JAKARTA, KOMPAS — Seorang jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi diduga telah memeras saksi sebesar Rp 3 miliar. Dewan Pengawas KPK menyatakan telah menerima laporan dugaan pemerasan jaksa KPK tersebut dan meneruskannya kepada Deputi Penindakan dan Deputi Pencegahan KPK sejak 6 Desember 2023.
Anggota Dewan Pengawas (Dewas) KPK, Albertina Ho, Jumat (29/3/2024), membenarkan bahwa Dewas KPK telah menerima laporan dugaan jaksa KPK yang memeras saksi hingga mencapai Rp 3 miliar. Setelah diproses sesuai prosedur operasional baku Dewas KPK, laporan masyarakat tersebut kemudian diteruskan kepada Deputi Penindakan KPK dan Deputi Pencegahan KPK pada 6 Desember 2023.
Aduan yang diteruskan kepada dua kedeputian KPK ini diharapkan segera ditindaklanjuti sesuai kewenangan dan peraturan yang berlaku. Menurut Albertina, kasus tersebut sudah masuk dalam penyelidikan dan pemeriksaan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN). Namun, Albertina tidak menjelaskan lebih rinci laporan tersebut. Ia meminta agar hal itu dikonfirmasi kepada KPK.
Terkait kelanjutan kasus dugaan pemerasan, Albertina juga mengaku tidak mengetahui lagi setelah Dewas meneruskan laporan tersebut ke KPK. ”Perkembangannya seperti apa, Dewas tidak tahu, silakan konfirmasi ke humas KPK, ya,” katanya.
Secara terpisah, Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri mengatakan, KPK akan segera mengecek terkait adanya aduan tersebut dan hasil dari seluruh proses tindak lanjutnya di Dewas KPK. KPK berkomitmen akan mendalami guna memastikan kebenaran dari informasi tersebut.
”Mari kita tetap hormati proses yang berlangsung tersebut, baik di Dewas, Kedeputian Penindakan, maupun Kedeputian Pencegahan KPK, dengan tidak menggiring opini-opini lainnya karena informasi ini sifatnya masih berupa aduan yang harus dibuktikan kebenaran substansinya,” ujar Ali melalui keterangan tertulis.
KPK terus mengimbau kepada masyarakat agar tetap waspada jika ada pihak yang mengaku dari KPK dan menjanjikan sesuatu terkait penyelesaian perkara yang ditangani KPK. Masyarakat dapat melaporkan melalui call center KPK di nomor 198 atau penegak hukum terdekat.
Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Zaenur Rohman, menilai, dugaan jaksa KPK yang memeras tersebut menunjukkan telah terjadinya kegagalan sistem KPK dalam mencegah tindakan korupsi di internal KPK. Oleh karena itu, harus ada peninjauan ulang dan merancang kembali sistem pengawasan internal KPK yang optimal.
”Harus ada review sistem dan bagaimana pengawasan itu bisa berjalan efektif. Saya membayangkan pengawasan itu harus dilakukan menyeluruh dan 360 derajat. Jika pelanggaran itu tidak terdeteksi sejak awal, ada sanksi juga untuk pimpinannya. Jadi, anak buah melakukan kesalahan, tanggung jawab itu juga dilimpahkan pada atasannya,” ucap Zaenur.
Zaenur mendesak KPK segera mengungkap kasus dugaan pemerasan yang dilakukan oleh jaksa KPK kepada publik. Kasus ini tentu telah menurunkan kepercayaan publik terhadap KPK.
”Proses pidananya harus cepat dan transparan. Kedua, sisi sanksi etik dan disiplin. Jika tidak ada langkah tersebut akan sulit mengembalikan kepercayaan publik kepada KPK,” kata Zaenur.
Jika pelanggaran itu tidak terdeteksi sejak awal, ada sanksi juga untuk pimpinannya. Jadi, anak buah melakukan kesalahan, tanggung jawab itu juga dilimpahkan pada atasannya.
Peristiwa ini, lanjut Zaenur, semakin menunjukkan adanya pengeroposan organisasi secara masif. Sebab, sebelum ada kasus dugaan jaksa KPK memeras saksi, sudah terjadi pungutan liar terhadap tahanan di rutan KPK.
Jauh sebelum itu juga ada kasus bekas penyidik KPK, Ajun Komisaris Stepanus Robin Pattuju, yang menerima suap hingga Rp 11 miliar dari sejumlah pihak yang beperkara di KPK. Atas perbuatannya tersebut, Stepanus divonis hukuman 11 tahun penjara.
Menurut Zaenur, dalam satu organisasi, kompas moral berada pada pimpinan. Ketika pimpinan berstandar moral rendah, biasanya pegawainya jauh lebih rendah lagi.
”Saya melihat spirit integritas di KPK sudah hancur. KPK harus me-review sistem dan merancang ulang sistem pengawasan internalnya," ujar Zaenur.
Dirinya meyakini cara untuk memperbaiki KPK adalah dengan menghapus revisi UU KPK dan mengembalikannya seperti semula.