tim Pembela Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka membantah anggapan pemohon sengketa pemilihan presiden dan wakil presiden di Mahkamah Konstitusi bahwa Pemilu 2024 menjadi pemilu terburuk. Sebaliknya, mereka menilai, pesta demokrasi tahun 2024 menjadi pemilu yang damai dan merupakan salah satu pemilu yang paling baik dari beberapa pemilu yang sudah digelar di Indonesia.
Pernyataan itu disampaikan salah satu kuasa hukum Prabowo-Gibran, Otto Hasibuan, saat menyampaikan jawaban Tim Pembela Prabowo-Gibran atas permohonan sengketa hasil pemilu yang diajukan pasangan calon nomor urut 1, Anies Rasyid Baswedan-Muhaimin Iskandar. Menurut Otto, apa yang disampaikan dalam permohonan tersebut penuh dengan narasi dan asumsi yang disusun sedemikian rupa untuk menggiring opini publik. Salah satunya, opini bahwa kekalahan para pemohon sengketa disebabkan adanya kecurangan.
”Narasi yang dikembangkan dan dibangun seakan-akan rakyat memilih Prabowo-Gibran adalah karena kecurangan dan adanya bantuan sosial. Terus terang, hal ini sangat menyakitkan dan melukai masyarakat Indonesia dan menafikan hak mayoritas masyarakat Indonesia untuk menentukan pilihannya dengan bebas,” kata Otto dalam sidang yang dipimpin oleh Ketua MK Suhartoyo, Kamis (28/3/2024).
Padahal, menurut Otto, pilihan masyarakat tersebut didasarkan pada hati nurani mereka. Tuduhan bahwa rakyat memilih pasangan Prabow-Gibran karena bantuan sosial dan kecurangan sangat melukai rakyat Indonesia.
Otto juga mengingatkan agar semua pihak secara bijak dan penuh kehati-hatian dan tanggung jawab menjaga agar norma Pasal 6A Ayat (3) UUD 1945 itu tidak terlanggar. ”Jangan sampai setelah hasil pemilu diperoleh, karena ketidakpuasan terhadap hasil pemilu yang dimaksud, kemudian terus-menerus melakukan upaya delegitimasi dengan alasan-alasan yang tidak konstitusional,” ucapnya.
Kuasa hukum Prabowo-Gibran juga melihat adanya upaya menegasikan 96 juta suara rakyat yang memilih pasangan calon nomor urut 2 dalam pemungutan suara, 14 Februari lalu.
Narasi yang dikembangkan dan dibangun seakan-akan rakyat memilih Prabowo-Gibran adalah karena kecurangan dan adanya bantuan sosial. Terus terang, hal ini sangat menyakitkan dan melukai masyarakat.
Kewenangan badan-badan
Lebih lanjut Otto mengungkapkan, tim hukum Amin tidak tepat jika membawa seluruh persoalan yang berkaitan kecurangan dan pelanggaran proses pemilu ke Mahkamah Konstitusi. Sebab, hal itu menjadi kewenangan dari badan-badan lain mengingat kewenangan MK sebenarnya sangat terbatas pada hasil pemilu yang memengaruhi keterpilihan presidan dan wakil presiden. Selain itu, MK hanya memiliki waktu 14 hari kerja untuk menyelesaikannya.
Singkatnya jangka waktu penyelesaian sengketa hasil pemilu lebih karena untuk memastikan agar agenda ketatanegaraan, berupa pengisian jabatan-jabatan di republik ini, dapat berjalan lancar dan tepat waktu. Masa jabatan presiden dan wakil presiden saat ini akan berakhir 20 Oktober 2024.
”Bilamana rangkaian pemilu ini tak berkesudahan, misalnya dengan permintaan diskualifiksi, pemilihan ulang, sangat berpotensi menimbulkan persoalan-persoalan lain yang mengarah pada krisis ketatanegaraan di republik, kubu Prabowo menilai pencalonan Gibran sebagai akibat dari putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023. Karena itu, pemohon bukan lagi berhadapan dengan KPU atau termohon dan pihak terkait, tetapi dengan MK sendiri,” tambahnya.