”Amicus curiae” Megawati terpisah dari kesimpulan yang akan disampaikan kuasa hukum Ganjar Pranowo-Mahfud MD ke MK.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan atau PDI-P akan menyerahkan pemikiran ketua umumnya, Megawati Soekarnoputri, yang dituliskan di harian Kompas, 8 April lalu, ke Mahkamah Konstitusi, Selasa (16/4/2024). Pemikiran itu disuarakan Megawati sebagai bagian dari amicus curiae atau Sahabat Pengadilan.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI-P Hasto Kristiyanto memastikan penyerahan pemikiran Megawati itu saat dihubungi pada Selasa (16/4/2024). ”Kami akan masukkan sebagai amicus curiae,” ujarnya.
Pemikiran dari Megawati itu akan terpisah dari kesimpulan yang diserahkan pasangan calon presiden-wakil presiden dari PDI-P, Ganjar Pranowo-Mahfud MD. Seperti diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK) memberikan kesempatan pada para pihak yang terkait gugatan sengketa hasil Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 untuk menyerahkan kesimpulan tertulis. Tenggat penyerahan kesimpulan itu jatuh hari ini.
Kuasa hukum Ganjar-Mahfud, Maqdir Ismail, membenarkan bahwa pemikiran Megawati di Kompas akan diserahkan terpisah. Pemikiran Megawati bahkan tidak disinggung dalam kesimpulan dari pihak Ganjar-Mahfud. Waktu penyerahan kesimpulan dari tim hukum pun tidak akan bersamaan dengan pengajuan amicus curiae Megawati.
Selain kubu pemohon gugatan hasil Pilpres 2024 dari pasangan Ganjar-Mahfud, kubu pemohon lainnya, pasangan capres-cawapres Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, juga akan menyerahkan kesimpulan tertulis ke MK. Begitu pula kubu termohon, yakni Komisi Pemilihan Umum; dan pihak terkait, pasangan capres-cawapres peraih suara terbanyak di Pilpres 2024, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Sementara itu, Megawati dalam opininya bertajuk ”Kenegarawanan Hakim Mahkamah Konstitusi” mengingatkan pentingnya kedelapan hakim konstitusi yang menyidangkan perkara sengketa hasil pilpres untuk memiliki sikap kenegarawanan.
Dengan sikap tersebut, hakim MK bertanggung jawab terhadap terciptanya keadilan substantif dan menempatkan kepentingan bangsa dan negara sebagai hal yang paling utama.
Dengan tanggung jawab ini, keputusan hakim MK atas hasil sengketa pilpres sangat ditunggu rakyat Indonesia, apakah keadilan substantif dapat benar-benar ditegakkan, atau sebaliknya semakin terseret ke dalam pusaran tarik-menarik kepentingan kekuasaan politik.
Megawati juga menyinggung pentingnya etika. Menempatkan etika dalam setiap keputusan MK sangatlah penting. Sebab, MK hadir sebagai benteng keadilan terakhir dalam penyelesaian sengketa pilpres atau pemilu.
Keputusan hakim MK akan menjadi indikator terpenting, apakah demokrasi yang berkedaulatan rakyat tetap eksis atau justru perlombaan penyalahgunaan kekuasaan akan menjadi model kecurangan dan bisa direplikasi dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak hingga pemilihan umum yang akan datang.
Kemampuan MK di dalam menyelesaikan sengketa pemilu sekaligus menjadi tolok ukur bagi peningkatan kualitas demokrasi. Sebab, kecurangan tanpa efek jera akan semakin mematikan demokrasi.
Agar sumber kecurangan tersebut dapat diungkap, hakim MK dapat membedah sumber kegaduhan dalam kecurangan pilpres. Kecurangan pemilu sendiri tidak berlangsung tiba-tiba. Ia lahir melalui serangkaian evolusi kecurangan.
Menurut Megawati, Pilpres 2024 merupakan puncak evolusi hingga bisa dikategorikan sebagai kecurangan terstruktur, sistematis, dan masif (TSM). Ditambah motif nepotisme yang mendorong penyalahgunaan kekuasaan Presiden. Nepotisme ini berbeda dengan zaman Presiden Soeharto sekalipun karena dilaksanakan melalui sistem pemilu ketika presiden masih menjabat dan ada kepentingan subyektif bagi kerabatnya.
Ia menegaskan, bukan sistem hukum Indonesia yang salah. Pelaksanaan hukum yang menjadi tanggung jawab pemimpin itulah yang salah. Kondisi ini terjadi akibat etika dan moral dijauhkan dari praktik hukum. Tanpa landasan etika, moral, dan keteladanan pemimpin, manipulasi hukum menjadi semakin mudah dilakukan.
Sikap kenegarawanan yang dimiliki hakim MK masuk dalam dimensi tanggung jawab bagi pemulihan etika dan moral itu. Tanpanya, MK hanya menjadi jalan pembenaran bagi sengketa pemilu yang orientasinya hanya pada hasil, tanpa melihat secara jernih bagaimana proses pemilu dan keseluruhan input dari proses pemilu.
Megawati pun merekomendasikan pedoman kebenaran kepada hakim MK. Pertama, kebenaran tetaplah kebenaran. Ia tidak bisa dimanipulasi, sebab ia menjadi hakikat. Kedua, kebenaran dalam pengambilan keputusan muncul dari pikiran dan nurani yang jernih. Jernih seperti air. Air jernih adalah pikiran dalam alam kebenaran.
Ketiga, qana’ah, merasa cukup terhadap apa yang ada. Ketika konstitusi membatasi jabatan masa presiden dua periode, itulah kebenaran yang harus ditaati, tidak bisa diperpanjang, baik secara langsung maupun tak langsung.
Keempat, dalam bahasa Rusia disebut utrenja, yang artinya fajar. Tidak ada kekuatan yang bisa menghalangi fajar menyingsing di ufuk timur.
Dengan empat pedoman sederhana di atas, setiap pemimpin, termasuk hakim MK, dapat mengasah hati nurani dan budi pekertinya agar setiap tindakan dan keputusan politiknya selalu memperjuangkan kebenaran dan keadilan.